Tragedy

10.7K 946 373
                                    

"Sebenarnya, pengeluaran setiap bulan dengan keterangan nggak jelas ini kamu pakai untuk apa?" tanya Andrew pada Fahri dengan wajah sangat serius.

Fahri tidak menjawab. Kepalanya tertunduk dalam, tidak berani menatap atau pun menjawab pertanyaan rekan bisnisnya. Entah sejak kapan dia jadi pengecut seperti ini.

"Kalau kamu nggak mau merundingkan masalah ini denganku, nggak usah menunggu lama, perusahaan kita pasti akan hancur." Andrew meremas kertas hasil laporan keuangan perusahaan yang akhir-akhir ini terus mengalami penurunan.

"Perusahaan kita sudah kalah saing dengan perusahaan sialan itu, dan sekarang kamu tambah beban dengan pengeluaran nggak jelas begini. Apa maksudmu?"

Fahri tetap bergeming.

"Seriously, kamu ingin menghancurkan perusahaan kita atau bagaimana?" tanya Andrew mulai hilang kesabaran, tetapi kemudian terdiam untuk berpikir. "Jangan-jangan, kamu punya selingkuhan dan uang itu kamu pakai untuk berselingkuh?"

Fahri menggeleng cepat, menyanggah tuduhan itu. "Aku bukan tipe orang ngawur seperti itu," jawabnya dengan suara kaku.

"Bagus, akhirnya mau buka suara juga kamu. Aku pikir, sudah jadi bisu," sindir Andrew kejam.

"Kalau bukan untuk berselingkuh, lalu kamu pakai untuk apa?" Andrew kembali membuka kertas laporan keungan yang tadi diremas dan mulai menelitinya satu per satu. "Setiap bulan kamu mengambil uang lima juta dari perusahaan. Untuk apa? Tes kesuburan?"

Fahri mendongak, sekali lagi menyanggah tuduhan Andrew. "Aku pakai uang pribadi untuk tes kesuburan. Bukan uang perusahaan."

"Terus kamu pakai untuk apa?!" seru Andrew emosi. Dia sudah sangat kesal menghadapi tingkah Fahri yang acuh tak acuh. Padahal kondisi keuangan perusahaan mereka sedang berada di ujung tanduk.

Papa angkat Humaira itu mendesah panjang, menyandarkan punggung pada kursi dan mulai memijat pangkal hidungnya. Percuma saja menghindari Andrew. Rekan bisnisnya ini pasti akan terus mengejar sampai mendapatkan jawaban, karena memang apa yang dilakukannya ini salah, sudah menambah beban perusahaan padahal kondisi keuangan sedang tidak stabil.

"Aku diperas oleh wartawan yang dulu kusuruh menyelidiki kasus Fatimah Lena dan skandal Human Trafficking ketua partai." Pada akhirnya Fahri mau berkata jujur.

"Diperas bagaimana maksudmu?" Dahi Andrew mengernyit.

"Dia mengancamku akan memblow-up kasus Humaira dan Fatimah Lena ke majalah Time."

"Bukankah itu bagus? Kenapa kamu malah menyuapnya agar tidak memblow-up kasus itu?" Andrew tak mengerti. Kasus Human Trafficking ini terlalu rumit baginya.

"Aku tidak punya backing yang kuat. Polisi, TNI, kalangan militer, atau apa lah itu lebih takut pada ketua partai. Kalau wartawan itu nekat memblow-up kasus Humaira, sudah pasti nyawa kita tidak akan selamat," jelas Fahri melepas jemarinya dari batang hidung.

Andrew yang tadinya emosi, kini ikut merasa cemas. "Itu sebabnya kamu menyuap wartawan itu memakai uang perusahaan?"

Fahri mengangguk.

Andrew mengembuskan napas gelisah. "Lalu, bagaimana nasib tiga ratus karyawan perusahaan kalau keuangan kita minus terus setiap bulannya? Hutang kita sudah terlalu banyak, Fahri. Semua aset kita juga sudah dijadikan jaminan. Mau bayar pakai apa lagi?"

Fahri kembali memijat kening dan batang hidungnya untuk mengusir pening. Dia juga belum menemukan solusi yang tepat sampai sekarang. Kalau Andrew bertanya padanya, lalu dia harus bertanya pada siapa?

Humaira, A Girl With The Blue EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang