Jangan lupa vote, follow, dan komentar
-XOXO
*******
"Sudahlah. Ayo, kita mulai menjemur."
Aku melepaskan kedua tanganku darinya. Mengalihkan pembicaraan. Dengan tergesa mengambil satu seprai besar berwarna abu dari keranjang. Memegang satu ujungnya dan menyerahkan ujung lain pada Haist.
"Mundur sana. Kita harus memastikan airnya tiris lebih dahulu."
Haist tersenyum. Mengikuti perintahku. Dan dengan aba-aba darinya, kami mulai menghentakkan kain seprai. Ke atas dan menariknya kembali. Berusaha memastikan agar air yang menempel sudah benar kering. Baru selanjutnya kami menjemur kain seprai tersebut.
Berulang kali dalam diam yang mengisi kami mengulang hal sama. Sampai tersisa satu seprai terakhir di keranjang. Seprai dengan warna putih.
"Tunggu, Lily!"
"Ada apa?" tanyaku bingung pada Haist. Tidak mengerti alasan di balik pria itu menghentikan diriku untuk mengambil satu seprai terakhir.
"Ada sesuatu di sana."
Aku memperhatikan dirinya yang berjalan. Ke arah keranjang dengan tatap bingung.
"Kak Haist!"
Satu teriakan dari luar membuat Haist dan aku menoleh. Melihat ke arah pintu. Dan menemukan Ella di sana.
"Kak, aku perlu bantuan. Ada beberapa anak yang sulit diatur, sementara Daniel masih sibuk bebersih dan aku harus memasak."
"Memang tidak ada pengurus lain yang bisa membantu?" tanya Haist.
"Ada dua orang lain yang membantu, tapi mereka juga sibuk dengan pekerjaan sendiri. Dan sisa pengurus lainnya sedang pergi ke gereja untuk mempersiapkan malam natal di sana."
"Baiklah. Aku akan segera datang ke luar setelah menjemur sisa satu seprai lagi."
"Kalau begitu, aku duluan."
Ella pergi. Dengan seenaknya ia menyela. Meminta Haist untuk membantu dirinya. Tunggu, tapi memang seharusnya Haist itu dekat dengan Ella, bukan? Salsa sadarlah. Kamu tidak memiliki hak untuk menggenggam cinta Haist.
"Aku bisa menyelesaikan yang satu ini sendiri. Kamu segera bantu Ella saja," ucapku setelah kembali sadar. Memasang lagi senyum yang penuh akan keterpaksaan.
"Sebentar, aku harus menyingkirkan sesuatu dalam keranjang dulu."
Tidak langsung pergi, Haist malah melanjutkan langkah ke arah keranjang cuci. Memasukkan tangannya ke dalam sana. Membuatku ikut penasaran dan mengamati lebih lekat.
Dan saat satu tangan itu kembali keluar, ada sesuatu yang ditariknya. Berukuran panjang dengan banyak kelip cantik di seluruh badannya. Sebuah kalung yang bersematkan satu batu permata indah yang membentuk siluet.
"Apa itu?"
"Kalung. Untukmu." Haist mengulurkannya ke arahku.
"Tapi, bagaimana bisa ada di dalam sana?"
Ia tersenyum. Makin mendekat. Lalu, tanpa mendengar lagi persetujuan dariku, pria itu sudah memasangkan kalung di tangannya tepat pada leherku. Dan sembari memakaikan, ia berbisik lembut. Amat pelan bagai sebuah lulaby. Membuatku terlena, bukan hanya karena suaranya, tapi juga karena aroma maskulin yang tercium.
"Aku tadi sudah menggenggam kalung ini sebelum memasukkan tangan dalam keranjang. Aku sengaja memberinya sekarang. Takut aku lupa."
Haist sedikit memberi jarak setelah kalung yang ia beri berhasil tergantung sempurna di leherku. Membuatku tanpa sadar menunduk. Mengamati liontinnya yang amat menawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[End] Ending Moment
Fantasy[NOVEL, Romance-Fantasy] Kisah tentang Salsa. Seorang penulis kejam tanpa cinta. "Penulis itu Tuhan! Jadi, jangan coba menghalangi aku untuk menyiksa tokoh antagonis!" kataku dengan semangat. Memang fakta, 'kan? Bahwa tokoh antagonis itu jahat! Ke...