Pilihan dibuat untuk menentukan skala prioritas seseorang. Dan akan selalu berakhir dengan menyakiti pilihan yang tidak terpilih.
OoOo
| 30 |
Sebelum ambulans datang, beberapa guru membantu mengangkat tubuh Ardan ke uks. Petugas pmr yang sedang berjaga hari itu langsung mengecek tanda-tanda vital Ardan.
Selain suhu tubuhnya yang dingin karena terkena hujan, pernapasannya juga cepat. Nadi dan tekanan darah Ardan masih dibatas normal. Tidak lama berselang, bunyi ambulance pun terdengar memasuki area sekolah.
OoOo
Ms. Melly yang ikut bersamaku diminta ke bagian loket pendaftaran rumah sakit. Sementara aku menunggu di depan ruang intensif.
Dokter jaga dan perawat langsung memasangkan rekam jantung ke bagian dada dan rusuk Ardan setelah petugas kesehatan memindahkan Ardan dari brankar ke ranjang pasien.
Ibu datang bersama kak Marwah dan Kak Sarah (Pacar bang Fahri), lantas aku langsung lari kepelukan ibu kala melihat kedatangan wanita paruh baya itu datang dari arah pintu IGD. Ia mengusap air mataku yang terus jatuh sambil berusaha menenangkan kegelisahanku.
Sekitar hampir 15 menit, dokter yang menangani Ardan keluar dari ruang intensif. Ia meminta ibu ke nurse station agar nyaman membicarakan kondisi Ardan disana. Aku juga ikut bersama ibu.
Berdasarkan hasil tes pemeriksaan penunjang yang di lakukan dokter, Ardan positif menunjukkan gejala-gejala Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). PPOK; peradangan pada paru yang bisa berkembang dalam jangka waktu panjang. Ia dapat menghalangi aliran udara menuju paru-paru karena dihalangi oleh adanya inflamasi abnormal, sehingga membuat penderitanya sulit bernapas. Dan aku tahu fakta PPOK termasuk penyakit yang belum bisa disembuhkan total hingga sekarang. Pemberian obat hanya akan menghambat berkembangnya penyakit ini.
Jantungku mendadak lupa berdetak sejenak. Aku merasa dokter mengambil separuh oksigen yang ada disekitarku melalui kata-katanya.
Kemudian aku menangis lagi. Kali ini air mataku kusembunyikan dari pandangan ibu. Aku yakin, dia yang lebih terpukul dan sedih.
Kami keluar dari ruangan, lantas memberitahu berita yang disampaikan dokter ke kak Marwah, kak Sarah, dan Ms. Melly.
Walaupun dokter sudah memberitahu juga, perihal kondisi Ardan masih bisa diatasi dengan pemberian obat dan melakukan fisioterapi dada. Tetap saja, Ardan sekarang sedang sakit. Gejalanya bisa timbul kapan saja.
Ibu mengajakku dan Ms. Melly untuk mengisi perut. Meski aku tidak berselera makan saat ini. Sementara Kak Marwah dan Kak Sarah menjaga di depan ruang intensif. Ardan masih terbaring tidak sadarkan diri. Ia bernapas dibantu ventilator.
"Tubuh kamu butuh energi. Supaya kamu kuat, supaya kamu bisa terus sehat berada di sisi Ardan. Ibu nggak mau pas Ardan sadar nanti. Dia tahu pacarnya nggak di kasih makan sama indungnya." Celoteh ibu sambil merangkul lenganku. Kami bertiga sedang berjalan menuju kantin rumah sakit.
Ibu dan Ardan itu seperti pengisi baterai yang bisa langsung mengisi energi positif dalam diriku. Aku tidak mau kehilangan keduanya.
OoOo
"Ardan pernah ikut ekskull futsal pas SMP, mbak. Tapi dipaksa berhenti sama ayahnya karena waktu itu dia mengidap emfisema. Ya, mbak tahu sendiri bagaimana watak Ardan. Keras kepala, ngeyel banget. Eh, diam-diam dia tetap sering ikut latihan futsal. Sepulang dari latihan itu dia pingsan dan dirawat hampir dua minggu di rumah sakit. Nggak tahu harus bagaimana lagi cara saya sama ayahnya nasehatin Ardan. Responnya malah kami dibecandain sama dia." Cerita ibu pada Ms. Melly. Aku ikut mendengarkan curhatan ibu sambil ditemani pisang goreng dan teh hangat yang baru beberapa menit lalu diantar ke meja kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vespa, Me and You #1
Подростковая литература"Uang bisa dicari. Muka mungkin bisa dioperasi. Tapi Vespa-ku, takkan bisa terganti!" Seseorang yang selalu aku peluk dari belakang kala Dia mengendarai vespanya. Lalu Dia membawa langkahku ke berbagai tempat menakjubkan. Oh ya, apa kamu pernah di...