TERROR • TUJUH BELAS

707 40 2
                                    

"Aduh, gue harus nungguin angkot lagi buat pulang. Nasib, nasib."
Gerutu Cantika sambil merentangkan kedua tangannya melepas pegal yang mendera tubuhnya.

Cantika kini tengah berjalan melewati lorong sekolah bersama teman-temannya yang lain untuk pulang ke rumah dikarenakan bel pulang sekolah baru saja dikumandangkan.

"Emang motor lo ke mana?"
Tanya Arga menoleh memperhatikan wajah kusut Cantika.

"Dibawa Mama gue buat arisan."

Rafa terkekeh, "Kasian amat lo Can, yaudah pulang bareng gue aja gimana? Tapi rumah gue gak ngelewatin rumah lo sih."

Cantika mendengus, "Dasar, nawarinnya gak ikhlas! Gue pulang sendiri aja!"

"Yakin mau pulang sendiri? Gak takut diculik sama om om? Gue sebenernya mau sih nebengin lo, cuma gue harus pergi ke rumah tante gue dulu buat ngambil pesenan tupperwarenya Mama."

Cantika menyilangkan kedua tangannya di depan dada mendengar penuturan Arga, "Gak papa, gue bisa kok pulang sendiri. Lagian lo pikir gue takut sama om om? Gak ada yang berani nyulik gue, sebelum dia nyulik gue, gue bakalan tendang masa depannya."

Arga dan Rafa sedikit meringis sebelum akhirnya tergelak bersamaan, "Bener juga. Lo kan cewek rasa cowok."
Sahut Arga sambil terkekeh.
Tak terasa langkah kaki mereka bertiga kini sudah sampai di depan gerbang sekolah.
Mereka hanya bertiga dikarenakan Bobby dan Kevin masih memiliki urusan masing-masing di sekolah, mengharuskan mereka tertinggal di kelas.
Sedangkan Tio sendiri, laki-laki itu sudah langsung bergegas pulang saat bel pulang baru saja dibunyikan lantaran buru-buru ingin pulang entah untuk apa.

Arga dan Rafa langsung pamit pulang pada Cantika yang kini menunggu di kantin tepi jalan sekolah bersama beberapa murid yang juga ada menunggu angkot atau jemputan di sana.

15 menit telah berlalu, namun angkot yang ditunggu-tunggu Cantika belum juga muncul di depan matanya.
Gadis itu bergerak gelisah dan menggerutu kesal di dalam hati. Ia terus memainkan ponselnya untuk menghilangkan rasa jengahnya akibat menunggu. Karena menunggu adalah hal yang paling dibenci olehnya.

Well, sepertinya manusia di dunia ini tidak ada yang suka menunggu, benar?
Lain cerita kalau untuk menunggu do'i peka.
Lupakan lagi.

"Can, lo belom pulang?"
Cantika menoleh, mendapati Kevin yang sudah memakai helm serta mengenakan jaket mengendarai motornya.

Cantika menggeleng, "Nunggu angkot, gue."

Kevin menengadahkan kepalanya memandangi langit yang saat ini sudah berwarna abu-abu, "Mendung nih, mending pulang bareng gue aja yuk."

Cantika terdiam sesaat sebelum akhirnya menggeleng, "Gak, makasih. Gue nunggu angkot aja."

Jika suasana hati Cantika sedang baik pada Kevin seperti hari-hari sebelumnya, mungkin dia akan langsung menerima tawaran cowok yang ditaksirnya itu. Berbeda dengan hari ini, Cantika sedikit merasa kesal pada cowok beralis tebal itu saat mengingat Kevin mencium pipi Renata di permainan truth or dare tadi.

Kevin menghela napas lalu menjalankan motornya ke arah kantin tempat Cantika menunggu, membuka helmnya dan kemudian duduk di samping Cantika yang masih menunggu bersama dua orang murid yang juga menunggu tadi.
Sepertinya mereka juga akan menaiki angkot yang sama seperti Cantika.

"Kenapa lo di sini? Pulang gih sana."

Kevin menyunggingkan senyumnya, "Gue bakalan nemenin lo nunggu angkot di sini. Tapi, kalo angkotnya belum ada juga setelah kita nunggu 10 menit lagi, gue bakalan ngepaksa lo buat pulang bareng gue."

"Kalo gue gak mau gimana?"

"Gue gendong lo. Gue gak akan pulang kalo lo belom pulang."

Perkataan Kevin barusan sukses membuat jantung Cantika akan melompat dari tempatnya.
Gadis itu mengerjapkan matanya berulang kali dengan kedua pipi yang sudah bersemu.
Kalimat itu memang terdengar biasa-biasa saja, namun bagi Cantika kalimat itu sungguh luar biasa berpengaruh untuknya.

Terror✔️ [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang