Kesalahan Keempat

6K 506 57
                                    

Forth POV

Aku menatap jam tanganku. Sudah pukul 8 dan tidak ada tanda-tanda dia akan datang. Aku mendesah dan memandang cincin di tanganku.

"Dia akan datang. Dia pasti datang" Ujarku optimis.

Aku menghela nafas panjang dan menyisir rambutku.

Tapi bagaimana jika dia tidak datang?

Aku mengigit bibir bawahku.

Aku tidak pernah percaya pada yang namanya kebetulan. Aku percaya setiap tindakanmu mengarah pada takdirmu sekarang. Tapi semenjak bertemu dengannya, aku percaya bahwa tanpa aku melakukan apapun, tuhan selalu mempertemukan kami. Seperti pertemuan pertama kami, aku tidak pernah bermaksud untuk datang ke acara charity dan menumpahkan minumanku ke bajunya. Begitu juga dengan saat pertemuan kedua kami.

Ayahku memilih tempat itu. Aku bahkan datang terlambat bersama Lam. Aku sampai ke tempat pertemuan pada pukul 7 lewat. Saat itu, aku pikir aku akan menghadapi sekumpulan orang tua yang menyebalkan tetapi ketika aku masuk, ruangan begitu sepi. Hanya ada ibuku yang menatapku tajam di ujung sofa.

"Kamu baru datang sekarang" ujarnya sambil melirik jamnya.

Aku menatap ibuku bingung

"Kemana yang lain?" tanyaku.

Ibuku berdecak kesal dan menatap Lam "Ayah dan Ibumu sudah pulang" lalu dia melirikku "Ayahmu..." ibuku memalingkan wajahnya ke balkon "dia merokok di suatu tempat" ujarnya kesal.

Aku dan lam saling bertatapan. Akhir-akhir ini ayahku berusaha keras untuk berhenti merokok. Dia bahkan membuat larangan merokok di kantor.

"Ada apa?" tanyaku bingung.

"Diana menghilang. Kedua orang tuanya tidak bisa menemukan dia, dimanapun" jawab ibuku. Aku dan Lam saling bertatapan untuk beberapa saat sebelum kami berdua tertawa.

"Dia lebih gila darimu" ujar Lam

"Yeah...cocok untukmu" ujarku sambil mengelap air mataku.

Ibuku menatap kami berdua dan menggeleng

"Jangan senang dulu. Ada atau tidak diana, tidak akan menghalangi ayahmu untuk menjodohkanmu" ujar ibuku sambil menyilangkan kakinya dan membuka tabnya.

Perkataannya membuat tawaku dan Lam berhenti. Aku duduk di sofa dan menatap ibuku.

"Jangan melihatku begitu. Kamu tahu ayahmu. Sekali dia memutuskan sesuatu, tidak akan ada yang bisa mengubah jalan pikirannya" ujar ibuku. Aku mendesah pelan dan berdiri.

"Mau kemana?" tanya ibuku heran ketika aku berjalan ke balkon.

"Bicara dengannya" ujarku santai. Ibuku menatapku sesaat dan berdecak "Good luck" ujarnya sebelum kembali menatap tab ditangannya. Aku hanya bisa memutar bola mataku dan berjalan ke arah balkon. Balkon ruang VIP tersebut mengarah ke private outdoor restaurant. Aku melihat ayahku berdiri di ujung balkon sambil memandang ke gedung-gedung bertingkat didepannya. Aku berjalan mendekat ke arahnya. Dia menatapku sekilas sebelum menghembuskan rokoknya.

"Mau?" tanyanya. Aku menerima rokok di tangannya. Dia menyalakan rokok untukku dan kami merokok untuk beberapa saat. Tanpa bicara apapun.

"Aku tahu apa yang ingin kamu katakan. Tapi jawabannya tetap tidak" ujarnya.

Aku menatapnya sesaat "Pa tidak bisa melakukannya padaku" ujarku.

Dia tertawa "Oh yeah. Aku sudah cukup bersabar padamu selama ini. Aku hanya ingin melihatmu memiliki keluarga dan hidup lebih stabil" ujarnya.

The UnwantedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang