Enam Belas -Reynand-

35K 3.2K 201
                                    

Ps. Bukan POV Reynand, tapi mengambil dari sisi Reynand.

Typo mohon tandai saja 🙏

***

Setelah memastikan Namira baik-baik saja, Reynand pergi meninggalkannya untuk menyelesaikan urusan yang tertunda.

Lagipun dia harus pulang karena perlu mandi. Meskipun tersedia kamar mandi untuk penunggu pasien di ruang inap Nami, mengingat sudah banyak orang menggunakan tempat itu, Reynand tak berani menggunakannya.

Bukan hanya itu alasan dia tidak bisa mandi disana. Air disana membuat kulitnya kering saat dia mencuci muka.

Wanita itu akan baik-baik saja saat ia tinggalkan, ada suster jaga yang dia perintahkan untuk menjaganya. Dan fia tak akan lama, kareja Reynand tidak akan ke Hotel hari ini.

Bukan karena ini hari libur, bagi orang yang memegang dua perusahaan yang harus di pantaunya sekaligus, semua hari tak ada bedanya dan tak ada liburnya.

Waktunya semakin tidak terkendali, karena dia harus menyesuaikan jadwal agar bisa menghandle dua perusahaan yang di lepas Ayahnya sejak beliau sakit.

Reynand sampai menyuruh Firman, Asistennya di Hotel untuk mengirimkan beberapa berkas yang perlu harus di periksanya ke rumah sakit.

Tapi sepertinya hari ini akan menjadi pengecualian, dia tidak bisa bekerja saat pikirannya sedang tak ingin bekerja. Sejak berhasil mengkonfirmasi kehamilan Nami, ada yang beda dari perasaannya.

Entah itu perasaan apa, yang pasti bukan rasa tidak percaya. Bagaimanapun, Reynand ingat dengan jelas kejadian malam itu.

Terdengar hembusan napas panjang yang keluar dari mulutnya. Dia baru saja tiba di Apartemennya, menuju dapur untuk menuangkan air minum yang diambil dari lemari es dan meminumnya hingga tandas.

Reynand baru akan beranjak ke kamar saat handphone yang ia taruh di atas meja ruang tengah berbunyi.

Keningnya mengerut, hatinya berdebar, tenggorokannya menelan ludah gugup, ia sadar dengan kesalahan yang di perbuatnya pada orang yang menghubunginya ini.

Tapi pengecut namanya jika ia menghindar, dan niatnya hari ini memang harus menghadapi Danisha.

Dengan tarikan napas dalam, Reynand mengangkat panggilan. "Where have you been!" Suara di seberang terdengar tampak marah. "Kenapa baru angkat teleponku?"

"I'm sorry." Dua kalimat pertama yang lolos begitu saja di jadikan jawaban.

"Kamu dimana? Kita harus bertemu."

"Mau bertemu dimana?"

"Tempat biasa." Reynand menghela napas saat sambungan di putus lebih dulu oleh Danisha.

Sepertinya Reynand harus melupakan acara mandinya, ia tak peduli dengan pakaian yang juga tak sempat ia ganti. Semakin cepat dia menyelesaikan masalah yang di buatnya, akan membuatnya semakin lega.

Tempat yang menjadi tujuannya lumayan memakan waktu di tambah macet pada hari libur seperti ini.

Hampir satu jam berkutat dengan jalanan akhirnya Reynand sampai. Reynand menarik napas gugup, baik laki-laki atau perempuan akan meradakan hal itu saat dirinya tahu telah melakukan kesalahan.

Mereka bertemu di sebuah Resort dekat pantai, Danisha telah menunggunya, duduk di kursi yang menghadap tepat ke arah pemandangan pantai.

Reynand memantapkan langkah, berjalan tegak menuju wanita yang duduk membalakanginya. Angin meniup rambut panjang kecoklatan wanita itu.

Belahan Jiwa (Sudah Jadi Buku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang