Chapter 7

393 283 46
                                    

Ia merapikan rambutnya yang acak-acakan lalu menyisir poninya ke samping. Begitulah yang di rasakan gadis remaja yang memiliki lesung pipi manis. Ia merasa bosan karena selama tiga puluh menit ia masih berada di dalam taksi di akibatkan kemacetan yang luar biasa.

"Hufft ini udah tiga puluh menit tapi belum sampai-sampai kerumah, gara-gara nih macet apalagi di tambah cowok misterius itu yang buat aku kesal dari pagi sampai siang ini, tuh cowok gak habis di pikir deh pagi tadi aku hampir di tabrak dia, terus siang tadi udah ngenabrak dia juga, eh pas mau pulangnya malah berebutan plastik. Apalagi sepedanya aku tinggal di sekolah gegara aku malas lagi balik terpaksa juga aku naik taksi, coba tadi aku naik sepeda udah sampai di rumah, gara-gara tuh cowo jadi udah malas balik ke parkir,"
gerutu gadis itu dengan kesal.

Begitulah yang di rasakan gadis bertubuh mungil itu dengan menatap keramaian Jakarta. Setelah empat puluh lima menit berada di dalam taksi akhirnya taksi itu berhenti tepat di perumahan asri nomor tiga puluh lima yang berpagar hitam dan cat rumah berwarna abu-abu. Setelah itu Aurel membuka pintu taksi dan langsung membayar uangnya tak lupa juga ia mengucapkan terimakasih kepada sopir taksi tersebut.
Begitu sampai di teras rumah, Aurel membuka pintu dan menggucapkan salam.

"Assalamualaikum," ucap Aurel.

"Waalaikumsalam," jawab Luna.
Ia sedang asyik bermain ponselnya.
"Kok kamu pulangnya agak siang Rel? tanya Luna.

"Iya kak, tadi aku naik taksi terus di sana macet kak," jawab Aurel.

"Ya ampun Rel kenapa kamu nggak bilang sama gue Rel, kan nanti kita bisa pulang sama-sama Rel nanti lain kali kalo kamu mau pergi atau pulang sekolah sama gue aja Rel, kan kita satu sekolah juga Rel," tutur Luna simpati kepada Aurel.

"Iya kak, makasih yaa kak yaudah kalo gitu aku ke kamar dulu yaa kak mau ganti baju dulu," kata Aurel.

"Oke Rel," jawab Luna.

Ternyata perbincangan Aurel dan Luna di dengar dan di lihat oleh Mona yang dari tadi mengintip di belakang tembok.

"Ini nggak bisa di diam kalau kayak gini malah Aurel yang enak, pokoknya aku harus kasih pelajaran agar Aurel tidak tinggal di sini lagi dan Luna menjauh dari Aurel,"
kata Mona kesal lalu mengepalkan tangannya sekuat mungkin.

Setelah sepuluh menit ia berada di dalam kamar, akhirnya Aurel keluar dari kamarnya, Ia melangkahkan kaki dan menuju ke meja makan.
Sedangkan Citra ia sedang membuka tudung saji.

"Apa, kok nggak ada makanan sih,"
Ucap Citra dengan kesal.

"Untuk saat ini kita makan di luar saja, nanti kita ke restoran aja," ketus Mona.

"Ma, kan yang jadi pembantu di rumah ini si Aurel, terus tuh anak kemana kok bisa-bisanya dia nggak masak,"
celetuk Citra.

"Mama juga nggak habis pikir sama tuh anak, makin hari itu anak hidupnya kayak ratu. Kamu tau nggak kakak kamu itu si Luna tiap hari belain dia, kan dia sering dibelain Luna jadi yaa gitu hidupnya kayak ratu," selidik Mona.

"Yaa nggak bisa di biarin dong ma, tuh anak harus kita kasih pelajaran," celetuk Citra.

Tiba- tiba datanglah Aurel dengan membawa sapu.

"Eh Aurel cupay sini lo," celetuk Citra.

Lalu ia menghampiri Citra dan Mona.

"Ada apa Cit," kata Aurel.

"Pakai nanya lagi, lo tau kan tugas lo di sini jadi apa, terus kenapa lo nggak masak," ucap Citra dengan kasar.

"Iya tadi aku kena macet di taksi makanya aku pulang lama, ini juga aku mau sapu rumah dulu nanti setelah ini baru mau masak," jawab Aurel dengan rasa ketakutan.

"Ooo jadi kamu udah berani ngelawan nih?  Tanya Mona.

"Udah deh itu alasan lo aja kan macet di jalan," selidik Citra.

"Nggak beneran kok Cit," ucap Aurel.

"Nih anak harus di kasih pelajaran ma, biar dia tahu rasa," ketus Citra.

"Sini, kamu ikut saya,"
kata Mona lalu Ia menarik tangan Aurel.

Mereka menuju ke ruang pencucian baju. Citra mengambil baju di keranjang dan melempar baju itu ke arah Aurel sedangkan Mona menghidup keran air lalu menyiram Aurel dengan selang ke arah Aurel sehingga membuat Aurel dan baju-baju yang di lempar itu basah.

"Rasain lo, makanya lo jangan jadi sok ratu di sekolah dan di rumah deh,"
ketus Citra.

"Saya minta ke kamu tolong jauhin Luna karna Luna bukan superhero kamu yang tiap hari dibela," ketus Mona.

"Ingat yaa Rel, jangan sampai lo  membantah atau melanggar perintah gue dan nyokap gue kalo sampai lo melanggar lo akan tahu akibatnya,"
kata Luna ia menatap Aurel dengan sinis.

Lalu Citra dan mona meninggalkan Aurel sendirian di ruang pencucian baju.
Sementara Aurel ia hanya bisa menanggis dengan baju dan badannya yang sudah basah. Ia juga tak bisa berkata-kata lagi selain menanggis.

Kemudian ia bangkit dan menaruh baju-baju yang di lempar tadi ke dalam mesin cuci. Aurel berusaha mengusap air matanya agar tak terlihat menanggis.
Tiba-tiba datanglah Luna dengan memanggil Aurel.

"Aurel, ternyata kamu di sini," kata Luna ia meyakinkan.

"Iya aku di sini kak dari tadi," jawab Aurel gugup.

"Itu kenapa baju kamu basah Rel, terus rambut kamu acak-acakan gitu dan sepertinya kamu habis menanggis yaa Rel," selidik Luna.

"Nggak kok kak, ini tadi baju dan rambut aku bisa basah tadi aku terpeleset kak karena aku tadi jalan nggak hati-hati terus tadi mata aku kena debu kak jadi makanya seperti nanggis," jawab Aurel dengan gugup.

"Ya ampun Rel, lain kali kamu hati-hati yaa Rel, tapi ini kamu beneran nggak apa-apa kan Rel," Luna meyakinkanya.

"Iya nggak apa-apa kok kak," jawab Aurel.

"Yaudah Rel, maaf yaa kakak ganggu kamu cuci baju, kalau gitu kakak tinggal dulu yaa, kamu juga jangan sampai letih kalo kamu letih kamu istirahat aja jangan di paksa kerja," kata Luna dengan khawatir.

"Oke kak," jawab Aurel.

Setelah itu Luna meninggalkan Aurel sendirian di ruang pencucian baju.
Detik demi detik Aurel berusaha untuk tetap kuat tapi ia tak mampu menahan air matanya kemudian Aurel pun menanggis.

Langkah kaki Mona dan Citra berhenti di ruang tengah yaitu ruang keluarga mereka merasa gembira karena berhasil mengerjai Aurel.

"Rasain tuh Aurel biar dia tau rasa,"
kata Citra dengan bangganya.

"Mama juga senang banget karena berhasil mengerjai dia," jawab Mona.

"Orang kayak dia itu emang seharusnya ma di buat menderita, biar dia tahu rasa kan selama ini dia udah senang karena berada di lingkungan superhero, nah makanya sekarang harus sering dong di buat menderita," kata Citra merasa puas.

"Mama juga ngerasa misi kita belum selesai sampai di sini, kita harus lebih buat dia menderita dan satu hal yang mama inginkan agar dia keluar dari rumah ini, mama ngerasa ini belum saatnya tapi suatu saat nanti mama akan melakukan itu," ucap Mona dengan kesal dan dendam.

"Iya dong ma, itu harus ma," tutur Citra sinis.

Kemudian Aurel melangkahkan kaki menuju ke kamarnya ia masuk ke kamarnya dan menutup pintu kamarnya. Tangisannya tak berhenti ia merasa terpukul dengan semua ini. Kecewa dan sedihnya semua tercampur aduk ia berusaha untuk sabar dalam semua ini tapi apa daya ketika ia lemah dalam semua hal-hal yang di rasakanya. Ia melirik di meja lampunya sebuah bingkai foto yang menggambarkan tiga anggota keluarga. Ia memeluk bingkai foto itu, ada kerinduan yang di rasakannya.

"Aurel rindu sama ayah dan ibu, ayah dan ibu yang telah membesarkan  dan mengajari Aurel hingga tumbuh remaja, Aurel rindu kalian, Aurel sangat dilema karena binggung tujuan hidup Aurel ini seperti apa, berikanlah aku ini kekuatan dan kesabaran yang penuh untuk menghadapi semua ini,"
kata Aurel sambil menanggis.

Kebahagiaan untuk ku akan datang di saat yang tepat. Kehidupan memberikan pengertian sebagai hal terpuruk adalah kesedihan.

Yuhuu!!Gimana kelanjutan ceritanya?
Jadi tunggu di chapter 8 yaa😊
Jangan lupa vote dan kasih pendapat kalian yaa😇

Teman Tapi MusuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang