Dua Puluh Lima

35K 3.2K 83
                                    

Lagi di luar, gak sempet edit. Harap maklumi typo 🙏🙏

***

Begitu memutuskan untuk pindah ke tempat Pak Rey setelah berpikir rasional, menekan ego dengan lebih mementingkan kandunganku. Jika di pikrkan, menjadi orang yang keras kepala memang tidak ada baiknya dan sok mandiri karena menolak secara bangga tawaran pak Rey untuk menjagaku, dan pada akhirnya aku sendiri yang repot. Lalu kebutuhan akan perlindungan dari seseorang secara tiba-tiba muncul di sela ketakutanku malam itu. Aku tidak bisa menampik jika aku perlu di lindungi. Dan pak Rey datang ketika itu.

Tapi bertemu dengan keluarganya tidak ada dalam bayanganku, apalagi sampai kepergok oleh salah satu anggota keluarga pak Rey yang menemukanku tertidur di tengah ruangan tadi itu. Yang tidak ku ingat jika pak Rey tidak hidup di dunia ini sendiri. atau mengingat ucapannya jika Apartementnya itu jarang ia tempati, salah satu alasan aku menerima tawarannya. Pak Rey hanya tidak bilang jika keluarganya tidak pernah mengunjunginya.

Untung saja pak Rey segera membawaku keluar, dan untuk sementara aku bisa aman dari tatapan meyelidik perempuan yang di kenalkan sebagai adiknya. Yah, aku tidak tahu apa saja pertanyaan yang akan terlontar dari mulut adiknya pak Rey mengingat dia menemukan wanita asing yang yang berleha-leha di tempat kakaknya. Yang pasti, dia akan melontarkan pertanyaan yang sulit aku jawab.

Untuk sejenak aku melupakan pertemuan yang mengejutkan tadi, begitu aku bertemu dengan dokter Tasya. Pikiranku teralih ketika untuk pertama kalinya melihat sosok yang belum terbentuk sempurna namun hidup di dalam perutku yang bisa ku lihat di dalam layar yang di tunjuk dokter Tasya. Kemudian detak jantung kehidupn terdengar, meski tidak begitu keras namun dokter Tasya bilang jika ia sehat. Aku bingung untuk mengartikan perasaanku, jika itu di sebut bahagia, mungkin lebih mendekati takjub. Dia baru beberapa minggu tumbuh namun mampu membuatku terkesima, seolah memberitahu jika di hidup dan harus di kindungi. Tetu saja, dengan semua yang aku bisa aku akan melindunginya.

Kepalaku menoleh untuk melihat ekspresi pak Rey yang berdiri di sampingku. Aku kira dia memiliki perasaan yang sama mengenai hal ini, wajah melongonya menunjukan rasa takjub akan sesuatu yang ada di layar tersebut.

Mengingat itu spontan bibirku menyinggung senyum. Ada yang meletup-letup di dadaku. Aku mengelus perut dengan lembut, berbisik untuk memberitahu jika aku menyanyanginya. Dan berterima kasih, setelah apa yang aku lalui selama ini, ini pertama kalinya aku merasa begitu bahagia. Meski wujudnya belum nyata, tapi dia kebahagiaan yang nyata.

Setelah membersihkan kontrakan yang tidak seberapa kotor, kemudian aku mandi dan berganti pakaian baru. Mengambil terusan yang beri pak Rey setelah ku lepas sebelum mandi tadi, melipatnya dan memasukan ke dalam kantung baju yang ku temukan di bawah meja. Aku sangat menyukai terusan ini, kainnya sangat halus dan nyaman untuk di pakai. Tapi keringat yang menempel di baju itu tidak memungkinkan untuk di pakai lagi.

Aku sedang santai dengan duduk di sofa ketika suara ketukan pintu terdengar dari arah luar. Aku turun dari sofa dan berjalan ke arah pintu.

"Packing already?" Tanya pak Rey begitu pintu ku buka, membukaan pintu lebih lebar untuk menyuruhnya masuk. Aku masuk ke dalam kamar untuk mengambil tasku yang agak besar berisi beberapa setelan bajuku. "Kamu belum packing?" Tanyanya di sertai kening yang berkerut.

"Sudah, disini." Aku menunjuk tas yang ku bawa. Memang hanya ada beberapa lebar setelan di dalam tas ini karena jika dipikirkan kembali, untuk apa aku membawa koper jika yang kubutuhkan hanya beberapa pasang baju dan pakaian dalam sampai Mitha kembali beberapa hari lagi. "Saya sudah mengambil baju untuk beberapa hari ke depan." Tambahku.

"Dimana koper kamu?"

"Di kamar." Jawabku heran, untuk apa pak Re menanyakan koper ku?

"Packing semua barang kamu, Mitha tidak akan pulang secepatnya." Aku menatapnya terkejut.

Belahan Jiwa (Sudah Jadi Buku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang