Hari 21 bulan 3 tahun 706 setelah perang suci melawan Maou. Malam itu, ibu tengah mengajariku dasar-dasar dalam menggunakan sihir. Aku sangat senang ketika ibu memberi praktik sihir, hal terindah yang masih aku ingat adalah grimoire miliknya yang memancarkan cahaya hijau tenang.
Aura hijau muda itu seakan begitu lembut di mataku. Sampulnya berwarna hijau, dengan simbol clover berdaun tiga. Menurut penjelasannya, ibu menguasai elemen angin. Ibu mengatakan kepadaku bahwa semua orang memiliki satu elemen, tetapi ada juga orang yang memiliki dua elemen, mereka adalah orang-orang yang langka.
Sedangkan punyaku adalah sebuah grimore dengan sampul emas yang tak kalah indahnya. Di tengah sampul depannya ada simbol berbentuk lingkaran dengan dua buah jarum panjang dan pendek yang berputar ke kanan seakan hidup.
Ibu pernah mengatakan kepadaku, bahwa grimoire ini termasuk langka dan tidak sembarang orang memilikinya. Tetapi, sampai saat ini aku hanya bisa menggunakan elemen api yang terbilang normal.
"Ibu, bagaimana caraku mendapatkan sihir baru?"
"Kau bisa mendapatkan kekuatan baru jika terus belajar dengan tekun, Sayang."
"Benarkah? Kalau begitu, aku ingin giat belajar bersama ibu!"
"Tentu saja."
Ibu tersenyum manis kepadaku. Dia sangat percaya bahwa aku akan menjadi orang kuat suatu saat nanti. Harapannya itu bagaikan sebuah misi abadi, untuk diriku yang begitu menyayanginya.
Namun, meraih semua itu bukanlah perkara mudah. Jika memang hanya dengan belajar saja bisa membuatku kuat, maka aku hanya perlu belajar terus. Sayangnya, itu semua tidaklah benar.
Suara ketukan terdengar dari arah luar, dan ibu segera meninggalkanku untuk mendatanginya. Mungkin saja itu tamu, tetapi siapa yang datang di malam hari?
Tidak butuh waktu lama, ibu kembali ke kamarku. Tentu saja, dengan keringat yang membasahi wajah cantiknya. Rambut hitamnya terlihat dipenuhi dengan cairan merah darah, tetapi itu bukan darahnya.
"Akira! Cepat bersembunyi!"
"Ibu, ada apa?"
"Cepatlah bersembunyi!"
"I-Iya ...."
Aku masuk ke dalam lemari pakaian dan melihat ibu dari celah lemari. Saat itu, dia benar-benar panik. Ibu adalah sosok yang kuat, aku yakin dia akan baik-baik saja. Setidaknya, begitulah yang kuharapkan.
Kami berdua tinggal di hutan yang jauh dari pemukiman karena suatu alasan dari ibu, yang hingga kini membuatku penasaran. Kala itu, ibu menghadapi dua orang pria yang masuk ke dalam kamar dan dapat memojokkannya dengan mudah.
Tetapi, sesuatu yang tak terlihat tiba-tiba muncul entah dari mana, memukul perut ibu dan membuatnya terjatuh ke lantai. Bersamaan dengan itu, sosok asing muncul dan menutup grimoire ibu. Pria itu lalu memaksa ibuku untuk melakukan apa yang dia mau, tetapi ibu enggan dan memberontak sebisanya. Sayangnya ....
Pada saat itu, aku masih kecil dan tidak tahu apa-apa. Ibu memberontak dan menolak pria yang saat itu ternyata hendak memperkosanya. Dia menggerakkan seluruh tubuhnya untuk melawan, tetapi tenaga pria itu lebih besar.
Dia menindih tubuh ibu dan mencoba merobek pakaiannya, sedangkan dua yang lainnya memegangi tangan dan kakinya. Aku tersentak dan tak kuasa melihat perbuatan mereka, tetapi diriku sendiri tidak bisa berbuat banyak.
Mereka bertiga melepaskan pakaiannya masing-masing dan mulai memperkosanya. Ibu yang masih berjuang, mencoba untuk terus memberontak. Tetapi dia tetap tidak bisa melawan kekuatan mereka bertiga.
"Kyaa! Jangan sentuh aku! Pergilah kalian sialan! Kalian suatu saat akan menyesal!"
Ibu berteriak dan menangis sembari menahan kelakuan bejat ketiga orang itu. Di sisi lain, pria yang terlihat paling tertarik dengan ibuku, tak henti-henti memperkosanya dan terus menikmati tubuh ibu untuk waktu yang cukup lama.
"Ah ... tubuh wanita ini benar-benar sangat nikmat. Aku sudah menuggu waktu ini selama tiga tahun. Tidak aku sangka hal ini benar-benar bisa aku rasakan."
"Haha, bukankah kau sudah mengincarnya sejak awal saat masih di kekaisaran?"
"Benar juga. Lagi pula, ayolah, kita bergantian. Aku sudah menunggu dengan sabar sejak tadi."
"Aku belum selesai dengan wanita ini bodoh! Bersabarlah lagi!"
Dia menciumi bibir ibu dengan kasar, meraba payudara dan setiap bagian dari tubuhnya. Aku tak tahan melihat kelakuan mereka semua, tetapi aku tidak sanggup untuk melawan semua sekaligus. Ibu pasti tidak akan membiarkanku melawan mereka. Karena itulah, dia berusaha bertahan sekuat mungkin sampai sekarang.
Pria itu semakin mempercepat gerakannya dan membuat ibu menjerit kecil. Ibu pasti sudah tidak tahan dengan kelakuan mereka, tetapi dia masih mempertaruhkan dirinya untuk bertahan dari rasa malu.
Pria itu akhirnya mencapai batasnya, dan berdiam diri sebelum akhirnya mencium ibu. Dengan air mata yang berhenti menetes, ibu menahan semua penderitaan itu.
"Ah ... akhirnya tiba juga bagianku."
"Hei, aku juga mau!"
Mereka bergantian memperkosa ibuku, memainkannya seperti sebuah mainan yang tidak bisa rusak. Setelah itu, pria pertama yang mengaku tertarik dengan ibu, membunuhnya dengan cara mencekiknya.
"I-Ibu ...."
Aku hanya bisa bergumam serta mencaci maki dari dalam lemari dan melihat semua kekejian yang mereka lakukan kepada ibuku. Tiba-tiba, grimoire-ku yang memancarkan cahaya emas, perlahan mengubah warna auranya menjadi merah gelap. Aku takut bila ketahuan, dan segera menyembunyikannya ke balik punggungku serta melapisinya dengan berbagai pakaian yang ada.
Setelah mereka pergi dari rumah, aku menunggu beberapa saat demi memastikan mereka tidak kembali. Kemudian, aku segera keluar dan menghampiri ibuku. Dia terbaring tak berdaya di kasur, grimoire-nya yang tergeletak di lantai langsung kuambil dan kutaruh di tangannya, berharap keajaiban akan datang meski terlambat.
Namun, harapanku terlampau tinggi. Seseorang yang sudah meninggal, tidak bisa hidup kembali. Grimoire ibu perlahan retak dan tercerai berai di udara. Aku berusaha memungutinya, tetapi itu hal yang sia-sia.
Hingga mendadak grimoire-ku yang masih di lemari terbang dan menghampiriku. "Apa itu? Grimoire siapa itu?" kataku penuh ketakutan. Siapa yang akan menyangka, grimoire emas yang terlihat mewah nan indah, berubah menjadi hitam kelam dan terlihat kotor.
Buku itu membuka halamannya sendiri sembari melayang di dekatku. Aku baru sadar bahwa itu adalah milikku setelah melihat simbol yang ada di sampulnya. Ya, aku sangat mengenal simbol itu. Sebelumnya, kata ibuku itu adalah simbol waktu.
Auranya yang kemerahan semakin menguat dan membuatku sakit mata saat melihatnya. Pada saat itulah, grimoire ibuku yang perlahan masih memudar di udara, diserap masuk ke dalam grimoire milikku, sebelum akhirnya menutup dan terjatuh di sampingku.
"Ibu ... apakah ibu masih bisa mendengarku?"
Aku mencoba membangunkannya. Sayangnya, setelah seseorang meninggal, grimoire mereka juga akan ikut menghilang. Aku hanya dapat pasrah dan menangis sambil memeluknya, menciuminya selama aku masih punya waktu.
Hal yang telah berlalu hingga 10 tahun itu, hingga kini masih memberikan dampak di hatiku. Membuatku tidak bisa percaya ke sembarang orang, meski itu adalah temanku sendiri. Tidak, aku tidak memiliki teman. Hanya ibu ... satu-satunya keluargaku.
Sekarang, aku menatap jauh ke gerbang ibu kota Kerajaan Altherian, Sylpherion. Dari beberapa pedagang yang kutemui, aku mendapat informasi bahwa di sana terdapat sebuah akademi sihir yang terkenal di antara enam kerajaan besar, Akademi Sihir Hyperion.
Di sinilah, tempat aku akan memperdalam kekuatanku, dan membalaskan dendamku kepada pria itu, yang telah beraninya membunuh dan memperkosa ibu tepat di depan mataku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unknowable Grimoire
FantasyDi sebuah dunia di mana kekuatan dihitung dari keindahan sampul Grimoire dan berbagai jenis sihir, Akira, seorang laki-laki pemilik Grimoire hitam lusuh nan mengerikan, seolah bisa hancur kapanpun, mendaftarkan diri ke sebuah akademi sihir di Ibu Ko...