#lima

81 3 0
                                    

Assalamu'alaikum readers...
Sesuai dengan janji aku kemaren, cerita ini akan aku lanjutkan. Tapi readers harus maklum, kalau cerita ini slow up. Kecuali kalau target yang kuharapkan lekas tercapai. Insyaallah, ceritanya juga bakalan lekas up-nya. So, pilihan ada ditangan para readers sekalian.

Dengan mengucap Bismillahirrahmanirrahiim...
Masa pending 'Satu Cinta Menghancurkan Segalanya' resmi dicabut. (Tok.tok.tok: icak-icaknya ketuk palu. Hehe😅)

Kepada sahabatku, maaf. Tapi cerita kita juga bakalan next kok. Tenang aja.

Cukup basa-basinya.
Oke, happy reading 😊

-------------------------------------------------------------

Bel istirahat berbunyi. Seluruh siswa berhamburan keluar kelas menenangkan pikiran masing-masing. Ada yang beri'tikaf di mushola, ada yang ngisi tenaga di kantin, ada yang duduk di taman sekolah, dan tentu saja ada yang berdiam diri di kelas sambil berbincang-bincang satu dengan yang lain.

Aku memilih pilihan terakhir. Usai salat sunnah dan membeli makanan untuk Kevin dan Nina seperti biasanya, kini kami duduk di mejaku sambil menikmati makanan kami masing-masing. Lahap sekali.

Nina membeli mie goreng lengkap dengan telur ceplok di atasnya. Sejujurnya aku paling tidak suka jika seseorang makan mie instan, terlebih lagi jika orang itu orang terdekatku. Tapi apa boleh buat? Sebanyak aku melarangnya makan mie​ instan, sebanyak itu pula Nina tetap memintanya. Dan pada akhirnya aku mengalah dengan syarat kali ini aja--setidaknya sampai 14 hari kedepan.

Kalau Nina membeli mie instan, lain dengan Kevin yang bertahan dengan lonte favoritnya. Aku jadi heran, kenapa sih mereka tetap memakan sarapan untuk makan siang begini? Maksudku lontong dan mie itu menu untuk sarapan pagi bukan? Hah sudahlah.

Sahabat-sahabatku terlihat sangat menikmati makanannya. Sehingga tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut mereka. Mulai sejak awal membaca doa sampai sendok mereka terbalik seperti saat ini.

Aku juga telah menyantap habis makanan​ yang disiapkan mommy. Hari ini mommy membekaliku dengan nasi dan rendang, ditambah dengan tumis capcay serta kerupuk kulit. Entah dari mana sejarahnya aku bisa menyukai makanan khas suku Minang ini.

Aku memandangi kedua sahabatku, namun lebih terfokus ke arah Kevin. Aku menatapnya lekat mengikuti setiap gerak-geriknya. Terbayang olehku pertanyaan yang belum dijawab Kevin. Bagaimana bisa ia tidak memahami maksudku? Aku hanya ingin tahu bagaimana perasaannya terhadapku. Apakah sama dengan yang aku rasakan padanya?

"Oh iya Vin, gimana liburan kamu di Jerman?" Aku mulai berbicara.

"Wah seru banget Ndre. Kamu tau gak, gua sampai nemuin teman baru disana. Namanya Alexander." Kevin nampak sangat antusias. "Dan dia ngajarin aku bahasa disana dikit-dikit."

"Wow!" Aku berdecak kagum. "Berarti kamu bisa bahasa Jerman dong?"

Kevin terkekeh. "Bisa. Tapi ya itu... dikit-dikit."

"Jadilah tu. Coba tes!"

"Tas tes, tas tes. Lu pikir microphone apa?"

Aku tidak memperdulikan ocehan Kevin yang terlihat geram karena tingkahku yang terus merengek meminta Kevin mempraktekkan bahasa Jermannya. Kevin akhirnya mengalah. Dengan dengusan Kevin pun mengangguk. Aku pun tersenyum manja padanya.

"Nih ya, dengar baik-baik!" Aku dan Nina serempak mengangguk.

Kevin mengambil nafas panjang. "Hallo! Guten Tag. Mein Name ist Kevin. Ich komme aus Jakarta. Ich bin fünfzehn (15 Th) Jahre alt und einen Schüler in der MY Gymnasium. Und wie heißt du?" Ucap Kevin dalam satu tarikan nafas.

Satu Cinta Menghancurkan SegalanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang