Nomor

9 2 0
                                    

Aly keluar dari kelasnya ia ingin menikmati angin sepoi-sepoi bukan hawa pengap yang ada di dalam kelas.

Aly duduk di kursi yang biasa ia duduki. Ia menatap taman yang ada di depannya, melihat capung juga kupu-kupu berseliweran diatas rerumputan. Aly teringat saat kecil ia suka mencari capung hingga petang lalu jika dapat ia akan mengikat ekor capung dengan benang jahit dan bermain layang-layang.

Aly juga teringat pusarnya pernah digigit capung, bukan karena capung itu salah jalan lalu masuk kedalam baju Aly kecil. Tapi karena Ibu Aly sengaja menggigitkan capung itu agar Aly tidak mengompol.

"sendirian aja?" lamunan Aly buyar mendengar sapaan seseorang. Aly mencium bau parfum khas laki-laki, ia menoleh ke sumber suara dan ia tersentak melihat siapa yang duduk disampingnya.

"gausah kaget juga, Aly ya?" aneh kita tak pernah bertemu, tak pernah tegur sapa tapi sudah tau nama masing-masing.

"iya" jawab Aly.

"boleh minta nomormu?" kata Erza langsung pada poinnya.

"nanti kalau kita ketemu lagi, aku kasih ya"

"ciee.. Maju terus, pepet terus" teriak teman-teman Erza. Aly tersadar ternyata sedari tadi ia dan Erza menjadi tontonan geng urakan itu?

Aly sontak menepuk dahinya sendiri lalu berkata halus pada Erza. "Za kau lebih baik pergi, daripada disoraki saja"

"kenapa? Jangan pedulikan mereka. Kau malu?" goda Erza.

"yasudah aku saja yang pergi kalau begitu." sebelum Aly berdiri Erza mendahuluinya dan pergi meninggalkan Aly menuju geng urakannya.

Karena ketenangan Aly mulai terganggu ia memilih pergi meninggalkan tempat duduknya dan memilih kembali ke dalam kelas yang pengap.

Baru saja Aly menyeruput air mineralnya yang segar, teman perempuannya yang sedikit tomboy mendekat kearahnya dan menggebrak meja menyerahkan secarik kertas.

"ada apa?" tanyanya.

"minta nomormu" namanya Remi, dia manis dan tinggi. Sayang sifat kelaki-lakiannya membuat Remi nampak tak tertarik pada lelaki meskipun sebenarnya ia normal.

"untuk apa?" Aly adalah tipe orang yang sangat menjaga privasi, baik itu miliknya maupun milik orang lain. Ia tak suka jika privasinya diganggu orang lain begitupun sebaliknya.

"untuk dihubungilah" ucap Remi santai.

"kau belum punya nomorku?" tanya Aly penasaran, setaunya anak sekelas sudah saling tau semua nomor temannya.

"belum" jawabnya singkat.

"ah iya kalau ada apa-apa jangan menghubungiku lewat aplikasi chatting online karena aku sedang offline." titah Aly sedikit berteriak karena Remi langsung pergi meninggalkan Aly selepas ia menuliskan nomornya dikertas kecil tadi.

"ah dasar, pasti Remi tidak dengar"  gerutu Aly ia pun melanjutkan sesi minum yang tertunda.

Saat ia akan keluar membuang botol bekas minumnya, Aly terkejut melihat Remi berbicara dengan Rozi tepat di depan pintu kelas.

Aly tidak mau jadi orang yang mau tau urusan orang lain, ia berusaha tak mendengarkan obrolan mereka. Tapi apa daya jika Remi berkata keras-keras.

"aku usahakan membantu nya" ucap Remi.

"terimakasih nomornya" Rozi lalu pergi meninggalkan Remi. Tunggu apa Rozi bilang? Nomor?

Aly langsung mencegat Remi

"nomorku kau kasih Rozi?"

"iya, dia minta tapi kau tak memberinya. Jadi aku bantu." jawab Remi santai.

"Remiii kenapa kau menyebalkan sekali?!" Aly memegang kepalanya yang pening.

"kenapa? Itu untuk Erza bukan untuk Rozi" jelas Remi yang membuat Aly makin sebal tak karuan. Ia hanya menghela nafas dalam.

"yasudahlah" ucapnya menerima kenyataan.

LAKUNA •Basedontruestory•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang