🛵 8 | Untuk pertama kali

961 113 14
                                    

Kita tak pernah menanamkan apa-apa
Maka kita tidak akan kehilangan apa-apa

- Soe Hok Gie

OoOo

| 8 |

Sepulang sekolah aku langsung menunggu Ardan di halte berteman es jeruk yang sempat ku beli di stan kang Wahyu sebelum kesini. Sampai tegukan terakhir sosok Ardan belum juga muncul. Mungkin aku harus sabar menunggu sedikit lagi.  Ya tidak apa-apa. Aku jago dalam hal menunggu.

"Indah." Orang yang bukan kutunggu justru yang muncul. Aku menghela nafas pelan. Menghiraukan dia yang memarkir motor ke sudut trotoar lalu bergerak duduk ke sebelahku.

"Kenapa belum pulang?"

"Terserah aku dong." Sarkasku. Bawaannya ketika melihat Arham pengen marah-marah. Tidak tahu kenapa, aku kesal sekali sama manusia satu ini. Apalagi perihal, dia meminta kepada Ms. Melly supaya aku mau menjadi model video dokumenternya.

"Kamu marah-marah terus kalau bicara denganku. Memangnya aku salah apa sama kamu?"

"Harusnya aku yang bertanya begitu ke kamu. Aku salah apa sih sebenarnya sampai-sampai kamu menyeret namaku untuk dijadikan model video dokumentermu?"

"Oh, soal itu. Aku-kan cuma merekomendasi namamu saja."

"Tapi kata Ms Melly kamu ngancam tidak mau ikut kompetisi itu kalau aku menolak menjadi modelmu!"

"Loh. Aku nggak ngancam. Aku cuma kasih pilihan ke Ms Melly. Kalau dia mau aku ikut di kompetisi video dokumenter itu harus kamu modelnya dan kalau kamu nggak bisa, yaudah aku juga nggak mau ikut kompetisi."

"Sama aja! Bisa sih kamu nggak usah ngusik zona nyamanku."

"Yaudah. Yang sabar aja ya. Karena sepertinya aku akan mengganggu kamu terus."

Aku melototinya, "Heh. Dasar nggak punya hati."

Arham ketawa, "Ini pertama kali ada perempuan yang berani berkata jujur kalau aku tidak punya hati."

"Memang fakta kan."

Arham tersenyum. "Kamu nungguin siapa?"


"Bukan urusanmu."

"Oh. Berarti nungguin aku lewat ya? Kenapa, mau nebeng?"

Dasar geer. "Kepedean. Aku menunggu Ardan."

Arham diam beberapa menit, "Pulang aja yuk! Nggak usah nungguin dia."

Lantas aku menoleh sambil menyerngit, "Kamu aja sana yang pulang!"

"Tadi aku lihat Ardan di lapangan. Dia dan teman-teman jurnalisnya lagi sibuk mengurus alat-alat yang akan mereka bawa ke lokasi event."

"Tapi kita udah janjian bertemu di halte. Jadi, Ardan pasti datang."

"Bisa aja dia lupa."

"Nggak mungkin."

"Kamu sudah menelfon dia atau mengirim pesan?"

Aku menggeleng pelan.

"Kenapa? Kamu takut dia tiba-tiba bilang tidak bisa datang ke halte? Atau kamu takut dia cuma mengacuhkan pesan dan telefonmu?"

Vespa, Me and You #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang