..
Sekarang dia sendiri, menatap hamparan dedaunan yang jatuh diatas tanah basah juga rerintikan air yang menetes dari langit dan menemani kebingungan hatinya. Satu tarikan nafas saja tidak cukup untuk meyakinkan keputusan nya, sekelebat bayangan seseorang yang pernah menyelamatkan hidupnya dan itu memberikannya sebuah pilihan yang sulit.
"Yula?" matanya terbuka lebar dan menatap langit-langit putih. Tangan halus seseorang menyentuh wajahnya yang basah karena keringat.
"Yula, lo udah bangun, Alhamdulillah ya allah.." Yula menatap sahabatnya yang kini memeluknya erat, masih dengan ekspresi bingung Yula menyentuh tangan Uul dengan tatapan meminta penjelasan.
"Lo pingsan La, lo tiba-tiba aja drop,"
"Drop?" Uul mengangguk, dia membantu Yula untuk duduk dan bersandar di kepala ranjang. Tangan Uul dengan cekatan mengambil air minum yang sudah berada di atas nakas meja, memberikannya pada sahabatnya itu.
"Apa yang terjadi Ul?"
"Sebenarnya ada apa sih antara lo sama Pak Rey?" Yula mengernyitkan dahinya dengan tak suka.
"Maksudnya?"
"La, lo ingetkan waktu lo ngomong sayang sama Pak Rey, dan lo ingetkan saat Pak Rey meluk lo. Pak Rey bilang cinta sama Lo." perlahan kepalanya menunduk dan mengangguk.
"Gue tanya sama lo sebagai sahabat lo, sebenarnya lo jujur nggak sih bener-bener sayang sama Pak Rey?" mata Uul nampak menatap serius kearah Yula.
"Gue nggak tauk, Ul."
"Itu bukan jawaban La,"
"Terus. Yang nganterin gue ke sini siapa?"
"Siapa lagi yang kuat angkat lo selain Pak Rey," Uul mengitari ranjang dan membuka laci, mengambil sesuatu dan tanpa banyak bicara memberikannya pada Yula.
"Ini apa?"
"Itu amplop La,"
"Uul, gue tauk kalau ini amplop tapi dari siapa dan isinya apaan?" Uul berdecak pelan lalu membalikkan amplop tersebut hingga sebuah tulisan terpampang jelas disana.
"Ini terjadi secara bersamaan La, Oustin kembali dan lo dengan penuh bahagia meluk dia ... didepan Pak Rey." Uul menarik nafasnya lalu kembali melanjutkan ucapannya.
"Gue, Kasih, Kin, dan Lui. Kita berempat nggak bisa ikut campur lebih jauh La, saat Pak Rey minta lo untuk milih salah satu diantara mereka."
"Gue udah jawab?" Uul menggelengkan kepalanya sembari menunjuk amplop itu.
"Itu surat dari Pak Rey,"
"Tapi kenapa?"
"Gue nggak tauk, sebaiknya lo buka aja dan lo harus terima apapun yang ada didalam amplop itu. Jujur La, gue lebih bahagia saat lo sama Pak Rey ketimbang sama Oustin yang udah nyakitin lo, gue harap lo masih inget." mata Yula berkaca-kaca, dia beringsut memeluk tubuh Uul dan meyakinkan hatinya.
"Yaudah, gue mau ngabarin yang lain. Mereka di kantin, lo diem disini dan jangan kemana-mana." ucap Uul secara perintah, Yula tersenyum manis dan mengangguk. Setelah Uul berlalu pergi, tangannya perlahan membuka amplop tersebut.
"Rey.."
Airmata nya menetes sangat deras, dengan gerakan cepat dia turun dari ranjang dan segera berlari keluar dari ruangan yang penuh dengan bau obat-obatan itu.
"Rey!?" matanya mengelilingi sepanjang koridor dan tidak menemukan apapun.
"Rey!"
"Hei, sayang." tubuhnya berbalik arah menatap sesosok pria yang selalu mengitari mimpinya. Tanpa menunggu lama Yula dengan segera mendekati Rey lalu memeluknya erat seakan takut terlepas.
"Jahat! Rey jahat!" Rey nampak mengulum senyumnya, mengelus kepala Yula yang berada didalam dada bidangnya.
"Aku nggak jahat, sayang."
"Lo mau pergi kemana?"
"Lo? Sayang, aku sudah bilang sama kamu jangan panggil lo-gue lagi." mata Rey menatap dingin kearah mata Yula yang menatapnya dengan bibir cemberut.
"Maaf. Aku nggak ulangin lagi."
"Kamu mau pergi kemana?"
"Nggak kemana-mana sayang,"
"Tapi, disurat kamu bilang mau pergi.." Rey terkekeh pelan dengan mencubit ujung hidung kekasihnya. Oh bolehkah, sekarang.
"Aku nggak ada tuh nulis surat,"
"Hah! Tapi, tapi itu surat dari kamu, kata Uul ... Uul--" Yula menggeram dalam hati saat tahu bahwa itu ternyata jebakan untuknya. Benar-benar sahabat yang durhaka.
Kepalanya tertunduk kebawah, memainkan ujung bajunya dengan wajah yang pias.
"Oustin."
"Rey!" Rey terkejut karena teriakan Yula yang tepat didepan wajahnya, tangan Yula bertengger di kedua bahu Rey.
"Jangan sebut nama orang gila itu lagi, aku benci!" Rey tersenyum kecil sembari membawa Yula kedalam pelukannya. Rey sudah tahu masa lalu Yula yang pernah ia lewatkan dalam beberapa tahun ini. Sungguh, hatinya benar-benar sakit saat kekasihnya yang sangat dia cintai hampir dilecehkan oleh Oustin, mantan kekasih Yula.
"Dengerin aku dulu sayang,"
"Oustin dirumah sakit, dia dirawat diruangan Tulip, dua kamar setelah kamar rawatmu."
"Kok dia bisa masuk rumah sakit?"
"Aku memukulnya."
"Apa? Rey! sinih aku lihat, apa tampan-ku ini terluka.." dengan perlahan Yula memutar-mutar tubuh Rey dan mengamati wajah pria itu. Hal itu tentu saja mengundang tawa Rey, pria itu menarik Yula kembali ke dalam pelukannya dan menciumi kepala kekasihnya itu.
"Aku bilang, aku yang memukulnya bukan kami bertarung sayang."
"Ck, tetap saja tauk." Yula memalingkan wajahnya kesamping.
"אני אוהב אותך"
"Apa? Kamu mengatakan apa, Rey." Rey tertawa dan sedikit menjauh dari Yula yang sudah nampak seperti singa marah.
"Te amo mi querida."
"Rey!"
..
YESSS, BENERAN BISA DOBEL😆😆😆
SUKSES ASEKK YAAA, SEMOGA PART INI EGGAK BIKIN KECEWA DAN RINDU BERAT😂😂😂
BYE BYE DI HARI KAMISE..
KAMU SEDANG MEMBACA
WITH LOVEYOU #Siregar-2- [COMPLETED]√
Teen FictionWARNING⚠ PLAGIAT🚫 ''Hai.. Aku Rey Aan Siregar, kalian bisa memanggilku Rey. Kalau kalian membaca nama belakangku itu artinya kalian tahu siapa ayah dan ibuku. Yap! Mereka pasangan yang tak terduga dalam nama cinta atau kalian bisa bertemu mereka di...