Lima

37.9K 2.8K 47
                                    

Beberapa tahun silam, nama Haru hanya di kenal dari nama Hotel. Nama Haru Group kemudian berkembang dan terkenal lebih luas setelah lima tahun belakang di bisnis Travel & Tour.

Haru adalah kependekan dari Harungga, nama sebuah keluarga yang memiliki perusahaan ini. Haru's Hotel dan Haru's Tour & Travel.

Tour & Travel ini menjadi salah satu perusahaan Travel terbesar di Asia. Tentu saja itu tak di hitung dengan Hotel milik mereka yang juga tersebar luar di hampir setiap kota di Indonesia.

Tak ingin menghitung seberapa kayanya mereka, dari perayaan 5 tahun perusahaan Travelnya di Resort yang masih milik Haru ini juga sudah terlihat.

Acara yang di adakan di ruangan terbuka dengan kolam renang di tengah pesta, mampu membuat siapapun berdecak kagum. Menutup mulut yang tanpa sadar terbuka lebar, aku berdehem. Merapikan gaun yang tak kusut, juga poni pinggir yang baru saja tadi ku potong saat ke salon.

"Ready?" Menoleh kesamping, mengerut kening, aku tak mengerti. Bukankah dari tadi aku sudah siap?

"Ini peluang kita yang lain untuk jadi Cinderella yang menemukan pangeran. Lupakan Pak Rey, kita cari Rey yang lain di pesta ini." Jadi itu maksudnya. Dasar Mitha.

Ngomong-ngomong, kami sudah datang dari tadi, tapi masih berdiam di pinggiran, mungkin ada 15 menit yang lalu hanya untuk mengamati dekorasi yang seperti ajang perhelatan ini.

"Let's go, kita cari pangeran untuk Cinderellla Mitha." Melangkah ke tengah-tengah, dan berbaur dengan orang-orang yang menikmati pesta.

Karena selain karyawan, banyak tamu yang diundang ke acara ini juga sebagian ada tokoh penting di Indonesia, layaknya pesta untuk seorang selebritis namun bedanya tidak ada kamera yang menyoroti, bukan karena tidak ada media yang ingin meliput, melainkan pak Januardi Harungga, pemilik Hatu Group, yang tidak mengijinkan atau memblok para paparazzi untuk masuk ke areanya. Dikategorikan dalam jajaran pengusaha tersukses, kehidupan pribadi beliau sangat tertutup dari media.

"Bukan hanya gue, lo juga." Balas Mitha berbisik ke daun telingku, yang ku balas dengan senyum tanpa mengiyakan.

Kami kemudian berjalan menghampiri mas Andi yang sedang berbicara dengan pak Purno, Manager kami kami di kantor yang datang di dampingi istrinya.

"Selamat malam Pak Purno," Mitha menyapa, lalu aku pada istrinya.

"Malam Nami dan Mitha."

Lalu istri pak Purno berkata. "Kau berdua terlihat cantik kali." Kata istri pak Purno itu dengan logat bataknya yang kental. Baik aku dan mengucapkan terima kasih seraya tersenyum.

Pernah beberapa kali bertemu dengan bu Lastri, pembawaannya yang ramah membuat kami nyaman dan tidak sungkan meski beliau istri atasan kami.

"Baru dateng yah kalian?" Tanya mas Andi, aku mengangguk dan Mitha megiyakan.

"Kemana Mbak Sava, mas?" Tanyaku saat tinggal kami bertiga, karena pak Purno membawa istrinya menjauh untuk berkenalan dengan kenalannya yang baru datang.

"Hem'eh tumben banget, tidak ada mbak Sava dimana ada mas Andi." Perkataan Mitha yang membuat bola mata mas Andi memutar ke atas.

Hanya orang pingsan yang tak sadar, bahwa dimana ada mas Andi, disitu mbak Sava berada. Mereka bagai satu kesatuan yang tidak boleh terpisahkan. Yang tidak disadari mas Andi sepertinya jika mbak Sava mempunyai perasaan lebih terhadap lelaki itu.

Dan baru di bahas, sosoknya muncul dengan beberapa makanan di tagannya. "Nih Ndi, kamu belum makan kan."

"Thanks. Nah dia dateng, tuh di tanyai mereka." Kata mas Andi spontan mbak Sava melihat kepadaku dan Mitha.

Belahan Jiwa (Sudah Jadi Buku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang