Bab 6 [Warning: 17+]

13.8K 818 27
                                    

Ini di bawah kayanya agak berat kontennya 🙈🙈🙈🙈

Jadi kuwanti-wanti dulu di sini, takut ada di bawah umur

Sebenernya adegan ini tercipta di luar bayangan wkwk jadi yaa.. Dinikmati saja kalo kata bang Haist

Jangan lupa vote, follow, dan komentar

******

"Kamu mau bawa aku ke mana?!" jeritku keras. Namun, hanya dijawab tawa oleh Haist.

"Dasar, pria sinting! Lihat saja! Aku akan panggil polisi sekarang juga!"

Aku melihat bawah. Mencari ponsel dalam tas kecil. Tetapi, gerak tanganku dihentikan oleh satu tangan kekarnya.

"Hentikan. Aku hanya ingin mengenalmu lebih jauh."

Aku kembali melihatnya. Memandang tajam pria yang masih sibuk menyetir itu.

"Kamu ingin mengenal diriku?! Tapi, maaf. Sejak awal aku sudah bilang padamu bahwa aku tidak tertarik! Jadi, cepat pinggirkan mobil. Biarkan aku turun sekarang juga."

Haist hanya diam. Wajahnya yang semula tertawa kini berubah menjadi serius. Kedua iris matanya masih melihat jalan, dengan satu tangan yang sibuk mengendalikan kemudi mobil. Lalu, perlahan, mobil yang kami naiki mulai memelan. Berhenti tepat di tepi jalan.

"Kenapa kamu tidak ingin mengenal diriku, Lily?"

Deg!

Aku mengerjapkan mata beberapa kali. Ditatap selekat ini oleh mata cokelatnya, benar-benar tak baik untuk kesehatan jantungku. Belum lagi dengan suara berat yang memanggil lembut namaku. Jika boleh jujur, aku ini wanita yang masih normal dan tentu akan tertarik dengan pria semenawan Haist. Namun ... aku harus sadar ... Haist itu tokoh utama yang ditakdirkan hanya untuk Ella.

"Karena tidak seharusnya kamu bertemu dengan diriku."

"Lalu aku harus bertemu dengan siapa? Jika tidak dengan dirimu ... maka, aku harus bertemu dengan siapa?"

Aku menurunkan pandang. Memperhatikan genggam tangannya yang makin erat pada tanganku. Hangatnya bahkan dapat terasa sampai ke dalam dadaku. Sebut aku berlebihan, tapi aku memang merasa amat gemetar saat ini!

"Entah. Mungkin dengan seorang wanita lain. Wanita ... yang lebih baik dari diriku," jawabku pelan masih dengan tidak melihat balik matanya. Tidak. Aku tidak mungkin sanggup melihat kedua iris cerah itu tanpa niatan buruk. Satu niatan ... yang dapat menghancurkan seluruh cerita.

"Yang lebih baik? Kalau begitu aku akan terkena masalah."

"Masalah apa?" tanyaku gugup. Perlahan, aku kembali mendongak. Sedikit demi sedikit mulai mengintip. Ingin melihat raut wajah pria yang masih menggenggam satu tanganku ini.

"Semenjak terakhir kita bertemu, bagiku tidak lagi ada wanita sebaik dirimu. Tidak. Yang benar adalah aku menjadi tidak tertarik melihat wanita lain. Selalu merindukan siluet wajahmu yang seolah telah tertanam dalam di benak pikirku."

Deg! Deg! Deg!

Gemuruh jantungku terasa semakin keras. Aku bahkan takut jika sampai suaranya dapat terdengar oleh Haist. Tapi, aku tidak dapat lagi bersikap tenang di saat seperti ini. Saat di mana ada seorang pria yang amat jujur dan berkata dengan tulus tentang perasaannya di depan diriku.

Sebut ini sebagai insting wanita, tapi dari raut wajahnya, aku tidak dapat menemukan keraguan maupun sedikit pun bohong di sana. Aku ... aku hanya dapat melihat kilau redup yang lembut di matanya. Hidung manis yang tampak pas di tengah wajahnya. Dan ... satu bibir merah muda yang tampak sangat menarik untuk dikecup.

[End] Ending MomentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang