#tujuhbelas

17 1 0
                                    

Hai, kita bertemu lagi. Apa kabar kalian semua?

Nah, part kali ini aku mencium bau-bau konflik. Konflik apa itu? Yuk sama-sama kita cari tau.

Happy reading 😊

------------------------------------------------------------

Suara gelak tawaku memenuhi seisi ruang keluarga. Adegan kucing dan tikus di TV itulah penyebabnya. Tampak si kucing bernama Tom itu begitu tersiksa karena mengejar tikus coklat bernama Jerry. Ada-ada saja ide gila Jerry untuk menggagalkan usaha Tom yang ingin menangkapnya. Bahkan Jerry pun tidak segan-segan untuk membalikkan serangan Tom. Akan tetapi, usaha Tom tidak berakhir disitu saja. Dia terus bangkit dan kembali mengejar Jerry lagi. Lagi-lagi si Tom celaka, bangkit, celaka lagi, bangkit lagi dan kembali celaka. Begitulah seterusnya. Pantas saja jika ada orang yang selalu bertengkar dijuluki Tom and Jerry.

Aku begitu fokus menyaksikan layar lebar berukuran 46 inch itu. Kali ini Jerry tengah berjalan-jalan santai. Lah kok bisa? Kenapa Tom tidak mengerjanya? Dimana Tom? Hah, entahlah.

Setelahnya lewat sebuah mobil penangkap binatang. Mobil itu berkeliling menangkap binatang tanpa kalung pengenal ataupun tanda pengenal lainnya. Karena itu Jerry langsung bersembunyi, takut jika ia tertangkap petugas. Kan Jerry juga tidak memiliki tanda pengenal. Benarkan?

Mobil pun berlalu dihadapan Jerry, segeralah Jerry keluar dari persembunyiannya. Jerry melihat seekor anjing didalamnya. Si anjing terlihat murung karena tertangkap dan terkurung. Karena itu Jerry ingin membantunya. Jerry, Jerry baiknya ya hatimu.

Anjing itu memberi Jerry sebuah lonceng sebagai tanda terimakasihnya. Memang lonceng itu hanya lonceng biasa, tidak punya kekuatan magic apapun. Hanya saja, jika lonceng itu dibunyikan maka seekor penolong hadir untuk Jerry. Jadi kapanpun Jerry butuh bantuan, ia tinggal membunyikan lonceng itu. Wah, enak juga ya. Berasa punya pengawal pribadi gitu.

Ditengah asiknya menonton, aku mendengar suara derap langkah kaki. Awalnya aku tak perduli, tapi begitu terdengar semakin mendekat akupun menoleh. Ternyata mommy yang menghampiriku. Kembali aku alihkan pandangan pada layar dihadapanku. Namun entah mengapa mommy malah berdiri menghalangi pandanganku.

"Mom.." Aku mengeluh. "What are you doing?

Mommy menatapku datar. "Matikan TV-nya!" Ujar mommy datar pula.

What? Please not now mom. Batinku.

Mengapa kukatakan dalam hati? Karena percuma. Walaupun kuucapkan secara lisan juga, mom tidak akan mendengarkan. Satu hal yang harus kalian tau, kalau sudah begini pasti ada hal penting yang harus dibicarakan. Tidak perduli siapapun yang menonton, pasti akan bernasib sama sepertiku. Terganggu.

Dengan berat hati, aku meraih remote dan langsung menekan tombol 'off '. Dalam sekejap TV pun mati. Setelahnya mommy mendekatiku dan duduk disisiku. Seiring dengan itu pula daddy keluar dari kamar dan duduk dihadapkanku–berseberangan.

Hening...

Aku memandang daddy. Daddy tampak santai dengan kaos putih oblongnya yang dipadu dengan celana loreng selutut. Walaupun daddy sudah berumur kepala empat, daddy masih terlihat awet muda. Mungkin itu karena keahlian mommy yang mengatur fashion daddy. Good job untuk mommy.

"Andre..." Akhirnya daddy membuka pembicaraan. Setelah sekian menit tadi membuatku canggung.

"Yes dad." Jawabku. Dalam situasi seperti ini jangan menjawab panggilan dengan berdehem. Bisa gawat urusannya. Ya walaupun sebenarnya memang lebih baik kita jawab panggilan orang tua itu dengan sopan santun setiap waktu.

Satu Cinta Menghancurkan SegalanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang