"Baba! Baba! Menga yordam ber!" (Papa, papa, tolong aku!)
Fatimah Lena berteriak di atas dipan kayu beralaskan kasur kapuk. Perempuan Uzbekistan bermata biru itu sedang melahirkan anak ketiganya di sebuah ruangan pengap nan kotor, ruangan yang sama sekali tidak layak dihuni apalagi dijadikan tempat melahirkan.Lena mengejan sekuat tenaga, dibantu petugas medis abal-abal yang terus mendorong perutnya agar bayi dalam rahimnya cepat keluar.
Selama tiga tahun ini Lena dipaksa melayani pria-pria hidung belang. Kemudian dia harus mengandung dan melahirkan tanpa jeda setiap tahun. Bayi yang baru dilahirkan, dibawa entah ke mana oleh orang-orang sindikat. Bahkan Lena tidak sempat melihat wajah-wajah bayi-bayinya.
"Ayo cepat keluarkan bayimu! Kami tidak punya waktu. Sebentar lagi bayimu akan dijual pada bangsawan kaya raya!" bentak seorang wanita setengah baya dengan dandanan tidak sesuai dengan usianya, terlalu menor.
"Xudo! Juda kasal! Aarrgh!" (Ya Tuhan, sakit sekali!)
Lena terus mengerang kesakitan dan meracau dalam bahasa Uzbek. Dia tidak paham apa yang tadi diucapkan wanita berpakaian eksentrik itu. Begitu pula wanita itu juga tidak tahu apa yang diteriakkan Lena.
Setelah berjuang mengejan hampir satu jam, Lena berhasil mengeluarkan seorang bayi. Jerit tangisannya dibarengi dengan suara tembakan dan keramaian yang terdengar dari luar kamar, menimbulkan kepanikan yang mendadak.
Masih belum bersih dari darah, Lena dibopong oleh petugas medis laki-laki untuk melarikan diri ke pintu rahasia. Sedangkan bayi yang baru lahir itu ditinggalkan begitu saja di dalam ruangan terkutuk itu bersama dengan ari-ari yang belum sempat dipotong.
"Kejar mereka!" teriak seorang petugas kepolisian setelah mendobrak pintu kamar dan mendapati sekelompok sindikat kabur membawa Lena.
Mendengar suara jerit tangis, petugas kepolisian menghampiri bayi perempuan yang masih bersimbah darah. Dengan sigap petugas kepolisian itu mencari kain untuk menutupi tubuh mungil sang bayi. Untungnya ada beberapa handuk bersih tersusun rapi di atas dipan tak jauh dari tempatnya berdiri. Segera ia bungkus bayi mungil itu untuk didekap erat agar tidak kedinginan.
Setelah beberapa saat didekap, bayi perempuan itu merasa nyaman kemudian berangsur-angsur meredakan tangisannya. Kedua mata yang tadinya terpejam rapat, kini mengerjap beberapa kali dan mulai terbuka. Petugas kepolisian takjub melihat mata biru si bayi mungil yang sangat cantik.
"Tuan, para pelaku telah melarikan diri," lapor petugas polisi lain yang tadi mengejar Lena.
"Sial!" Petugas polisi mengumpat kesal, anak buahnya kalah cepat dengan gerombolan sindikat itu.
"Kita membawa ahli-ahli lain beserta bayi ini kat ibu pejabat! Cepat! (kita bawa anggota yang lain dan bayi ini ke markas besar)" perintahnya tegas.
"Bersedia, lakukan! (Siap, laksanakan!)"
****
"Fatimah Lena, 20 tahun, Warga Negara Indonesia. Dari Lowokwaru, Malang?" Pak Ali membaca sebuah kartu identitas yang sedang dipegangnya.
"Wajah bule seperti ini WNI?" tanyanya mendengkus pada Bapak Dubes RI Malaysia yang sedang duduk di hadapannya.
"Tidak masuk akal memang." Bapak Rusdi menghela napas. Kedua tangannya terkepal di atas meja. "Kami juga sedang menyelidiki asal-usul wanita ini. Citra Indonesia terlanjur buruk di hadapan pemerintahan Malaysia. Buruh ilegal TKI sudah terlalu banyak di sini. Jika ada satu saja identitas buruh imigran berasal dari Indonesia, seketika mereka menyalahkan kita. Meskipun tampilan buruh imigran tersebut sangat jauh dari ciri fisik orang Indonesia."
![](https://img.wattpad.com/cover/159537728-288-k587423.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Humaira, A Girl With The Blue Eyes
RomanceAnak perempuan yatim bermata biru yang ingin menemukan cinta sejati. *** Humaira diadopsi oleh keluarga Fahri. Sejak kecil ia merasa bahwa Papa angkatnya adalah seorang pahlawan yang siap melindunginya dari segala ancaman bahaya. Lambat laun perasaa...