Tiga Puluh Satu

35.3K 4.2K 388
                                    

Menunggu tidak harus selalu membosankan jika itu menyangkut pekerjaan, bagiku mungkin. Tapi menunggu waktu dan tidak melakukan apapun lah yang membuat bosan menjadi sangat mengerikan, anggap aku berlebihan tapi memang tidak ada yang lebih melelahkan hanya menunggu matahari tenggelam di barat dengan duduk di sofa yang warna birunya sedikit banyak memudar dan pinggir sikunya robek-robek.

Sejak menjadi pengangguran, rutinitas yang ku lakukan berubah total. Bangun pagi hanya untuk mencuci gigi dan muka, setelahnya membuat sarapan kemudian membersihkan kontrakan lalu membersihkan diri sendiri. Apalagi sejak Mitha sudah tidak lagi tinggal disini membuatku menjadi penghuni satu-satunya rumah ini, waktu berlalu dengan sangat lambat.

Satu pesan masuk ketika aku baru selesai mengepel seluruh lantai dan berhenti di dapur dengan memegangi pinggang karena pegal. Otot-otot bibirku berkedut, nyaris melebar ke samping begitu melihat nama yang mengirim pesan. Dari waktu yang serasa membosankan, kedatangan pak Rey di saat pagi atau malam setelah lelaki itu pulang kerja menjadi hal yang ku tunggu kedatangannya. Dan baru saja dia memberitahu tidak akan datang, dan kurasakan jika bibirku menukik ke bawah, aku melihat jam di ponsel pukul delapan lewat lima menit. 

Ada pesan lain dalam pesannya, pak Rey bilang jika hari ini sepulang dari Hotel -karena ini hari jum'at. Katanya dia akan membawaku ke suatu tempat, keningku mengerut sembari meneruskan membaca pesan, ada sesuatu yang akan di berikannya padaku.

"Apa ya?" Bertanya pada diri sendiri, pak Rey membuatku sangat penasaran. Sayangnya dia tidak memberitahu ataupun memberi clue apa kiranya sesuatu itu, dan merahasiakan tempatnya. Hanya membalas jika ia akan menjemputku tepat jam tujuh malam nanti.

Menyimpan ponsel di meja kecil yang berada di pinggir dapur dekat toilet, masuk ke kamar mandi dengan hati yang umm, bisa ku sebut berbunga-bunga?

Apapun itu, yang pasti aku merasa bahagia, juga penasaran.

Baiklah, sambil menunggu rasanya tidak masalah jika aku menghabiskan waktu di luar, untuk sekedar melemaskan kaki yang kurasa kini sedikit membengkak, juga mencari udara segar sebelum menunggu pak Rey di ruang tengah kontrakan. 

Setelah siap dan mobil online yang ku pesan datang, dan supirnya menkonfirmasi tempat tujuanku. Sebelumny aku sudah tau ingin kemana, memikirkan tempat mana yang bagus dan sejuk untuk ibu hamil berjalan-jalan di tengah hari. Dan meskipun tidak bosan melihat laut, tapi hari ini sedang tidak ingin mencium bau laut. Sampai gulungan es krim yang di tumpuk dalam satu mangkuk sedang dengan taburan kacang hitam yang melumer ke samping dan sedikit susu coklat kental melintas di pikiranku. Kudapan dingin yang terakhir kali ku makan bersama pak Rey, bukan di tempat yang pertama kali itu, karena begitu tahu aku menyukai es yang memiliki banyak rasa itu, pak Rey mengajakku ke suatu kedai es krim, yang khusus hanya menjual berbagai macam es krim. Dan pak Rey tahu betul aku akan sangat menyukainya, karena kini aku akan kesana lagi.

Kedai itu berada di seberang jalan, berlawanan arah dengan kendaraan yang berhenti dan memutar arah, berdampingan dengan swalayan. Turun dari mobil setelah memberikan uang ongkos. Seraya mengusap perut dan tersenyum lebar, namun baru satu langkah kakiku bergerak, suara di belakang memanggil namaku. Membalikan badan menelusuri sekitar mencari asal suara, mataku menangkap mobil yang kemudian berhenti di depanku.

Kakiku bersiap melangkah pergi begitu sosok kak Damar keluar dari mobil itu. Bertemu lagi dengannya dan mendengar umpatan kasar lainnya akan merusak hariku, dan aku tidak mengiginkannya.

"Nam tunggu." Mengeluh pasrah ketika tangan kak Damar menyamber lenganku. Dia berdiri di depanku, menatap dengan tatapan lelah bercampur lega. Dan aku balas dengan datar.

"Jangan pergi Nam, kakak ingin bicara dengan kamu."

"Jika yang akan keluar dari mulut kakak adalah penghinaan lain untuk anak Nami. Maaf kak, Nami tidak ingin mendengarnya." Kuharap dia bisa membaca sorot terluka dalam mata yang ku perlihatkan.

Belahan Jiwa (Sudah Jadi Buku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang