Tiga Puluh Lima

37.4K 4.4K 317
                                    

Temen-temen semua, terima kasih banyak atas komennya yang lumayan amburadul hahah walaupun ini repub tapi kalian antusias banget 💕💕

Oh ya, banyak yang nanya kapan open PO.  Saya lagi nunggu cover dan juga layoutnya, katanya sih akhir bulan paling lambat selesai. Semoga lebih cepet biar bisa buka po lebih cepet juga. Doain yah semoga lancar 🙏🙏

Btw, ini part spesial karena part ini salah satu part yang sama kayak yang di buku nanti. Jadi kira2 yg di buku persis kayak gini, bukan POV Nami lagi.

***

Tidak perlu menjelaskan banyak hal karena dengan tindakannya saja Reynand sudah mendapatkan kepercayaan Nami tanpa ia sadari.

Entah mengapa, dengan mudahnya Nami mempercayai Reynand. Ucapan Danisha kini hanya angin lalu karena ia tahu perempuan itu membencinya, maka menyakiti Nami dengan berita tak benar itu bukan suatu hal yang sulit.

Namun, jika Danisha berbohong, bagaimana dengan Damar?

Apa Damar tega membohonginya?

Pria itu bahkan tega melontarkan kat-kata yang menyakitinya. Nami tak mengenal lagi sosok Damar yang baik dan menyayanginya sejak ia tahu Nami hamil anak Reynand, maka besar kemungkinan ia juga berbohong lantaran tak menyukai Reynand.

Memikirkan mereka sudah membuat Nami lelah bahkan ketika ia tidak melakukan apapun.

Dan rasanya sangat tak sepadan memikirkan orang lain yang tak peduli padanya.

Kini Nami haya peru memikirkan dirinya sendiro, anaknya juga pria yang tak pernah meninggalkannya selama ia melahirkan. Pria yang setia berada di sisinya dan membantunya setiap kali di butuhkan.

Pria yang membuka ruangannya dan masuk ke dalam untuk bertanya pada Nami.

"Ready?" Nami mengangguk. "Kita tunggu suster membawa Jona kemari." Kata pria itu.

Tidak lama setelah ucapannya, pintu ruangan di buka dan seorang suater masuk membawa anak mereka dalam gendongannya.

Nami berdiri dan meminta suster segera memberi bayinya yang lantas ia timang dalam gendongannya.

Bayi laki-laki itu mengerjap kelopak matanya, bola mata berwarna biru safir serupa milik Reynand. Tidak ada yang salah karena bayi itu adalah anak biologis Reynand, namun Nami tetap tak menyangka saja bahwa Reynand menurunkan warna itu pada bola mata anaknya.

Bayi yang Reynand beri nama Jonathan Immanuel Harungga, yang tentu saja atas izin Nami, begitu mirip persis seperti dirinya meskipun ia masih sangat kecil.

Mungkin karena itu pula Reynand menyematkan nama belakang keluarganya. Meskipun Nami sempat protes karena perempuan itu sedikit merasa tak pantas, tapi Reynand tak mendengarkan dan Nami hanya bisa menerimanya, toh hanya sebuah nama.

"Shall we go?"  Pertanyaan Reynand membuat Nami mendongak dan menatao Reynand yang menunggu.

"Eh, iya." Bahkan saking terpesonanya Nami pada sang anak, ia selalu lupa akan sekelilingnya.

Dan Reynand yang tahu akan hal itu hanya bisa maklum, karena dia pun sama, jika sang anak dalam gendongannya, ia lupa akan dunia di sekelilingnya.

Nami mengerutkan kening melihat kursi roda yang di dorong suster masuk.

"Kamu belum sembuh betul untuk jalan banyak." Tahu yang menjadi pertanyaan Nami, Reynand menjawab tanpa di minta.

"Tapi-"

"Mom pasti masih pusing, kursi rodanya cuma sampai lobi aja kok." Ucapan suster itu ada benarnya, dan Nami pikir apa salahnya jika ia menerima bantuan.

Belahan Jiwa (Sudah Jadi Buku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang