Cintailah semua orang, tapi percayailah beberapa saja.
- William Shakespeare
OoOo
| 20 |
Hari ini Arham tidak mengikuti pelajaran hingga bel istirahat. Tasnya dibiarkan duduk manis sendirian di bangku. Entah kemana pemiliknya. Padahal aku mau menepati janjiku kepada tante Siska. Untuk mempertemukannya dengan Arham di kafe dekat sekolah.
Aku mencari Arham ke tempat dimana kemungkinan Arham berada saat ini. Setelah mencari-cari, aku menemukan ia dan teman-temannya nongkrong di belakang kelas terbengkalai.
"Tempat bolos kamu nggak elit banget sih." ucapku melipat kedua tangan di depan dada.
Lelaki itu menoleh santai, "Eh. Ada Indah."
Dia tidak menampilkan ekspressi kaget ke tangkap basah olehku. "Sini. Aku mau bicara sama kamu."
Dia lekas berlari ke arahku, "Apa? Tumben nih Indah mau ngajakin ngobrol."
"Tante Siska. Pengen ketemu sama kamu." Ucapku pelan.
Pandangan Arham langsung ia alihkan. Wajahnya yang cekikikan seketika datar saat aku mengucapkan nama mamanya.
"Kamu ketemu orang itu dimana?" Tuturnya acuh.
"Kemarin tante Siska nyariin kamu di sekolah tapi kamunya udah pulang duluan."
Dijawab Arham dengan ber-oh-ria. "Oh."
Masa cuma begitu responnya? Laki-laki macam apa sih, kamu. "Cuma oh respon kamu? Orang yang kamu sebut 'orang itu' adalah mama kamu Arham. Wanita yang udah mempertaruhkan antara hidup dan mati demi agar kamu terlahir di dunia ini!"
"Dan udah ninggalin juga kan? Ngapain kasih hidup ke aku kalau gitu!" Jawabnya sarkas, ia berjalan angkuh melewatiku.
Aku berbalik, meneriakinya, "Kamu bakal nyesal! Kamu mungkin nggak akan pernah ketemu mama kamu lagi." Arham tetap melanjutkan jalannya melewati koridor sepi yang hanya ada kami berdua, "Mama kamu bakal ke Johor baru! Bangsat!" Amarahku pecah. Kalau kataku terdengar agak kasar, kurasa dia pantas mendapatkan umpatan itu. Anak kurang ajar yang nggak mau maafin orang tuanya sendiri itu bukannya bangsat namanya. Ya, aku tidak tahu bagaimana hubungan pelik Arham dan tante Siska. Mungkin tante Siska telah menyakiti perasaan Arham, bukan berarti Arham bisa menaruh dendam dengan mamanya.
Akhirnya langkah Arham terhenti, ia berbalik "Bilang apa kamu tadi?"
"Bangsat..."
Arham berdecak, "Bukan Ndah. Kamu bilang mamaku mau pergi kemana tadi?"
Aku berjalan mendekati Arham, memegang lengannya. Ini pertama kali aku duluan yang memulai kontak fisik dengan Arham. "Mama kamu bakal ke Johor baru. Ikut sama suaminya. Dan untuk terakhir kali dia pengen ketemu sama kamu. Hari ini di kafe dekat sekolah harusnya sih sekarang kamu udah ada disana."
Matanya melebar. Kurasa dia terlalu kaget. Lantas lelaki ini menarik tanganku dan mengajakku berlari bersama. Sampai di depan pagar sekolah Arham masih menggandeng tanganku.
"Arham. Kamu mau bawa aku kemana sih?" tanyaku terengah-rengah.
"Ikut aku temuin mama."
"Heh! Kalau aku ikut yang minta izin ke walikelas siapa?"
"Nggak perlu minta izin."
"Maksudmu kamu ngajakin aku bolos?"
"Aku mau kamu menjadi tempatku bersandar. Aku mau kamu menjadi tangan yang bisa memberiku kekuatan. Kamu pasti ingat kalimat itu. Indah... aku butuh seseorang yang bisa menahan emosiku ketika bertemu dengannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Vespa, Me and You #1
Ficção Adolescente"Uang bisa dicari. Muka mungkin bisa dioperasi. Tapi Vespa-ku, takkan bisa terganti!" Seseorang yang selalu aku peluk dari belakang kala Dia mengendarai vespanya. Lalu Dia membawa langkahku ke berbagai tempat menakjubkan. Oh ya, apa kamu pernah di...