Aly berlari kedalam kamar mandi, ia sudah tidak dapat menahan air kencing yang sudah mendorong keluar.
Dengan cepat ia mengambil gayung namun sialnya Aly lupa kalau ia sedang membawa ponsel di genggaman. Tanpa ragu ponsel milik Aly langsung masuk ke dalam wadah yang penuh dengan air.
"Ahh..!!" dengan cepat Aly memasukkan tangannya kedalam wadah untuk menangkap ponselnya agar tidak semakin tenggelam ke dasar.
Lengannya pun basah kuyup seperti baru saja ia rendam didalam cucian. "sial" gerutu Aly. Rasa ingin kencingnya pun hilang, seperti syaraf simpatiknya sudah terputus tiba-tiba.
"darimana kau?" tanya Wufi dia adalah senior Aly di organisasi yang kini dikelutinya.
"kamar mandi. Lihat kak ponselku masuk dalam air" Aly mengipas-ipas ponselnya yang sudah ia bongkar menjadi beberapa bagian.
"coba kau jemur nanti" Wufi menyarankan, ia lalu memberi Aly beberapa lembar tisu.
"terimakasih" Aly mulai mengeringkan baterai juga sim card dengan tisu wajah dari Wufi.
"kita tidak jadi pertemuan kak?" Aly penasaran sore ini jadi diadakan pertemuan atau tidak. Karena ia sudah terlanjur bilang pada supir jemputannya agar Aly ditinggalkan saja.Kebetulan juga guru yang mengajar organisasi KIR ini adalah ayah dari Wufi sendiri. Organisasi ini terkenal hanya untuk anggota terpilih saja.
Jadi setiap siswa akan dipilih oleh guru sesuai dengan tingkat kepintaran mereka. Hanya siswa yang memiliki nilai diatas rata-rata yang akan dipilih mengikuti organisasi karya ilmiah remaja."ayah bilang ia akan terlambat" ucap Wufi yang di-iyakan oleh Aly.
Karena merasa ponselnya sudah kering, ia mencoba merangkai dan memasang kembali lalu mencoba untuk menghidupkannya.
Dengan jantung berdegup ia berharap agar ponselnya menyala dengan semestinya, karena tidak mungkin ia membeli ponsel baru. Untuk membeli ponsel ini saja Aly harus mengumpulkan uang dari hasil ia memenangkan beberapa lomba.
Saat ia melihat layarnya menyala Aly langsung mengucap syukur.
"Hai. Lagi." Sapa seseorang disamping Aly.
Aly menoleh ke kanannya, ia melihat Erza sedang tersenyum manis padanya. Dari penampilan Erza yang memakai atribut pramuka, Aly sudah tau kalau Erza mendaftar di organisasi Dewan Ambalan. Aly sendiri tak terlalu menyukai kegiatan seperti itu, ia lebih suka dengan kegiatan yang membuatnya sibuk sendiri dengan beberapa buku.
Hanya dengan buku Aly merasa menjadi dirinya sendiri, dan dengan buku juga Aly merasa dirinya dihargai.
"kau sedang organisasi?" tanya Erza.
Aly mengangguk lalu ia melihat langit yang mulai menurunkan beberapa rintik air.
"organisasi apa?" terlihat sekali Erza ingin mencari topik pembicaraan. Padahal sudah jelas-jelas anggota DA yang lain sedang sibuk mencari tanda tangan dari ketua, juga anggota DA terdahulu. Namun, Erza memilih untuk diam disamping Aly.
"yah begini kepentingan tanda tangan kalah dengan cinta" ejek Rozi yang sedang bergelayut pada pilar gedung sekolah.
"lanjutkann!!" teriak Tander. Kenapa mereka selalu bersama? Sudah seperti anak kembar siam saja Tanya Aly dalam hati.
"mana janjimu? Aku sudah mencoba menghubungimu tapi tidak aktif" ucap Erza menanti jawaban dari mulut Aly.
"okei tidak ada replay ya" ucap Aly
Erza sudah menyiapkan buku juga bulpoin untuk menulis setiap angka yang keluar dari mulut Aly.
"oke, 082232...." saking cepatnya Aly berucap Erza kebingungan menulis nomor yang sudah disebutkan.
"tunggu. Jangan terlalu cepat"
"aku sudah bilangkan tidak ada ulangan" Aly menahan tawanya. Ia menatap Erza dengan wajah tenangnya.
Erza menatap Aly dengan wajah memelasnya. "tolonglah" pinta Erza.
Aly menggelengkan kepala, tapi Erza tetap tidak menyerah. Ia memohon pada Aly agar ia mengucapkan angka-angka yang tidak ia dengar.
"yasudah. 0822- 3207- 3072. Sudah ya?"
"iya terimakasih. Dibalas ya?"
"kita lihat nanti" ucap Aly.
"ayo cari tanda tangan, jangan berduaan saja!" teriak Rozi dan Tander memanggil Erza, mengingatkannya akan bumi.
"jangan lupa" lalu Erza beranjak pergi meninggalkan Aly yang kembali menikmati tetes air hujan sore itu.
****
Kalian mau coba hubungi Aly dengan nomor diatas?