#empatbelas

24 2 0
                                    

No cuap-cuap...
Happy reading 😊

------------------------------------------------------------

Kini aku duduk di halte depan sekolah. Seperti biasanya, sebelum pulang aku harus menunggu daddy menjemput. Sejujurnya menunggu itu menyakitkan, terlebih lagi kalau menunggu yang tidak pasti. Tapi menunggu daddy tidak perlu khawatir. Beliau tidak akan mengingkari janji.

Lima menit berlalu, sebuah mobil sedan hitam menepi. Setelahnya kaca jendela mobil itu turun dengan sendirinya. Dari situ nampaklah seorang pria paruh baya, dengan seragam formal yang rapi sekali.

Aku melangkah mendekati mobil itu dan langsung masuk ke dalamnya. Tidak lupa menyalami pria paruh baya itu.

"Gimana sekolahnya?"

"Alhamdulillah, lancar dad."

Hanya anggukan kepala yang kuterima setelah itu. Dan daddy mulai menjalankan mobilnya.

"Dad?" Panggilku kemudian.

"Hm?" Tadi anggukan, sekarang justru deheman yang kuperoleh.

"Hukum meng-qada shalat itu emang ada ya dad?"

Daddy tampak menerawang. "Seingat daddy sih ada, karena daddy pernah baca. Entah itu hadits atau kisah sahabat, daddy juga lupa. Katanya kalau ada orang yang rajin shalat malam, terus tiba-tiba dia ketiduran dan melewatkan salat malamnya itu--" Aku hanya diam mendengarkan. "--nah pada malam besoknya orang itu boleh shalat malam dua kali sebagai pengganti shalatnya yang tertinggal."

Aku berfikir sejenak. "Jadi shalat yang boleh di-qada itu cuma shalat sunat ya dad? Tanyaku lagi sebelum menyimpulkan.

"May be." Daddy menoleh ke arah ku sejenak. "Emang kenapa nanya gitu?"

Pertanyaan daddy membuatku salah tingkah. Haruskah kuceritakan hal sebenarnya pada daddy?

"Andre..."

Jawab, tidak, jawab, tidak, jawab. Dua kata itulah yang terlintas di benakku bergantian.

Menit selanjutnya,

"Oh iya, tadi subuh kamu kok gak ke masjid?"

Skak mat! Aku tidak bisa mengelak lagi sekarang.

"Dad." Panggilku tanpa mengharap jawaban daddy. "Sebenarnya tadi Andre ketiduran, makanya gak ke masjid. Dan..."

Daddy menyela. "Oh pantes daddy telepon kamu gak angkat. Emang kamu bangun jam berapa?"

Kembali aku menunduk. Aku tak berani melihat ekspresi daddy ketika mendengar jawabanku nanti. Bisa-bisa ekspresi daddy itu yang akan selalu terbayangkan olehku. "Jam ... Tujuh lewat dad."

Aneh! Daddy hanya mengangguk ringan sambil bergumam. Sepertinya beliau belum sadar dengan apa yang kuucapkan barusan. Dan benar saja, sesaat setelahnya daddy ngerem mendadak dan berteriak.

"Apa?" Mulut dan mata daddy membulat lebar.

"Dad, hati-hati. Kalau di jalan jangan ngerem mendadak. Bisa celaka orang di belakang dad. Untung daddy gak terlalu kencang kalau tidak..."

"Diam!" Kembali daddy menyela ucapanku.

Bentakkan itu berhasil membuatku kembali tertunduk dan bungkam. Daddy kembali menjalankan mobil. Namun bukan untuk melaju pulang, melainkan untuk menepi sejenak.

Satu Cinta Menghancurkan SegalanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang