#empatpuluhsatu

12 0 0
                                    

Malam tahun baru guys. 1 Muharram 1442 H. Pada jalan gak ni? Atau main kembang api? Hahahah, ngarep kali ya. Kan masih corona, mending baringan aja, buka wattpad dan baca cerita. Lebih produktif ketimbang keluyuran dan ngamburin uang. Iya kan??? Yang setuju ngacung☝️

Oke deh, dengan bismillahirrahmanirrahim, cerita SCMS akan aku lanjut lagi nih. Tapi seperti yang dideskripsi, update nya suka-suka aja ya. Mungkin cepat dan mungkin juga cepat sekali😄

Kuharap kalian tetap setia menunggu. Oke, cekidot.

Happy reading 😊

-----------------------------------------------------------

"Bong ... Bong ... Bongsor!"

Dari awal kesadaranku, sampai aku betul-betul sadar sepenuhnya hanya teriakan itulah yang kudengar. Teriakan Kevin yang terus saja memanggil namaku. Ralat, bukan nama sesungguhnya. Tapi ... ah entahlah. Entah sebutan apa yang pas untuk kata itu. So, tidak perlu dibahas. Ok?

Saat aku membuka mata, yang terpampang di hadapanku adalah wajah kecemasan Kevin. Mulai dari mukanya yang pucat, peluh yang bercucuran serta deru nafas yang tidak beraturan.

"Kepala lu kenapa? Sakit ya?" Kevin bertanya saat menyadari lenganku mengusap lembut kepalaku sendiri. Aku mengangguk perlahan menanggapinya. Karena memang benar, saat ini kepalaku berat dan terasa sedikit berdenyut.

Kevin menggaruk rambutnya frustasi. Setelah itu ia membuang nafas dengan sangat kasar. Sepertinya ia tengah berusaha menahan emosi yang masih bergejolak. "Lu kok bego banget sih? Bisa-bisanya ikut kena serang gini." Umpatnya meluap.

Kali ini aku tidak bisa sekedar mengangguk ataupun menggeleng. Jadi, dengan bersusah payah aku mengeluarkan suaraku untuk menjelaskan. "Tadikan aku megangin kamu. Jadi dia bebas nonjok kamu sampai jatuh." Aku menggeliat mencari posisi nyaman sebelum melanjutkan. "Pas kamu udah jatuh, giliran aku yang dihajar habis-habisan." Jelasku tertatih.

Kevin mendengus. "Itu juga lu bego. Dah jelas gua bertarung, ngapa lu pegang tangan gua?" Aku diam. Untuk berbicara yang penting saja, aku kesusahan. Untuk apa aku paksakan berdebat. "Lu mau bantu dia supaya menang?"

"Bukan, Vin." Selaku cepat. "Maksud aku mau melerai kalian. Tapi aku lupa cari rekan bantuan. Ya gitu deh jadinya."

Kevin kembali mendengus, menggeram dan menggertakkan rahangnya. "Kurang ajar banget tuh orang. Kita harus bikin perhitungan sama dia."

Aku mencoba bangkit untuk duduk, namun gagal. Tubuhku benar-benar lemah sekarang. "Udahlah, gak usah diperpanjang lagi. Anggap aja selesai."

"Gak bisa gitu, Bong. Kita...."

"Vin...." Selaku lagi sambil menggeleng memberi isyarat berhenti. Alhasil Kevin tertunduk dan melenguh pasrah.

"Yaudah, lu minum nih. Lemes banget kayaknya."

"Ana shaum Vin." Aku tersenyum simpul.

Kevin bergumam. "Ya gua tau. Biasanyakan setiap hari Senin dan Kamis gini lu emang seringan puasa." Kevin memberi jeda. "Tapi sekarang, mau gak mau lu harus buka. Batalin puasa lu, daripada berabe."

Mataku sontak terbelalak. "Kamu beneran Kevin? Bukan setan yang menyamarkan?"

Kevin balas memelototiku. Maniknya yang lebih besar dan bulat memberikan kesan tajam. "Maksud lu apaan ngomong gitu?" Sentaknya.

"Abis, bisa-bisanya lu nyuruh gua batalin puasa." Kevin semakin mendelik mendengar ucapanku. Aku tidak peduli, ini momen yang pas untuk pakai 'lu-gua'.

Satu Cinta Menghancurkan SegalanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang