Pertama kalinya selama bertahun-tahun, pemuda itu menghabiskan waktunya di rumah. Mereka akhirnya bertiga membuat kue bersama di dapur, meskipun Risa menahan emosinya ketika Marvin banyak bercanda.
Dia tidak bisa memarahinya karena ada Theo, jika tidak ada Theo sudah habis Marvin di tangannya. Mau bagaimanapun Theo sangat menyayangi adiknya itu dan takut jika dia marah saat memarahi Marvin pikir Risa.
"Haha, kenapa kue yang Kak Theo buat bentukannya aneh kek gitu." Celetuk Marvin membuat kakaknya langsung menatapnya tajam.
Risa menahan senyumnya ketika melihat sendiri hasil karya Theo yang di luar nalar itu. Marvin hanya bisa menahan tawanya, takut jika kakaknya itu marah besar karena mengejeknya.
"Aku tidak kuat! HAHAHAHAHAHAH." Marvin tertawa jahat mengejek setiap Theo membuat kue miliknya sendiri.
"Kamu jenius sejak lahir, Kak. Kenapa bisa kamu mematahkan image mu dengan membuat kue seperti ini." Kata Marvin masih tertawa sampai memegang perutnya.
"Marvin," ucap Risa untuk menghentikan candaan adik iparnya yang terus menggoda kakaknya.
"Kamu ingin ku pukul." Kata Theo dengan melempari wajah tampan adiknya dengan tepung.
"Pukul saja aku, seperti dulu Kak Theo memukulku karena membuat anak orang cedera," ucap Marvin masih tertawa membuat Theo terdiam menatapnya.
"Karena Ayah dan Ibu harus meminta maaf pada keluarga anak itu. Jangan lupa kamu membuat kakinya sampai di amputasi." Celetuk Theo membuat Risa menatapnya terkejut.
"Senakal itukah kamu Marvin, sampai membuat anak orang kehilangan kakinya." Kata Risa dengan tatapan tak percaya.
"A-aku tidak sengaja. Itu 'kan masa SD aku masih kecil," ucap Marvin yang di ejek balik oleh kakaknya.
"Apa bisa di sebut anak kecil waktu itu kamu sudah kelas 6 SD, kamu hampir tidak lulus karena itu." Timpal kakaknya membuka aib di depan Risa.
Risa sampai melongo tak percaya, jika kenakalan Marvin memang sudah sejak dulu. Tidak heran sekarang ia sering bolak balik ruang BK dan dia yang harus datang ke sekolah.
"Buka saja aib ku semuanya," ucap Marvin yang sudah menahan malu di depan Risa yang selalu dia ejek itu.
"Untuk?" tanya Theo yang sebenarnya anaknya lebih tengil dari Marvin.
"Biar kamu puas mempermalukan ku didepan Kak Risa. Setelah ini, pasti dia tidak akan berhenti mengejekku," ucap Marvin sampai Risa yang fokus dengan kuenya menatapnya.
Risa menatap Marvin dengan melotot, selalu saja membuat ia terlihat bodoh di depan kakaknya. Dia akan mengira jika selama ini ia merudung adik kesayangannya itu. Sebenarnya, dirinya lah yang selalu di rudung Marvin tanpa henti.
☘️☘️☘️
Hasil kue buatan mereka sudah matang dan siap di sajikan. Risa hanya terus tersenyum ketika melihat hasil buatan Theo, ia menatap ke arah pemuda yang duduk di sofa sambil menonton film bersama adiknya.
Terlihat Marvin sangat bahagia karena bisa menghabiskan waktu bersama kakaknya. Meskipun, Theo tak henti memarahinya karena nilai Marvin terus merah dan sering bolos.
"Mana kunci motormu?" tanya Theo membuat adiknya itu panik.
"U-ntuk apa?" tanya Marvin setelah kenyang di marahi oleh kakaknya.
"Aku akan menyita motormu, sampai kamu memperbaiki nilaimu yang merah." Mendengarnya Marvin terkejut.
"Pelajarannya sangat sulit, Kak. Otakku tidak sampe," ucap Marvin mengeluh, setiap mata pelajaran di sekolahnya sulit sekali untuk otaknya serap.
"Alasan saja. Berikan padaku cepat." Pinta Theo yang mendesak adiknya untuk memberikan kunci motornya.
"Aku tidak bisa hidup tanpa motorku. Jangan ambil, ya." Bujuk Marvin dengan bersikap konyol di hadapan kakaknya.
"Cepat berikan atau-"
"Iya iya." Sela Marvin dengan memberikan kunci motor kesayangan pada kakaknya.
Theo menarik kunci motor itu dengan paksa, saat adiknya menahannya. Dia dengan tatapan murka nya, membuat Marvin menundukkan kepala. Ia yang sangar di luar tetap kalah menghadapi kakaknya.
Dia tetap seperti anak kecil baru lahir di depan kakaknya. Tidak bisa ia membangkang apalagi memberontak, tapi jika tidak ada kakaknya. Dia akan bertingkah seperti anak jalanan dan brutal.
Melihat Marvin yang sedih ketika motornya di sita, Risa duduk dengan menaruh kue hasil buatan mereka bersama. Marvin melihat kakaknya pergi, memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya.
"Kak Risa?" Panggil Marvin dengan tersenyum.
"Apa?" tanya Risa yang sudah pasti adik iparnya itu akan meminta sesuatu padanya.
"Bisakah bujuk Kakakku untuk tidak menyita motor kesayanganku." Pinta Marvin dengan memohon pada kakak iparnya itu.
"Kamu saja tidak bisa melawan Kakakmu, apalagi aku yang tidak punya ikatan darah dengannya. Lakukan saja apa yang Kakakmu minta," ucap Risa menolak permintaan Marvin.
"Tapi, Kak Risa Istrinya, seorang Suami akan luluh dengan Istrinya 'kan. Pasti Kak Theo mendengar kamu, Kak." Kata Marvin membuat Risa terdiam cukup lama.
"Apa kamu berpikir begitu?" tanya Risa menatapnya serius.
"Tentu saja," jawab Marvin yang terus membujuk kakak iparnya untuk mau membantunya.
"Jadi, kamu berpikir aku dan Kakakmu seperti sepasang suami istri di luar sana?" tanya Risa lagi yang mampu membuat pemuda merengek itu terdiam langsung.
Marvin duduk di tempatnya kembali, ketika Risa mengatakan sesuatu yang membuat dia tersadar situasi di rumah. Dia terlalu hanyut ke dalam kebersamaan beberapa saat yang lalu.
"Jangan membuat Kakakmu marah dan belajarlah dengan baik. Dia punya tanggung besar menjagamu, jangan buat dia dalam masalah." Kata Risa dengan berjalan pergi meninggalkan adik iparnya.
Kesedihan terlihat dalam diri Marvin yang dimana dia berharap sesuatu yang tidak akan pernah terjadi. Marvin menatap kue-kue di atas piring itu dan mengambilnya.
Ia masih sempat tersenyum karena hari ini bisa menghabiskan waktu bersama sang kakak. Walaupun, es dingin itu belum juga mencair, tapi setidaknya hari ini dia bisa menyatukan Risa dengan kakaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck In The Past
Teen FictionAku hanya punya cinta untuk mempertahankan rumah tangga kita. Mungkinkah, cinta yang ku miliki dapat mengubahmu untuk mencintaiku balik. ~Risa Adrianii