Sebelas

32.8K 3.1K 135
                                    

"Siapa?" Terlonjak kaget oleh suara yang berasal dari arah belakang, begitu ku tolehkan kepala ternyata Mitha, melongokan wajah mengintip ke arah ponselku.

"Apa?" Tanyaku balik.

"Yang nelpon, keliatan seneng banget." Aku menggeleng seraya memasukan handphone ke dalam tas.

Mitha sepertinya tak puas dengan jawaban tanpa suara yang berikan. "Jadi lo mau main kucing-kucingan? Ngaku deh, lo udah punya doi?"

"Ih apaan sih, ini kak Damar." Aku jawab. "Kakak sepupu gue." Sambungku saat mata Mitha memincing, dan Mitha tak mengatakan apapun lagi.

Kak Damar mengajakku makan siang nanti saat jam istirahat. Kami sudah janjian akan bertemu di cafetaria tak jauh dari kantorku.

"Masih senyam-senyum aja, serius bukan pacar?" Saat ku pikir Mitha sudah berhenti membahas, dia malah meledekku.

Aku berdehem. Tapi, apakah sejelas itu yah?

Aku tak bisa menahan bibir yang mengambang, hanya dengan mendengar suaranya saja sudah membuat hatiku kegirangan.

"Nanti lunch bareng yuk." Ajak wnita yang sudah duduk dan menyalakan komputer di mejanya.

Menaikan kedua alisku, aku bertanya. "Sama Geri?"

"Gak lah, ntar kalau sama dia terus ajak pak Rey, lo kabur lagi." Aku mendengkus mendengar tawanya.

"Gue gak enak badan, makanya pulang." Tak membenarkan pengetahuan Mitha yang entah dari mana datangnya, alasanku juga benar adanya kok.

"Tau gak Nam," Mitha membuatku mendongak untuk melihatnya lagi. "Pak Rey juga langsung balik loh." Aku mengerjap, yah aku tahu karena melihatnya saat hendak keluar dari toko tempo hari. "Lo gak ketemu dia?"

"Hah?"

"Karena gak lama setelah lo keluar, dia juga cabut." Aku menggeleng, dusta.

"Kita makan siang dimana yah Nam? Bosen ih di tempat biasa mulu."

"Mit, gue udah ada janji sama kak Damar." Kening Mitha mengerut tak mengerti. "Jam makan siang nanti, gue ada janji temu sama kakak sepupu gue itu."

"Oh, yang tadi nelpon dan bikin lo senyam-senyum?"

"Eh? Apaan sih!"

"Hahaha, yaudah lain kali aja kita makan siang bareng." Katanya sebelum kembali menghadap komputer didepannya. Tak lama mbak Sava dan mas Andi masuk, waktunya aku dan Mitha fokus bekerja jika tak ingin di tegur mbak Sava.

*

Melalui pesan massenger, kak damar memberitahu jika dia sudah menungguku di tempat yang kami janjikan sebelumnya. Bergegas melangkah di lobi kantor, aku keluar. Hanya dengan berjalan kaki beberapa menit, aku sudah sampai di Cafetaria.

Sosoknya sudah ku kenali sejak aku masuk, dia melambai dan aku mendekatinya.

"Nunggu lama kak?" Tanyaku.

Mengusung senyum yang sangat ku sukai, kak Damar menggeleng. Duduk di sebrangnya dia mengangsurkan menu.

"Aku baru memperhatikan," aku mendongak, kak Damar melihatku begitu intens. "Wajah kamu pucat, apa kamu sakit?" Tanyanya.

"Masa sih?" Kataku seraya meraba wajah. "Mungkin karena laper, wajah Nami jadi pucat." Kak Damar mengangkat sebelah tangannya tinggi-tinggi, lalu mengangkat satu tangan meminta perhatian seorang pelayan di cafe itu yang segera menghampiri kami.

"Pesen sekarang?" Mengangguk, kak Damar memesan makanan yang membuatku mengernyit.

"Banyak banget kak mesennya." Ada mungkin tiga menu utama dan dua dessert di pesannya.

Belahan Jiwa (Sudah Jadi Buku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang