"Hey!" Andrew meremas lembaran kertas invoice yang sudah tidak dipakai untuk dilemparkan pada si bekicot bunting.
Kertas itu jatuh mengenai kepala Fahri, lalu CEO tampan itu mendongak dari layar Ipad dengan wajah malas,"Liand senior, childish-nya nggak ketulungan."
Andrew tidak menanggapi ejekan Fahri, ekspresinya masih sedatar tadi.
"Human Trafficking, jangan jadikan itu sebagai alasanmu memperlakukan Humaira secara tidak normal." Andrew belum puas memperingatkan rekan bisnisnya. Dia merasa, Fahri sudah membelokkan topik pembicaraan dengan menjadikan Human Trafficking sebagai beban pikiran.
"Kamu terlalu membesar-besarkan masalah." Tatapan Fahri kembali beralih pada layar ipad. "Masalah yang sebenarnya justru ada di sini." ujung jarinya mengetuk layar.
"Apa?" Andrew penasaran pada apa yang ditunjuk Fahri di layar Ipadnya.
"Baca sendiri." Fahri mengulurkan ipad pada Andrew.
Beberapa saat suasana dalam ruang rapat hening. Fahri terlihat sedang berpikir. Sedangkan Andrew masih serius membaca sebuah email.
Beberapa detik kemudian, Andrew mendongak dengan tatapan tak percaya, "Yusuf? Anak ketua partai?" tanyanya sembari menunjukkan layar Ipad yang sedang memajang foto seorang anak laki-laki seumuran Keysha.
"Ya. Dia ..." Fahri menjawab dengan dahi berkerut. "Kakak se-ibu dengan Humaira."
"Ketua partai menghamili Fatimah Lena, lalu menjadikannya sebagai 'sapi perah'? Astagfirullah, benar-benar biadab." Andrew membaca ulang email itu sembari mengutuk kesal.
Kalau Andrew saja bisa geram, Fahri sudah pasti lebih dari itu. Darahnya bergolak, ingin membunuh dalang di balik semua carut-marut ini, si ketua partai berengsek yang biadab itu.
"Padahal, waktu di Tv atau sosial media, dia terlihat bijaksana dan kharismatik, tapi ternyata ...." Raut wajah Andrew terlihat muak, menunjukkan bahwa ia semakin membenci dunia perpolitikan. Palsu semuanya. Politik hanya dipenuhi oleh manusia-manusia busuk bertopeng pencitraan.
"Home schooling." Fahri bergumam lirih serupa desisan angin.
"Apa?" Bahkan Andrew tidak mendengar apapun dari mulut Fahri yang sedang komat-kamit.
"Anak-anak harus home schooling semuanya." Fahri mengulang kalimatnya lebih lengkap.
"Apa? Kamu gila! Mereka pasti nggak akan setuju." Andrew menolak keras usulan Fahri.
"Tidak ada pilihan lain. Itu juga demi kebaikan mereka. Setelah kasus ini viral, mereka tidak akan pernah aman berada di luar sana."
"Tapi Keysha dan Ilham hampir lulus. Keysha ketua Osis pula. Aku yakin, dia tidak akan setuju dengan idemu ini."
Fahri terdiam untuk berpikir. Benar kata Andrew. Hanya beberapa bulan lagi Keysha dan Ilham akan lulus dari sekolah umum. Setelah itu mereka menginjak bangku SMP untuk Ilham dan SMA untuk Keysha. Lalu bagi Keysha, posisi ketua Osis yang selalu ia banggakan, apakah adil direnggut begitu saja? Tidak. Fahri tidak tega.
"Baiklah, kecuali Keysha dan Ilham. Mereka tetap menyelesaikan sekolah hingga lulus, dengan dikawal body guard ke manapun mereka pergi, termasuk di dalam kelas, bahkan di kamar mandi."
"Di kamar mandi?!" protes Andrew tidak terima.
"Kita carikan body guard perempuan untuk Keysha, kalau perlu masing-masing anak kita beri dua body guard. Dan masing-masing rumah kita sewa lima body guard. Semua sistem keamanan harus lebih diperketat lagi."

KAMU SEDANG MEMBACA
Humaira, A Girl With The Blue Eyes
RomanceAnak perempuan yatim bermata biru yang ingin menemukan cinta sejati. *** Humaira diadopsi oleh keluarga Fahri. Sejak kecil ia merasa bahwa Papa angkatnya adalah seorang pahlawan yang siap melindunginya dari segala ancaman bahaya. Lambat laun perasaa...