Chapter 2

95 11 2
                                    

"Do you have to?" tanyanya, tak dapat menghentikan isakannya. Pria di depannya kemudian meraih tangannya dan menggenggamnya.

"I'm sorry but I have to.." ucapnya sedih. Ia pun berharap tak harus pergi, namun keputusan ayahnya mutlak dan ia tak dapat menolaknya. Mendengar isakannya semakin keras, pria itu mengeratkan genggamannya.

"I promise I'll be back.." Gadis itu mengangkat kepalanya, menatap pria di depannya. "You promise?" Pertanyaannya hanya di jawab dengan senyuman lembut namun meyakinkan. Ia kemudian menarik tangannya dan memeluknya. "I'll miss you, D.."

.
.

"Agatha!!" Sebuah teriakan membuatnya terbangun. Mimpi itu lagi.., pikirnya, sambil menghela napas. Ia kemudian melirik jam diatas meja kecil di samping tempat tidurnya. 05.00. "Shoot!!"

"Agatha Syailendra!!" Teriakan itu kembali terdengar. "Yes!! I'm coming!!" Ia segera turun dari tempat tidur dan berlari masuk ke dalam kamar mandi, mandi dengan cepat, berganti pakaian, mengambil barang yang diperlukannya sebelum akhirnya berlari keluar kamar.

.
.

Hari ini hari pernikahan kakaknya dan mendapati ia bangun telat membuatnya merasa bersalah pada kakaknya.

"I'm sorry, Mbak.." ucapnya saat memasuki mobil dan duduk di sebelah kakaknya. Kayla hanya tersenyum dan kemudian mendengar helaan napas dari Agatha. "Are you okay?"

"Huh? Yeah, I'm fine.. Just a little tired.." jawabnya sambil memberikanya senyuman, berusaha meyakinkan. Namun Kayla tahu bukan itu jawabannya. Ia menatap adiknya dengan seksama.
"Mimpi itu lagi ya?" Pertanyaan Kayla sukses membuat Agatha terdiam sebelum akhirnya menoleh dan menatap Kayla.

"How do you--"
"I'm your sister, you fool! Of course I know!" Kayla tertawa pelan. Ia kemudian meraih tangan Agatha dan menggenggamnya.
"Maaf ya, Ta, Mbak bermaksud ngerahasiain semua sampai hari ini karena Mbak tau kamu bakal kayak gini kalau tau.. Eh gataunya Adel udah kasih tau kamu duluan.." Kayla menundukkan kepalanya.

"It's okay, Mbak.. It's not your fault.." ucap Agatha meyakinkan. "Mungkin akunya aja yang belum siap 'nerima' dia lagi.." Agatha membalas genggaman Keyla, namun tak ada respon apapun.

"Oh come on! It's your day, Mbak! Kok malah jadi sedih sedihan gini? Mbak jelek kalo sedih, kalau jelek nanti Mas Gama kabur lagi.." ucapan Agatha membuat Keyla refleks tertawa. "Enak aja!" Kayla mengetuk pelan kepala Agatha dan membuatnya ikut tertawa.

.
.

"Mah, Ata ke kamar mandi dulu ya"
"Jangan lama-lama" Agatha mengangguk dan langsung berbalik mengambil langkah. Agatha berdecak pelan, merasa sedikit kesal. Jika saja saat ini ia tidak menggunakan heels, mungkin ia sudah berlari menuju kamar mandi. Melihat pintu kamar mandi yang semakin terlihat, Agatha mempercepat langkahnya dan segera memasuki kamar mandi.

"Fiuh..." Agatha menghela napasnya, lega. Ia mencuci tangannya dan memeriksa dirinya di pantulan cermin di depannya. Setelah merasa yakin, ia berjalan menuju pintu dan membukanya. Tanpa ia tahu, seseorang melintas di depannya dan membuatnya tak sengaja menabrak orang tersebut saat keluar dari kamar mandi.

"Holy s--" Agatha sudah siap untuk terjatuh sebelum akhirnya ia merasakan seseorang menarik tangannya, menahannya agar tidak terjatuh. "Thank you--" ucapnya saat mampu berdiri sendiri, namun terhenti saat menyadari siapa yang kini tengah berdiri di depannya. Orang itu melepas genggamannya dan ikut terkejut saat melihat Agatha.

"A-Agatha?"

"D-Dylan.." bisiknya. Mereka berdua sempat terdiam sebelum akhirnya Dylan membuka suaranya. "Are you okay?"

"Huh? Y-Yeah, I'm okay.." Agatha menarik rambutnya ke belakang teling dan menunduk, berusaha menyembunyikan rasa gugupnya.

"I-I think we should go.." ucap Agatha. "Yeah.." Agatha mengangguk dan segera mengambil langkah menjauhi Dylan yang kini masih menatapnya. Holy freakin moly..

.
.

"Kamu kok lama?"
"Ngantri, Mah.." jawab Agatha, sambil mengatur napasnya. Ia kemudian menyadari ibunya masih menatapnya. "Muka kamu kenapa merah?" tanyanya.
"Hah? Enggak, nggak apa apa" jawabnya cepat, kemudian tersenyum berusaha meyakinkan.

Ia tahu betul apa yang membuat wajahnya memerah selain napasnya yang menipis. Ia tak menyangka perkataan Adel minggu lalu benar adanya, apalagi ia kini melihatnya lengkap dengan suit and tie yang dikenakannya. Agatha mengangkat kepalanya dan menemukan Dylan, berdiri diantara teman Mas Gama dan sepupunya, menatapnya dan tersenyum kepadanya. Agatha yakin wajahnya bertambah merah karena ia merasakan panas di kedua pipinya.

 Agatha yakin wajahnya bertambah merah karena ia merasakan panas di kedua pipinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Long-Lost Love (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang