Chapter 9

45 7 4
                                    

"One ice dark mocha and one ice americano!"
"I'll get that" ucap Dylan, bangkit dari kursinya. "Thank you.." ucap Agatha saat menerima minumannya. Dylan membalasnya dengan senyuman. Mereka kembali terdiam, tak tahu harus berkata apa. Agatha menggigit bibir bawahnya sebelum akhirnya bersuara.

"D..?"
"Hmm?"
"Kita mau ngapain hari ini? Nggak ada jadwal ke studio kan?" tanya Agatha. Dylan membenarkan posisi duduknya dan kemudian menatap Agatha.
"Ta.. Aku mau, aku mau denger semua ceritanya. Tapi, itu juga kalau kamu siap buat cerita.. Kalau emang belum siap, it's okay!" ucapnya dan membuay Agatha tertegun.

"A-aku mau, D, aku mau cerita sama kamu karena aku mau kamu tahu dan aku tahu aku nggak bisa sembunyiin ini lama lama dari kamu.." Agatha menundukkan kepalanya. "Tapi aku juga nggak mau bikin pertemanan kamu sama Cya jadi rusak, atau mungkin sama Karin juga.." tambahnya dengan suara pelan. Dylan terdiam cukup lama hingga akhirnya menghela napas.

"Ta..... Kalaupun emang habis kamu cerita bakalan ngerubah status pertemanan aku sama Cya, itu bukan salah kamu. You're more important to me and you know that." Agatha masih terdiam dan menundukkan kepalanya, berpikir apakah menceritakannya masa lalunya dengan Cya merupakan keputusan yang tepat. Ia ragu karena itu artinya ia membuka luka lamanya yang selama ini ia coba untuk lupakan, sebelum akhirnya perlahan muncul kembali setelah ia melihat Cya kemarin.

.
.

*flashback*
Agatha melempar pelan handphonenya dan menghela napas, merasa kesal. Ia belum mendapat kabar dari Cya hari ini. Mereka berjanji untuk bertemu nanti sore setelah beberapa hari mereka tak dapat bertemu karena kegiatan mereka. Agatha juga tak bisa menyalahkan Cya, ia tahu kegiatannya dengan bandnya memang menyita waktunya, bahkan tak jarang Cya membatalkan janjinya karena jadwal latihan.
Rasa kesalnya kadang membuatnya ingin menangis dan tak hanya sekali atau dua kali. Tak lama ia mendengar handphonenya bergetar dan membuatnya dengan cepat meraih handphonenya. Ujung bibirnya sedikit terangkat saat melihat nama Cya muncul di layar handphonenya.

"Hi, C--"
"Sorry, ini Karin. Cya bilang ke gue kalau dia nggak bisa ketemu sama lo hari ini" Senyum Agatha menghilang dan rasa kesal kembali datang.
"Oh? Saking sibuknya sampai harus elo yang telpon gue pakai handphone dia? Wow!" Agatha langsung mematikan teleponnya. Ia sedang tidak ingin adu mulut dengan Karin. Cukup Cya yang membuat moodnya buruk hari ini. Karin memang tak pernah suka dengan Agatha, entah apa alasannya Agatha pun tidak tahu.

Agatha kemudian menekan layar handphonenya, menghubungi seseorang. "Halo?" "Hai, Sa.." sapa Agatha.
"Kenapa, Ta?" tanya Raisa.
"Elo hari ini free nggak?"
"Err.... gue lagi nganterin nyokap sih, tapi bentar lagi balik. Kenapa?"
"Jalan yuk!" ajak Agatha. Dahi Raisa sedikit berkedut.
"Bukannya elo ada janji sama Cya?" tanya Raisa dan tak terdengar jawaban Agatha.
"Batal lagi?"
"Ya gitu.." Agatha memejamkan matanya dan menghela napas. Raisa terdiam sesaat sebelum akhirnya menjawab ajakan Agatha.
"Oke! Tempat biasa?"
"Yep!"
"Then, see you there!" Agatha menutup teleponnya dan bersiap untuk pergi.

.
.

Raisa langsung menghampiri Agatha yang telah menunggunya di depan cafè. Mereka berjalan masuk dan langsung memesan minuman. "Elo pesen apa, Ta?" tanya Raisa. "Kayak biasa aja.." Raisa mengangguk. "Then..... ice dark mocha extra shot less sugar satu, matcha blend less sugar satu."
Setelah memesan minuman, Raisa mengalihkan pandangannya pada Agatha yang kini masih menatap layar handphonenya.
"Are you okay?" tanya Raisa. Agatha terdiam dan kemudian mengunci layar handphonenya.
"I don't know, Sa.. Maybe I'm okay, maybe I'm not.." Agatha dan Raisa berjalan mencari kursi setelah pesanan mereka siap.
"I just--" Ucapan dan langkah Agatha terhenti, matanya terpaku pada satu titik membuat Raisa bingung. Raisa mengikuti arah pandangan dan terkejut.
"T-Ta...." Agatha memberikan minumannya pada Raisa dan berjalan menghampiri salah satu meja.

"Jadi ini alasan elo nggak ngasih kabar apapun ke gue?" Ucapan Agatha membuat beberapa orang di meja tersebut terkejut dan mengalihkan pandangannya pada Agatha. Sepasang mata terbelalak melihat Agatha kini berdiri di samping mejanya dan kemudian melepas rangkulannya pada perempuan di sebelahnya.

"A-Ata--" "Pacar lo?" potong Agatha, melirik perempuan yang kini memberikan tatapan angkuh kepadanya sambil menggenggam erat tangan Cya, terlihat posesif.
"Iya, gue pacarnya, ada urusan apa?" tanyanya. Agatha mendengus sinis.
"Pacar lo..." Agatha mengalihkan pandangannya pada Cya. "....kebetulan punya janji ngedate sama gue sore ini. Tapi sayangnya dia nggak berani bilang ke gue kalau hari ini batal dan nyuruh adiknya...." Ia kini melirik Karin yang duduk di depan Cya. "....buat telepon gue pakai handphonenya. What a coward!" Agatha kemudian melepas gelangnya dan melempar pelan kearah Cya.
"Gue balikin gelangnya. Mulai besok nggak usah repot-repot ngabarin gue lagi.." ucapnya, berusaha untuk menahan tangisnya.
Agatha berbalik meninggalkan Cya, menghampiri Raisa yang langsung memeluknya dan berjalan keluar dari cafè.
*end flashback*

.
.

Agatha menundukkan kepalanya setelah menyelesaikan ceritanya. Ada perasaan ingin menangis, namun ia juga tak ingin menangis di depan Dylan. Ia bahkan ragu untuk mengangkat kepalanya untuk menatap Dylan yang kini hanya diam. Ia mencuri lirik dan menemukan tangan Dylan terkepal erat. Dahinga berkerut sebelum akhirnya memberanikan diri mengangkat kepalanya dan terkejut melihat ekspresi pada wajah Dylan. Ada rasa marah yang ia tahan dan Agatha tahu semarah apa ia saat ini. Agatha berpindah ke samping Dylan dan perlahan menyentuh kepalan tangannya.

"D..." Ia mengelus kepalan tersebut dengan ibu jarinya. "Jangan kayak gini, kasian tangan kamu.." ucap Agatha, masih mengelus kepalan tangan Dylan dengan lembut. Dylan perlahan melonggarkan kepalan tangannya dan membuat Agatha bernapas lega. Namun, ia tidak tahu kalau akhirnya Dylan meraih tangannya, menariknya dan memeluknya erat. Ia membenamkan kepalanya di pundak Agatha. "I'm sorry, Ta.." ucap Dylan dan membuat Agatha terkejut.

"I-It's not your fault, D--"
"But I couldn't protect you.. I'm so sorry.." Ucapan Dylan membuat pertahanannya mulai runtuh. Tangis yang ia tahan akhirnya pecah. Dylan memelulnya erat dan Agatha membalasnya. Ada rasa rindu yang ia rasakan saat Dylan memeluknya. Entah pelukan Dylan yang sedari dulu selalu membuatnya aman, atau mungkin karena Dylan sendiri.
Dylan merubah posisinya dan membiarkan Agatha membenamkan kepalanya di dadanya, membiarkan Agatha membasahi sweaternya. Ia mengelus punggungnya dan mengecup kepalanya. "Let's go home."

.
.

Agatha kini tengah berada di ruang keluarga Dylan, menyandarkan kepalanya pada pundak Dylan. Seperti saat mereka SMP dulu saat Agatha selesai menceritakan tentang crushnya yang sayangnya malah perasaannya membuatnya di bully satu angkatan. Ia tak tahu kalau gosipnya menyebar begitu saja. Satu hal yang berbeda. Kini, Dylan merangkul pinggangnya dan membuatnya merapat pada Dylan, terkesan posesif.

Mereka berdua terdiam sebelum akhirnya Dylan berbicara. "Besok aku sama anak-anak ada latihan bareng sama Onewe. Kamu mau ikut?" Agatha sempat tergoda untuk ikut datang, ia rindu dengan anak-anak Onewe. Namun, ia memilih untuk menolak tawaran Dylan. "Aku nunggu kamu selesai latihan aja." jawabnya. Dylan mengangguk dan mengecup pelipis Agatha.
"Tapi kamu jangan bikin masalah lho ya!" tambah Agatha, mengingatkan. "Aku nggak janji." Jawaban Dylan membuat Agatha memukul pelan dada Dylan dan membuatnya tertawa pelan. Dylan mengeratkan rangkulannya, memejamkan mata dan membiarkan dirinya menikmati 'quality time'nya dengan Agatha.

Long-Lost Love (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang