London, 25 Desember, 06:17AM.
"Apa yang kalian lakukan?!"
Aku bertanya ke seluruh pelayan yang sedang sibuk di dapur.
"Menyiapkan sarapan untuk Nona," jawab Keil--salah satu pelayan wanita dengan tubuh ramping dan rambut pirang sebahu.
"Sudah, hentikan! Aku juga sudah mau berangkat sekarang, jadi lebih baik simpan tenaga kalian dan pulang ke rumah masing-masing. Aku memberi kalian libur sampai tahun baru!"
"Apa?! Yang benar, Nona?!" tanya mereka serentak.
"Tentu saja. Selama kalian tidak ada, aku bisa mengungsi ke rumah Bastian dan Emely. Jadi, pulanglah ... rayakan Natal bersama keluarga kalian ...."
"Terima kasih, Nona!"
"Sudahlah tidak perlu sampai membungkuk hormat seperti ini. Ayo, cepat kemasi barang kalian. Dan ah ... jangan lupa periksa rekening kalian. Aku telah memberi sedikit hadiah di dalamnya."
Dan tidak lagi ingin dihormati layaknya tuan putri, maka aku pun bergegas pergi. Meninggalkan para pelayan yang masih bersorak gembira. Tersenyum puas dengan kaca mata hitam besar yang menutupi kedua mata bengkakku.
*******
London, 25 Desember, 07:23AM.
Beruntung, jalanan London hari ini tidak terlalu padat. Aku jadi bisa sampai lebih cepat ke rumah Louvie dengan taksi.
Tok! Tok! Tok!
Berulang kali aku mengetuk pintu rumahnya. Menunggu dengan tidak sabar. Mengetuk lagi sampai akhirnya wanita itu muncul dari balik pintunya. Dengan masih menggunakan pakaian tidur. Serta wajah yang setengah mengantuk dan setengah marah melihat balik diriku.
"Kamu ini menyebalkan sekali, sih! Menghubungi di tengah pagi buta! Dan sekarang malah merusak tidur cantikku!"
Aku kehilangan kata. Louvie pantas kesal. Sebelumnya, memang aku menghubungi dia, sesaat setelah merasa lebih tenang dari tangisan. Dan setelah selesai menelepon, aku langsung bergegas mandi agar bisa cepat sampai ke rumahnya.
"Maaf, tapi sekarang aku punya urusan amat penting yang harus diselesaikan."
"Urusan apa memangnya? Tidak bisa diselesaikan lain waktu saja, memang?"
"Tidak! Tidak bisa! Harus sekarang juga!"
"Baiklah, sekarang cepat ungkapkan urusanmu itu sebelum aku meledak marah."
Aku menarik napas sebentar. Membuangnya. Dan setelah merasa yakin, mulai membuka suara.
"Jadi, begini ... aku ... aku ingin mengganti akhir di novel terbaruku."
"Hah? Apa maksudmu? Mana bisa kamu seenaknya merubah akhir cerita. Apa kamu lupa bahwa novelmu itu sudah terjual luas di hampir seluruh pelosok Inggris?!"
"Tidak, aku tidak lupa. Aku juga tahu mustahil untuk merubah akhir cerita yang sudah ada, jadi aku ingin membuat cerita yang sama, tapi dengan versi berbeda."
"Jadi, bagaimana? Aku masih kurang mengerti."
"Begini, Louvie. Aku ingin membuat lagi versi kedua dari novel terbaruku itu. Yang membedakan di sini adalah tokoh utamanya yang menjadi Kakak Tiri Cinderella dan ia nantinya akan berakhir hidup bahagia dengan tokoh pria utama."
"Lalu, siapa yang akan menjadi tokoh jahatnya? Cinderella begitu?"
"Tidak ada! Kali ini aku tidak ingin membuat siapa pun jadi tokoh jahat. Baik Cinderella maupun Kakak Tirinya berhak untuk mendapat bahagia. Intinya adalah aku tidak ingin lagi menulis tokoh antagonis yang berakhir dengan tragis! Tidak akan pernah!"
KAMU SEDANG MEMBACA
[End] Ending Moment
Fantasy[NOVEL, Romance-Fantasy] Kisah tentang Salsa. Seorang penulis kejam tanpa cinta. "Penulis itu Tuhan! Jadi, jangan coba menghalangi aku untuk menyiksa tokoh antagonis!" kataku dengan semangat. Memang fakta, 'kan? Bahwa tokoh antagonis itu jahat! Ke...