🛵 17 | Senja dilangit Jakarta

714 81 9
                                    

Kebahagiaan sebenarnya, bukan terletak pada tempatmu berpijak. Namun terletak dari dalam hati. Sebab tidak peduli dimanapun kau berpijak, kau tetap akan merasa bahagia. Selama hatimu bahagia.

OoOo

| 17 |

"Indah." panggil Arham. Dia mengejarku sampai ngos-ngosan, mengatur pola napasnya, "Aku punya hadiah ulang tahun untukmu." sambil menyodorkan sebuah piala.

Kuraih piala itu dari tangan Arham, memandang tulisan yang terletak pada tatakan piala lalu beralih memandang si pemberi, "Selamat Arham. Kamu berhasil dapat juara pertama kompetisi video dokumenter itu."

Lelaki di hadapanku menggaruk belakang leher, "Tadinya aku juga mau kasih kamu bunga tapi nggak tahu kamu sukanya bunga apa. Jadi aku cuma bisa kasih kamu piala itu dulu, bunganya nyusul."

"Hah? Serius piala ini untukku?"

"Iya. Untukmu sebagai hadiah ulang tahun dariku."

"Tapi ini piala hasil kerja kerasmu. Aku tidak membantu banyak selain menjadi modelmu saja."

"Justru kamu berjasa besar dalam video dokumenterku tahun ini. Aku akan mengingat kenangan itu selamanya. Aku berharap kamu menerima pialanya, Indah."

"Yasudah aku terima. Makasih."

Arham tampak kelihatan senang ketika aku bersedia menerima piala kemenangannya.

"Eh tentang bunga. Kamu suka bunga apa?" Tanyanya.

Aku berpikir sebentar. Ini pertama kalinya seorang bertanya tentang bunga apa yang kusuka dan aku bukan seorang pecinta bunga. Jadi membuatku sedikit bingung memikirkan bunga apa yang benar-benar kusukai. "Hgn, mawar putih. Bunga kesukaan ibuku."

"Oh gitu—ya. Lainkali aku akan kasih kamu mawar putih..."

Entah kenapa. Aku refleks menjawab ucapannya dengan sebuah senyum. Untuk pertama kali.

Arham menghela nafas, sedikit canggung, "Selamat ulang tahun ya, Indah. Semoga kebahagiaan selalu dilimpahakan Tuhan untukmu." Senyumnya sambil mengelus pucuk rambutku dengan lembut.

Aku sedikit terpaku beberapa saat. Tindakan tidak biasa Arham membuatku berpikir, ia sedang dimasuki arwah baik atau mungkin setelah sekian lama akhirnya Tuhan membuka lebar jalan pikiran Arham yang biasanya selalu berpikiran sempit.

Tingkahnya aneh, tatapannya aneh, senyumannya juga begitu menenangkan.

"Makasih sekali lagi. Arham, kamu lagi nggak sakit kan?" Aku memeriksa dahinya memastikan mungkin saja dia sedang sakit.

Dia terbahak, "Indah. Indah. aku sehat wal afiat. Aneh ya?" Arham mendelik.

"Iya aneh. Biasanya kan kamu sering usilin aku. Kenapa hari ini jadi sok manis?"

"Oh-kamu mau aku usilin lagi? Mau aku kasih tinta pulpen di punggung baju kamu? Atau aku kagetin tiba-tiba?"

"Jangan! Awas ya!"

Dia ketawa. Kalau ketawanya sih aku sudah sering lihat. Karena dia memamg hobi menertawaiku. "Udah mau pulang?" Tanya Arham.

Vespa, Me and You #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang