Chapter 04 part 2 - Serangan Mamono

1.2K 128 11
                                    

BAGIAN 4

Kini hari menjelang malam, angin berembus kencang menggetarkan jendela. Awan gelap menutupi langit seperti akan terjadi hujan badai. Akira yang sebelumnya merasakan kesakitan di kepalanya, sekarang dalam kondisi tertidur.

Sebagai seorang guru dari Akira, dan penggemar dari sosok Chrono, Emily menjaganya dengan baik tanpa mengeluh sedikit pun. Setelah pingsan, dia menaruh kepala Akira di pahanya dan membiarkan laki-laki itu beristirahat, wanita itu tidak berpikir sekali pun untuk meninggalkan Akira sendiri di ruangan ini.

"Akira adalah muridku, itu artinya Tuan Chrono juga adalah muridku. Tuan Chrono ...."

Sudah sekitar satu jam lamanya, tetapi Hiriko belum juga kembali. Itu membuat Emily dan Akira berada di dalam ruangan berdua. Selain itu, tidak ada orang lain yang masuk, bahkan seorang pelayan pun tidak ada.

Emily menyentuh wajah Akira dengan lembut, lalu dia menyisir rambut hitam tersebut. Kerongkongan wanita itu terlihat bergerak sesaat seperti menelan sesuatu. Dia lantas menyisir rambut merahnya yang menghalangi penglihatan, kemudian menurunkan kepalanya perlahan menuju wajah Akira.

Semakin dekat dan terus mendekati wajahnya. Entah apa yang telah merasuki Emily, kini wajah wanita itu berada sangat dekat dengan Akira.

"Chrono ... Akira ...."

Dia membuka mulutnya pelan-pelan dan ... sebuah gelombang berdetak keluar dari tubuh Akira. Laki-laki itu tersadar dan bangun dengan tiba-tiba. Bugh! Suara benturan yang keras dapat terdengar.

"Aduh!"

"Auh!"

Akira memegangi keningnya dan merintih kecil. Sedangkan Emily, dia terlihat menutupi mulutnya dan menahan suaranya untuk keluar. Tetapi suara kesakitan bisa terdengar samar-samar.

"Ah?! Maafkan aku, Emily. Aku tidak sengaja."

"T-Tidak apa. Ini juga salahku ... tunggu, seharusnya kau memanggilku 'Bu Emily', 'kan?"

"Eh. Iya. Maaf atas ketidaksopananku."

Akira segera bangun dan menunduk meminta maaf ke arah Emily. Tangan kanan wanita itu menyentuh kepala Akira dan membelainya lembut.

"Tetapi, tidak usah juga sih. Meski aku lebih tua darimu, sebagai ilmuwan jenius, kamu lebih berpengetahuan dari aku. Jadi, saat kita berdua seperti sekarang, tidak perlu merasa formal."

"Benar tidak apa?"

"Um."

Emily menyeka cairan yang keluar dari bibirnya. Cairan merah itu, membuat rasa penasaran Akira tumbuh. Dia ingin memastikan keadaan gurunya dan mendekat.

"Bibirmu berdarah. Biar aku lihat sedalam apa lukanya."

Akira melihat baik-baik dan menyentuh bibir merah milik Emily. Bibir merah cerah itu bercampur warna merah tua yang berasal dari darahnya. Setelah selesai memeriksa lukanya, Akira tersenyum dan menghilangkan rasa khawatirnya.

"Tidak apa, ini tidak terlalu dalam kok. Tadi aku hanya kaget saja."

"Memang ini tidak dalam, tetapi cukup lebar."

Ketika itu, pintu ruangan terbuka dan Hiriko masuk ke dalam dengan tergesa-gesa. Tetapi langkahnya berhenti ketika dia melihat dua sejoli itu terlihat saling mendekatkan wajah. Dia lantas tersenyum kecut dan melangkah pelan.

"Ara, baru ditinggal satu jam, dan kalian sudah berani melakukannya di ruanganku."

Akira berbalik saat mendengar suara Hiriko di belakangnya. Pada waktu bersamaan, wajah Emily pun memerah. Hiriko tersenyum licik saat melihat tangan Akira berada di wajah Emily, terlebih lagi, bibir wanita itu juga mengeluarkan sedikit darah.

Unknowable GrimoireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang