Bab 7

11.2K 764 20
                                    

Vote, follow, dan komentar jangan lupa 💞💞💞💞

*******

Aku berada dalam masalah! Kenapa pula aku mengaja Haist ke tempat ice-skating?!

"Kenapa hanya diam saja? Ayo, pasang sepatu luncurmu."

Suara berat Haist kembali membawa kesadaranku. Melihat dirinya dengan bingung. 

"A ... aku ... aku tidak bisa memakai sepatu luncur ini."

Mau tidak mau aku harus mengakui kebodohanku sendiri. Berharap untuk tidak melihat tawa mengejeknya, tetapi harapanku menjadi sia-sia saat pria itu mulai terbahak. Tertawa kencang sampai wajah tampannya itu memerah.

"Kenapa tertawa?! Memang ada yang lucu?!"

"Tentu saja aku tertawa. Kamu ... hahaha ... kamu mungkin satu-satunya warga Finlandia yang tidak tahu cara menggunakan sepatu luncur."

"Berlebihan sekali, sih. Memang salah jika aku tidak tahu cara menggunakan dua sepatu bodoh ini?! Lagi pula aku juga belum pernah ke area ice-skating, jadi wajar jika aku tidak paham mengenai hal-hal remeh seperti memasang sepatu luncur, 'kan?"

"Kamu belum pernah ke tempat ice-skating?!"

Kali ini Haist menghentikan tawanya. Membulatkan mata lebar. Seakan aku adalah spesimen aneh yang datang dari luar angkasa.

"Iya, belum pernah."

"Lalu kenapa kamu mengajakku datang ke sini? Kalau begitu lebih baik langsung ke apartemenku saja."

Haist sudah memegang erat satu lengan bawahku. Ingin menarik, tetapi aku langsung hentikan dengan satu pukulan pada jemari-jemarinya.

"Aku tidak mau!"

"Kenapa? Kamu juga tidak bisa bermain ice-skating, 'kan?"

Tangannya yang aku pukul masih terdiam. Belum bergerak. Seakan ingin membawaku kapan saja saat argumen kami selesai. Dasar, pria egois! Namaku bukan Salsa jika akan dengan mudahnya menerima tawaranmu itu, tahu!

Jahat begini, aku itu tetap masih suci! Belum tersentuh oleh laki-laki manapun. Memang sebuah aib jika ingin aku akui. Tapi, memberi pengalaman pertama itu tidak selalu mudah bagi semua orang, 'kan? Dan bagiku ... memberi pengalaman pertama dalam dunia fiksi seperti ini jadi makin terasa aneh. Aku juga baru menyadarinya.

Tidak! Tidak! Aku harus mengulur waktu. Membuat Haist tidak lagi ingin membawaku ke apartemennya. Karena, jika sampai itu semua terjadi, maka keseluruhan cerita akan benar-benar hancur!

Aku ... aku tidak lagi tahu harus berbuat apa nantinya, agar dapat keluar dari cerita rumit ini!

"Lily ... kenapa diam saja? Kamu sering sekali melamun seperti ini."

"Apa? Kenapa?"

"Benar, 'kan? Kamu tidak menjawab pertanyaanku dan malah melamun. Sudah, kalau begitu kita pergi saja sekarang."

Belum sempat aku bereaksi, Haist sudah kembali menarik. Padahal sekarang pria itu menggunakan sepatu luncur, tapi tetap saja ia bisa melangkah dengan mudahnya. Amat pasti dengan segala niat kotornya itu.

Bruk!

"Apa yang kamu lakukan?!"

Akhirnya kami berhenti. Dengan Haist yang menoleh ke belakang dan bertanya dengan suara cukup tinggi. Dan aku ... aku yang terduduk di lantai. Terpaksa menjatuhkan diri agar Haist mau mendengar protesku.

"Aku sudah bilang tidak ingin ke Apartemenmu."

"Kenapa? Lagi pula, tidak bisakah kamu bicara sambil berdiri. Bajumu bisa kotor jika duduk seperti ini. Dan orang-orang juga melihat kita sekarang. Kamu tidak malu?" tanyanya sembari berjongkok. Mencoba untuk mensejajarkan diri denganku.

[End] Ending MomentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang