Empat

40.7K 2.9K 32
                                    

Segera setelah mobil taxi yang aku tumpangi berhenti di depan bangunan bertingkat tiga, setelah memberikan uang ongkos pada bapak supir, aku bergegas turun. Vania staff ticketing yang pertama menyapa begitu aku masuk ke dalam kantor.

"Mbok Nami," sapanya. "Tumben pulang makan siang sendirian?" Spontan ku lihat jam yang melingkar di pergelangan kiriku, ini memang masih jam makan siang ternyata.

"Kamu sendiri gak makan siang?" Bertanya balik tanpa mau menjelaskan jika aku sama sekali bukan kembali dari makan siang.

"Nanti gantian sama Windy." Aku hanya mengangguk lantas permisi duluan untuk naik ke lantai dua dimana meja kerjaku berada.

Bekerja di perusahaan Haru Tour & Travel, salah satu penyewaan jasa travel dan informasi tour yang paling di minati pelancong dari luar negeri. Atau bisa di bilang satu-satunya perusahaan yang berdiri dan mempunyai banyak cabang bukan hanya di kota ini, ada juga di beberapa kota besar lainnya. Dan di Denpasar adalah kantor cabangnya.

Sampai di lantai dua, dan masuk ke ruangan yang di tempati untuk bagian Tour Operator, kosong. Sepertinya belum ada yang kembali dari makan siang mereka. Tapi tidak lama setelah aku menyalakan komputer, pintu yang beberapa menit ku tutup di buka dari luar. Aku mengalihkan pandangan dan melihat bli Seta, tour guide agent perusahaan ini masuk ke dalam.

"Gak makan siang, Geg?" Sapanya padaku, aku menggeleng untuk menjawabnya.

"Tumben udah balik Bli?" Tanyaku balik.

"Aku pulang sebentar, mau ambil pamflet yang lagi diskon itu. masih punya?" Aku mencarinya di meja sebelah tempat rekanku, dan mengambil satu dari tumpukan pamflet tersebut.

"Buat apa Bli?" Jika dia ingin mangambil liburan tidak harus liat pamflet juga, toh sebagai tour guide dia sudah tahu pricelist perjalanan di perusahaan ini.

"Untuk sepupuku, dia ingin lihat katanya." Melambaikan lembaran kertas itu. "Matur sukma." Katanya sebelum kemudian keluar melewati pintu.

Meskipun sudah lama tinggal di Bali, aku masih asing dengan Bahasa yang di pakai orang lokal, dan Bik Devi yang tinggal denganku juga menggunakan bahasa Bali, meski jarang kubalas dengan bahasa yang sama.

Dan sepertinya makan siang sudah berakhir ketika ku lihat Mitha, mbak Safa dan mas Andi senior satu Operator sudah kembali lagi.

"Nam, udah balik?" Tanya Mitha seraya duduk disebelahku.

"Lagi banyak kerjaan malah masuk siang." Seloroh mbak Sava agak ketus.

"Nami udah minta ijin sama pak Purno sabtu kemarin Mbak." Bela Mitha yang kelihatannya kurang suka dengan ucapan mbak Sava.

Aku ambil suara. "Iya, saya udah ijin pak Purno kalo hari ini saya masuk siang."

"Berarti lembur yah, jangan sampe makan gaji buta." Aku menyentuh lengan Mitha untuk membuatnya melihat ke arahku ketika dia akan membalas.

"Iya mbak, saya memang akan lembur kok nanti." Dari pertama aku di terima kerja tiga tahun yang lalu dan menjadi anak baru di sini sedangkan Mitha satu tahun lebih dulu, mbak Safa memang sudah terlihat tak menyukaiku dari awal, entah apa masalahnya aku pun tak berniat mencari tahu.

"Kerjaan juga gak sibuk-sibuk amat sih, gak lembur juga gak papa kok Nam." Aku tersenyum kearah mas Andi. Mbak Safa dan mas Andi berasal dari Jawa, katanya dua orang itu tetanggaan di kampung halamannya.

"Dibela'in lagi, makin nglunjak tau rasa." Matanya memang fokus pada layar komputernya yang menyala, tapi aku tahu dia menyinggungku.

"Saya memang berencana lembur mas." Aku membalas, tepatnya pada mas Andi yang menutup lagi mulutnya.

Belahan Jiwa (Sudah Jadi Buku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang