Ya karena selama saya diamkan sekitar 3 jam setelah saya bilang THE END saya di hujat habis"an 🤣 saya putuskan untuk di lanjut saja ya. Maaf lanjutannya harus malem, karena saya lagi kerja shift malam demi beli tiket kereta ke Bogor kekeke #AuthorCurhat
Rose berdiri memberikan Jennie dosis obat yang harus ia minum hari ini, sahabatnya itu ternyata masih mau memikirkan kesehatannya meskipun ia sudah tau jika sang kakak atau kekasihnya masih dalam keadaan koma dan belum sadarkan diri setelah menjalani operasi sehari yang lalu.
"Istirahat Jen.." ucap Rose, ia pun bingung, entah apa yang harus ia lakukan. Jennie tak banyak terbuka seperti biasanya, ia lebih banyak murung bahkan saat ibu dan ayahnya datang menjenguk atau berjaga.
"Bagaimana keadaan Jisoo?" Jennie kembali mengungkit masalah itu, sudah kesekian kalinya ia bertanya tentang Jisoo dalam waktu 1 jam.
"Dia belum sadar." Jennie memalingkan wajahnya kemudian mendesah lemas, ia mengelus perut ratanya dan berusaha tetap berpikiran positif akan kesehatan Jisoo. "Aku akan ke ruangannya, aku tinggal tidak apa-apa kan?" Ia mengacuhkan pertanyaan Rose, tapi gadis itu paham dengan suasana hati Jennie saat ini jadi lebih baik ia pergi saja.
***
FLASHBACK POV
Ketika lelaki yang pernah bertemu dengan Jisoo di basement beberapa bulan lalu berdiri di hadapannya, Jisoo seketika tak bisa bergerak saat sebuah pisau komando dihunuskan ke bagian perut dan dadanya. Ia sempat melihat ke arah Yeon Seol yang berlari menghampiri Jisoo, ia bahkan masih bisa menyebut nama calon Ayah mertuanya itu sebelum rasa dingin menjalar dari kaki sampai ke kepalanya. Tubuhnya lemas seketika, ia jatuh berlutut dan ambruk bersimbah darah di pelukan Kim Yeon Seol.
"Jisoo!!" Tak ada yang bisa Yeon Seol lakukan selain cepat-cepat membawa lelaki itu ke rumah sakit terdekat. Ia pun mengambil kantong plastik belanjaan Jisoo untuk Jennie ke dalam mobil.
Baju Yeon Seol penuh dengan darah saat petugas medis dengan cekatan membawanya ke IGD, lelaki itu masih tidak percaya dengan apa yang ia lihat beberapa menit yang lalu.
"Paman.." suara yang tidak asing untuknya mengejutkan Yeon Seol. "Paman kenapa? ini darah siapa?"
"Kau mau kemana?" tanya Yeon Seol balik.
"Kau, kau belum tau Jennie di rawat?"
"Dirawat?" Yeon Seol mengikuti kemana Rio pergi.
"Dia pingsan dan Jisoo membawanya kemari." Rio masih memperhatikan penampilan lelaki paruh baya itu. "Darah siapa?"
"Darah Jisoo.." gumamnya pelan.
FLASHBACK POV END
Kim Yu Jin akhirnya mengetahui kabar putranya yang masih koma memasuki hari kedua.
Jisoo terlalu lemah untuk bisa kembali pulih, dokter bahkan tidak yakin jika luka tusuk di dadanya bisa membantunya untuk selamat dari keadaan ini.
Sedangkan di ruangan sebelah, Jennie sedang terduduk sambil memakan menu sarapan paginya yang setiap kali ia mengunyah rasanya semakin tidak enak.
"Yeon Seol.." Yu Jin mengisyaratkan sahabatnya itu untuk keluar dari ruangan Jennie.
"Iya?"
"Jisoo.." kedua lelaki itu masuk ke ruangan dan melihat Jisoo sudah di tangani oleh dokter.
"Kenapa dia?"
"Dia tersadar dan mengucapkan sesuatu, tapi terlalu pelan jadi aku memanggil dokter untuk memeriksanya." Yu Jin meremas tangannya sendiri dan terlihat ketakutan.
"Tuan-tuan.." Dokter menyuruh kedua lelaki itu mendekat dan melihat Jisoo yang sedang membuka matanya perlahan. "Kim Jisoo bisa lihat saya?" ia menyorotkan lampu senter kecil, membuat alis Jisoo berkerut. "Kim Jisoo bisa dengar kata-kata saya?" Jisoo menggeleng pelan mencoba melihat ke sekelilingnya.
"J.."
"Apa yang dia ucapkan?"
"Kim Jisoo.." panggil dokter sekali lagi.
"Ini ayah, nak.." Yu Jin menggenggam tangan Jisoo dan mencoba mendapatkan perhatiannya.
"A.. yahh..?"
"Ayah nak.."
"J.. e.. n.."
"Jennie ada di ruangan sebelah nak, kau mau bertemu dengannya?"
***
Jennie kembali menangisi Jisoo hari ini, Rose, Rio dan Ibunya sendiri sudah lelah melihat Jennie menangis, tapi wanita itu tetap saja melakukannya.
"Jen.. sudahlah.. astaga.." Rose gemas sendiri melihat Jennie terus-terusan seperti ini. Testpack yang sudah menjadi rahasia umum keluarga merekalah yang menjadi sunber kekhawatiran, Jennie sedang hamil dan itu faktanya, awalnya Tuan Yeon Seol menyangka itu adalah anak Rio tapi Jennie menyangkal dengan keras dan menyebutkan nama Jisoo dengan mantap selaku sang calon ayah.
Yeon Seol masuk ke dalam ruangan dan menatap Jennie dengan tatapan sayang sekaligus kasihan.
"Kau menangis terus, tidak kasihan pada bayimu?" Ia mengelus kepala Jennie pelan.
"Jisoo, Yah.. Jisoo.."
"Iya Jisoo ada di ruangan sebelah, apa lahi yang ingin kau tau?"
"Apa dia sudah sadar?"
"Apa kau akan berhenti menangis jika Jisoo sudah sadar?" Jennie menggeleng pelan, ia tau jika sang Ayah pasti akan berbohong padanya. "Kalau kau berhenti menangis, maka Jisoo akan sadar dan menemuimu." tangis Jennie semakin pecah, ia sudah tak tahan lagi, ia ingin sekali menemui Jisoo.
"Aku merindukannya.." Yeon Seol duduk di sisi Jennie saat ia memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Anakmu ini akan di beri nama siapa?"
"Dae Jin." jawab Jennie dingin.
"Mau perempuan atau laki-laki?"
"Laki-laki atau perempuan bukan masalah untuk kami berdua, kami akan tetap mengurusnya."
"Kim Dae Jin? Nama yang bagus, Ayah akan menunggu kelahirannya." Yeon Seol berusaha mengajak Jennie berbicara tapi putri tunggalnya itu enggan menatapnya.
"Ia tidak akan memiliki Ayah jika Jisoo tidak sadar." air mata Jennie kembali mengalir, setiap kali ia mengingat sosok Jisoo, perasaannya sangat sakit.
"Je.. n.." seseorang di bantu sang Ayah berjalan terseok-seok, Rio di belakangnya membawa kursi roda, jaga-jaga kalau Jisoo akan tumbang lagi.
Jennie menoleh cepat, suara yang selama ini ingin ia dengar, Jennie berharap apa yang ia tunggu adalah Jisoo dan..
"Jisoo!!"
"Ngghhh.." Jisoo menahan rasa sakitnya, Yeon Seol beranjak dari sana kemudian Jisoo duduk perlahan di kursi yang biasa ia duduki untuk menunggu Jennie.
Jisoo harus duduk dengan tegap, setiap kali ia membungkukkan tubuhnya, rasa perih menyerang bagian luka di perutnya.
"Arghhh.. A..yah.." Jisoo memberitahu sang Ayah untuk memindahkannya ke kursi. Napasnya tersengal-sengal menahan sakit.
"Jisoo kenapa?" tanya Jennie panik, ia turun dari kasurnya dan mendekati Jisoo, tidak peduli dengan selang infus yang masih menancap di lengannya Jennie memeluk Jisoo dari belakang kemudian menangis lagi.
"Ngghh.. Ken..apa?" Jennie menggeleng, ia menyembunyikan wajahnya di bahu Jisoo. "Je..nn.." Jisoo yang merasa bahunya basah akhirnya sadar jika sang kekasih sedang menangis. "Jen.. bagaimana keadaan dede bayinya?" Jennie tercekat.
"Darimana kau tau?" Jennie belum memberitahukan Jisoo tentang ini.
"Bolehkah aku menyentuhnya?" Napas Jisoo berangsur normal, ia menyeringai ke arah Jennie.
"Aku malu, tungguh kau sembuh saja.." Jennie menyembunyikan wajah malunya saat kedua orang tua mereka memperhatikan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Life [END]
Romance"Aku tak perlu alasan untuk mencintaimu.." -- Kim Jennie "Aku berharap kau menerima aku apa adanya.." -- Kim Jisoo