Dua Puluh Empat -Reynand-

33.5K 3.2K 167
                                    

Typo i'm sorry, gak sempet edit langsung up 🙏

Heppi reading.

***

Membawa Namira ke sebuah resto dekat rumah sakit terlebih dahulu sebelum pulang, butuh asupan energi untuk menghadapi Mommy dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan di bombardir kepadaku. Sedangkan aku tidak sempat mengisi perut dengan makan siang begitupun Namira karena kami telat datang ke rumah sakit yang di sebabkan kedatangan adikku yang mendadak.

Menyetel mode vibrate namun tetap saja aku terganggu dengan layar ponsel tidak berhenti berkedip dan menampilkan nama Mommy sebagai si pemanggil. Mommy tidak akan menyerah sampai aku mengangkat panggilannya, dia bahkan tidak membiarkanku yang baru akan memasukan suapan pertama.

Aku memilih untuk tetap membiarkan, bukan bermaksud untuk bersikap dengan tidak sopan dan mengabaikan Mommy, tapi bicara lewat telepon yang mana ku tahu ini pembicaraan serius, Mommy jelas harus menungguku. Toh kita akan bicara nanti setelah aku sampai disana.

Air terasa masuk kedalam hidungku ketika aku tersedak minuman ku sendiri saat melihat pesan yang baru di kirim Reni. Dia memberitahu jika Mommy ada di Apartement. Mommy termasuk dalam golongan seorang ibu yang sangat minim kesabarannya dan diam menunggu penjelasan ketika mandengar sebuah berita dari salah satu anaknya. Aku tidak tahu apa yang di katakan Reni, yah pasti adikku itu yang telah membuat Mommy tiba-tiba sangat sibuk menghubungiku.

Kuangkat kepala sedikit hanya untuk melirik Namira yang sedang menghabiskan makanannya, lalu kembali pada ponsel yang ku pegang di bawah meja.

Aku menarik napas dalam, tidak menduga jika Mommy akan mengetahui semuanya lebih dini. Tentu tidak ada jiat untuk menutupi dari keluargaku sendiri, tapi saat ini bukan waktu yang tepat bagi Mommy atau siapapun dari keluargaku untuk mengetahuinya. Mengantongi ponsel ke dalam saku, aku melihat Namira.

"Sudah?" Kataku padanya yang baru meletakan gelas minumannya yang kosong di atas meja, ia mengangguk. "Kita pulang sekarang."

"Ke kontrakan kan pak?" Tanyanya berupa mengingatkan.

"Ke Apartement." Wajahnya seketika mengerut.

"Bukannya tadi bapak bilang mau antar saya ke kontrakan?" Aku menggeleng, Mommy bukan orang yang sabar untuk menunggu sesuatu yang membuatnya sangat penasaran, apalagi tentang anaknya. Aku mengeluh dalam hati tentang Reni yang tidak bisa memegang kepercayaan kakaknya sendiri. Jadi aku harus menunda mengantar Namira hari ini untuk mengambil barang-barangnya. Panggilan Mommy yang tidak ku angkat membuatnya kesal. Reni yang memberitahu lewat pesan selanjutnya.

"Kita ke kontrakan lain kali." Kataku kemudian memanggil pramusaji untuk membawakan bill.

"Saya mau pergi ke kontrakan sendiri." Jari-jariku berhenti pada pinggiran dompet, meliriknya yang menunduk ketika berbicara, setelah memberi tiga lebar uang pecahan seratus ribu pada lelaki yang kemudian pergi setelah menerima bill itu lagi. "Saya butuh berganti pakaian pak." Katanya lebih pelan. Aku bangkit berdiri membuatnya mendongak.

"Ayo." Ku dengar hembusan napas kasar darinya. Kami keluar dari Resto, berjalan ke arah mobil yang ku parkirkan di area tempat parkir depan Resto tersebut. Aku masuk lebih dulu dan menunggu Namira yang tidak juga membuka pintu penumpang, aku keluar untuk memeriksanya dan wanita bergeming beberapa langkah samping mobil depan dan melihatku yang keluar.

"Kenapa tidak masuk?"

"Bapak duluan aja, saya bisa mencegat taxi di jalan." Aku memberikan tatapn tajam dan wajah Namira segera teralih ke samping. Decakan kesal ku keluar begitu saja sebelum kembali bersuara.

Belahan Jiwa (Sudah Jadi Buku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang