Puberty

11.4K 1.1K 243
                                    

Beberapa bulan terakhir ini Humaira semakin merasa tidak nyaman berada di dalam rumah. Selain karena ruang privasinya dalam kamar semakin terjajah oleh Keysha, juga karena dia semakin gerah melihat papanya dijajah oleh wanita bernama Maria itu.

Seperti siang ini ketika Keysha belum pulang dari sekolah, Humaira terpaksa melihat kembali kemesraan kedua orang tua angkatnya itu di ruang makan. Dia yang kala itu sedang duduk membaca buku novel di sofa santai sambil memakan puding, harus mendengar pembicaraan mereka yang membuat kupingnya panas.

"Kamu siap-siap. Sebentar lagi kita berangkat," ucap Fahri menatap wajah Maria sembari membelai lembut pipinya.

"Mau ke mana?" tanya Maria menyendokkan nasi ayam teriyaki buatannya untuk disuapkan ke mulut Fahri. Mereka memang sengaja makan sepiring berdua agar lebih romantis. Fahri yang meminta begitu.

"Menemaniku ke Surabaya. Rekanan dari pabrik semen menjamuku di hotel Shangri-la. Dan biasanya mereka menyediakan wanita penghibur untuk memberi pelayanan pada kami," jawab Fahri usai nengunyah dan menelan nasi ayam teriyaki buatan isterinya.

Maria urung menyendokkan nasi. Matanya membulat mendengar jawaban Fahri.

"Wanita penghibur? Beneran? Kamu sering dijamu sama mereka?" tanyanya beruntun, wajahnya berubah pias membayangkan suaminya dihibur oleh wanita penjaja kelamin di dalam kamar hotel.

Fahri mengangguk.

Maria hampir saja tersedak karena tak percaya dengan jawaban Fahri yang membenarkan pertanyaannya.

"Terus?" Dia meletakkan sendok di atas piring untuk memusatkan perhatian pada pembicaraan mereka.

"Terus apa?" tanya Fahri menahan senyuman, mulai menyukai reaksi isterinya yang sudah bisa ia prediksi sebelumnya.

"Fahri, aku serius! Kamu beneran mau disuguhi wanita penghibur?" Sebaliknya, Maria mulai kesal dengan sikap Fahri yang terkesan mempermainkan perasaan cemasnya.

"Menurutmu?" tanya Fahri masih menggoda Maria. Tangannya terulur ke arah piring untuk mengambil sendok dan menyuapkan nasi sendiri ke dalam mulutnya. Dia masih belum kenyang, butuh banyak makan. Apalagi setelah melakukan beberapa kali keintiman bersama isterinya tadi pagi. Dan dia baru tahu kalau masakan Maria sangat cocok di lidahnya.

"Ya nggak tahu, makanya aku nanya," balas Maria dengan wajah serius, mulai kehilangan kesabaran dengan sikap santai suaminya.

"Pernah. Hanya sekali," jawab Fahri datar masih melanjutkan makan sendiri, seolah tak mempedulikan isterinya yang sedang terbakar api cemburu.

"Hanya sekali? Terus kamu ngapain aja sama wanita penghibur itu? Sampai main?" Maria semakin memberondong suaminya dengan pertanyaan, sampai Fahri hampir menyemburkan nasi ayam teriyaki dari mulutnya karena melihat reaksi lucu isterinya ini.

Fahri mengambil segelas air di hadapannya untuk diteguk karena sedikit tersedak nasi ayam teriyaki.

Maria mengawasi gerak-gerik suaminya dengan geram, menunggu dengan sangat tidak sabar jawaban yang akan diberikan pria yang sudah membuatnya terbakar api cemburu itu.

"Awalnya aku tidak tahu kebiasaan mereka dalam menjamu tamu seperti itu, jadi aku tidur di dalam kamar hotel seperti biasa," ucap Fahri setelah meletakkan kembali gelas di atas meja makan. Maria mendengarkan penjelasan suaminya dengan penuh seksama.

"Tapi kemudian ada tamu mengetuk pintu tengah malam. Aku pikir cleaning service atau petugas hotel. Waktu kuintip melalui loophole, seorang bell boy datang. Setelah kubuka, bell boy itu masuk bersama wanita berpakaian minim. Dia bersikap genit padaku. Tapi segera kuusir dari kamar hotel. Kupikir setelah mengadukan hal itu pada rekanan, mereka nggak akan memberiku suguhan murahan semacam itu lagi. Tapi ternyata mereka tetap menyuguhkan perempuan murahan setiap kali kami mengadakan kunjungan kerja."

Humaira, A Girl With The Blue EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang