5

3.4K 506 28
                                    

9/11/18

.

.

Buatku, sudah menjadi hal yang biasa melihat Taeyong didekati oleh banyak gadis. Bahkan dulu aku disuguhi oleh pemandangan dimana Taeyong digodahi seorang gadis di depanku.

Tapi, mengingat di sebelahku ada David. Aku pun langsung bersuara memanggil nama Taeyong.

"Taeyong?"

Raut wajah Taeyong terlihat terkejut begitu menyadari keberadaanku dan David. Sedangkan si pelaku yang 5 detik yang lalu menggoda Taeyong sudah pergi entah kemana.

"Dad!" David langsing berlari sambil tersenyum lebar ke arah Taeyong.

Aku tersenyum dan menyusul David dari belakang. Sedangkan Taeyong menggendong David. Mata David tidak berhenti memandang kagum. Taeyong yang menyadari itu tersenyum.

"Kejutan lagi?" Ucap Taeyong.

"Kalau kau menganggapnya begitu." Aku mengelus rambut David.

"Mungkin kau lapar." Aku mengangkat tangannya yang membawa tas berisi bekal untuk Taeyong dan David.

"Ahh babe, you know me so well." Taeyong mencubit kecil hidungku.

"Nah jagoan, mau ke ruangan Dad?" Tanya Taeyong.

David yang sedaritadi menatap kagum langsung terfokus pada Taeyong. David mengangguk semangat. "Mau!" Seru David semangat.

Memperhatikan kedua orang di depanku tidak bisa membuat aku tidak tersenyum.

"Eh? Yn?"

Aku menoleh dan menemukan Yuta yang sepertinya baru habis dari toilet. Saat Yuta berada di depanku, aku sedikit merapikan kerak jasnya yang terlihat berantakan. Yuta hanya cengengsan.

"Thanks, yn."

"Wah, paman Yuta!" Mata David kembali berbinar binar.

"Hello little Taeyong!" Yuta tersenyum. "I think David is more handsome than you, Prince Ice." Ejek Yuta.

"Shut up." Taeyong mendengus.

"Dad! Dad! Ayo ke ruangan dad!"

Taeyong tersentak lalu mengangguk. Yuta beralih menggendong David dan saling bercanda dengan David. Sedangkan aku dan Taeyong mengikuti mereka berdua dari belakang.

"Tadi itu.."

Taeyong menoleh cepat ke arahku. "Apa?"

Aku tersenyum kikuk. "Tidak. Tidak jadi."

Taeyong tiba tiba berhenti. Aku mengerjap dan memandang punggung Yuta yang menghilang di balik tembok.

"Tunggu. Kalau kau ingin marah karena kejadian tadi, aku bisa jelaskan." Ucap Taeyong, raut wajah seriusnya sedikit membuatku takut.

"Si bitchy- eh maksudku gadis itu adalah salah satu model klienku. Dan, mungkin karena aku tampan, dia ingin menggodaku. Seperti tadi." Ucap Taeyong yang mengandung unsur percaya diri.

Ya meskipun ucapannya itu benar adanya.

Aku mengangguk angguk paham. "Tidak apa. Aku sudah terbiasa melihatmu digoda gadis lain." Aku tersenyum. "Aku tahu kau tidak akan pergi."

Taeyong membalas senyumanku. Tangannya memeluk pinggangku erat dan kami mulai berjalan beriringan menuju ke lift.

Yup. I know that he will not leaving.

.tryagain.

Aku berdiri menghadap jendela besar di ruangan Taeyong yang menghadap langsung dengan keramaian kota. Di tanganku terdapat segelas minuman air biasa.

"Apa yang kau pikirkan?"

Aku tersentak begitu suara Yuta tiba tiba terdengar di sampingku. Aku tersenyum padanya sebelum kembali memandang ke arah luar jendela.

"Tidak ada." Aku menghela nafas. "Mungkin."

Aku menatap sekilas ke belakang di mana Taeyong sedang memangku David sambil menonton sesuatu di laptopnya. Setelah itu aku menatap Yuta.

"Aku merasa takut jika meninggalkan Taeyong sendirian di sini. Karena itu aku selalu datang kemari." Aku mulai menjelaskan.

"Takut kenapa?" Tanya Yuta bingung.

"Entahlah.. mungkin hanya sekedar rasa takut." Aku meminum sedikit air di dalam gelas lalu kembali menghela nafas.

"Berhenti menghela nafas. Kau terdengar seperti punya banyak beban." Ucap Yuta sedikit mengejek.

"Kau bisa cerita. Aku akan mendengarkan." Ucap Yuta sambil tersenyum.

Aku menunduk dan sedikit mencengkram gelas yang aku pegang. "Taeyong bilang dia akan ke Jeju." Ucapku dengan suara pelan.

"Terakhir kali dia meninggalkanku, sesuatu terjadi. Dan aku tidak mau mengalami itu lagi."

Aku mendongak saat merasakan elusan di kepalaku. Yuta tersenyum menenangkan. "Itu dulu, yn."

"Tapi-"

"Itu hanya masa lalu." Ucap Yuta menegaskan. "Jangan terlalu memikirkan sesuatu yang membebani pikiranmu."

Aku mengangguk pelan. Aku menghampiri Taeyong dan David lalu duduk di sebelah mereka. Aku menyandarkan kepalaku di bahu Taeyong sambil mengamati kegiatan mereka di laptop.

"Aku mau mengecek di bawa." Ucap Yuta lalu keluar dari ruangan.

"AAAHH DAD MONSTERNYA!"

"Tenang, Dav!"

"AAAAHH ORANGNYA MATI!"

Aku menahan tawa melihat Taeyong yang kewalahan menangani David yang mulai heboh tak karuan. Apalagi David duduk di pangkuannya. Susahnya jadi berkali lipat. Untung saja aku tahu Taeyong punya kesabaran yang melebihi tebal novel Harry Potter.

"Sudah ya, Dav. Dad sudah lelah." Ucap Taeyong bersandar di bahuku.

David cemberut. "Ya dad payah."

Taeyong menyerit. "Siapa yang mengajari David mengatakan itu?" Tanya Taeyong bingung.

Aku mengangkat kening tidak peduli. "Mungkin Jeno?"

Taeyong berdecak. "Anak itu."

Kali ini Taeyong membiarkan David bermain sendiri di laptopnya. Dengan alasan supaya bisa bermanja manja padaku. Ya kapan lagi kami bisa seperti ini.

"Taeyong?"

Taeyong bergunam. Aku menghela nafas. "Aku rindu ayah.."

Taeyong tidak membalas ucapanku sedangkan aku tidak mengucapkan apa apa lagi.

Tentu saja aku merindukan ayah. Sudah 12 tahun aku berpisah dengan ayah. Aku benar benar ingin bertemu dengannya meskipun hanya sekali. Dalam mimpi pun aku rela.

"Mau ke makamnya?"

Aku mengerjap. "Kau tidak sibuk?"

Taeyong menggeleng lalu tersenyum. "Aku tidak mau kau pergi sendirian."

.

.

unpub jangan?🙃

[2] try again ; taeyong✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang