Bab 8 [Warning: 16+]

12.7K 738 17
                                    

Agak ke bawah kaya mulai bahaya untuk bawah umur dan jomblo

Jadi, dibaca sesuai resiko sendiri yaa ~

Jangan lupa vote, follow, dan komentar

******

"Jangan lepas! Jangan berani melepas tanganku!"

Tanpa jeda aku terus berteriak. Memberi peringatan pada Haist. Dan hanya disambut gelak tawa oleh pria itu.

"Tenang saja. Aku tidak akan melepas dirimu."

Aku melihatnya dengan tatap tidak percaya. Mengerucutkan bibir. Masih menyimpan rasa curiga di balik senyum manisnya itu.

"Kenapa melihatku dengan tatap aneh begitu?"

"Aku curiga. Jika kamu baik, pasti ada sesuatu yang ingin diharapkan."

"Aku baik dari lahir. Kamu saja yang tidak pernah percaya denganku."

"Di dunia ini, kadang diri sendiri juga sulit dipercaya. Dan kamu ... kamu bahkan bukan siapa-siapa bagiku. Jadi, kenapa harus aku percaya padamu?"

"Karena aku ini penting. Aku ini pria masa depan yang akan menikahimu," jawabnya dengan penuh percaya diri.

Benar-benar pria yang sangat optimis. Karakter semacam dia ini, kenapa pula aku bisa membuatnya?

"Jangan melamun. Ayo, kita pergi ke tengah area."

"Hoh ... jangan lepas ... jangan lepas ...."

"Kamu lucu sekali. Hahahaha ... seperti anak ayam."

Aku tidak meladeni ejekan Haist. Fokusku hanya terpaku pada kedua kaki yang meluncur. Terus bergerak di tengah licinnya es.

"Wah ... wah ... wah ... apa yang kamu lakukan?!"

"Cobalah sendiri. Rasakan esnya!"

Haist berkata sembari melepas kedua tanganku. Walau aku berusaha untuk kembali meraihnya, tapi tetap gagal. Pria itu sudah membuat jarak. Meluncur jauh dengan masih menghadap diriku.

 Meluncur jauh dengan masih menghadap diriku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku takut, Haist ... aku terus bergerak ... tolong!"

"Ayolah! Coba berjalan seperti biasa."

Berjalan seperti biasa? Baiklah. Kanan ... kiri ....

Duk!

"Aw!"

Aku memekik. Menahan sakit dan dingin yang menghantam bokong serta kedua telapak tanganku.

"Kamu baik-baik saja?"

Aku mendongak ke atas. Melihat Haist yang sudah berada tepat di depanku.

"Kamu gila?!"

"Maaf ... sakit sekali, ya?" tanyanya sembari berjongkok.

"Tentu sakit! Aku sudah bilang jangan lepas!"

[End] Ending MomentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang