• Satu

14 7 0
                                    

Author POV

"Untunglah lo bangun,"

Lintang menghela nafas lega melihat Dinda yang membuka matanya. Mata gadis itu menyipit untuk menyesuaikan cahaya yang masuk dan memfokuskan tatapannya.

"Aku dimana? aku siapa?"

Lintang melebarkan matanya mendengar pertanyaan Dinda. Apakah Dinda jadi Amnesia karena bola yang ia lempat menghantam kepalanya. Cowok itu langsung panik dan gelagapan.

Tiba - tiba tawa Dinda pecah melihat ekspresi Lintang.

"Nggak kali, aku ngga Amnesia, alay banget kalo amnesia cuma gara - gara kegebuk bola basket," katanya enteng.

"Sialan, lo ngerjain gue rupanya. Karena lo udah bangun, gue balik" katanya dingin.

Dinda mengernyit, ia heran kenapa tiba - tiba sikapnya jadi begini. Tadi saat ia pura - pura lupa wajah Lintang panik dan terlihat seperti orang baik. Tapi sekarang? Sangat dingin dan terkesan galak kalau menurut Dinda.

"Eh tunggu!"

Lintang berbalik dan menatap Dinda. Tatapan nya berbeda dari sebelumnya. Aneh, dingin dan menusuk. Dinda sempat takut sendiri melihat Lintang.

"Ngga jadi deh, makasih aja udah bawa aku kesini, Lintang?"

Lintang tidak menjawab dan kembali berbalik meninggalkan Dinda. Dinda hanya mengendikan bahu tak acuh, mungkin saja Lintang memiliki kepribadian ganda. Ia tak mau terlalu memikirkan tentang itu.

Ia sudah kembali berjalan ke kelasnya dengan dua lubang hidung yang ia sumbat menggunakan tisu. Persis seperti orang mati, wajah pucat, hidung disumbat. Bedanya ia berjalan sekarang.

"Astaga! Lo ngagetin aja bego! Udah kaya mayat idung di sumpel gitu! Lepas gak! Serem!" protes Maya yang pertama kali melihat Dinda.

"Eheh, kan biar ga ngalir darahnya Maya,"

"Kan gak gitu juga, udah bobrok ini anak kayanya," Maya jengah.

Begitu duduk, Dinda langsung dikerumuni dan dihujani banyak pertanyaan.

"Lo masih pusing gak? Masih sakit gak? Udah istirahat aja di uks lagi," itu dari orang - orang yang peduli.

"Gimana rasanya digendong Lintang? Berduang sama Lintang di uks? natap mata Lintang?" kalau itu pertanyaan darj cewek - cewek penggila cogan.

Dinda jadi pusing sendiri mendengarnya.

"Sut! Kalian tuh berisik tau nggak? Pusing jadinya aku! Nih ya, aku udah gapapa, terus tentang Lintang. Aku ngga tau apa -apa,"

Teman - temannya mendesah serempak. Ada yang karena lega Dinda sudah tidak kenapa - napa. Lebih banyak lagi yang mendesah kecewa karena jawaban yang tidak memuaskan dari Dinda.

"Mila?"

"Apaan!"

"Ih galak, gajadi deh," Dinda memalingkan tubuhnya mencari buku paket Kimia.

"Abisnya lo sih! Coba bisa ngga nggak bikin khawatir, pasti aja ada masalahnya. Heran gue sama lo, sebenarnya lo ini apa?" geram Mila.

Dinda tersenyum tulus pada Mila yang kini matanya sudah berkaca - kaca, siap menjatuhkan air matanya karena cemas dengan sahabatnya yang konyol dan ceroboh ini. Dinda perlahan memeluk Mila.

"Maaf ya, selalu bikin Mila sedih. Aku janji ngga gitu lagi, lain kali kalo ada bola aku bakal ngehindar kok,"

Mila yang tadinya sedih, menjadi terkekeh mendengar jawaban Dinda. Mereka melepaskan pelukannya, bukan karena mereka lesbian, Dinda dan Mila sudah bersahabat sejak masuk SMA sehingga Mila menganggap Dinda sudah seperti adiknya sekarang. Adik yang ceroboh dan perlu dijaga.

"Mila, beli eskrim yuk di kantin" ajak Dinda.

Mila mengangguk dan berdiri. Mereka berdua berjalan ke kantin, saat ini istirahat kedua, kantin tidak terlalu ramai. Mila memekik tertahan di samping Dinda saat melihat sekumpulan cowok di pojok kantin.

"Dinda, liat itu kak Bayu ganteng banget. Yaampun mana seragamnya gitu bikin tambah kece,"

Dinda mengernyit pada Mila. Cewek itu terlalu polos hingga menyangka omongan Mila ngawur.

"Mila sakit? Masa baju keluar acak - acakan gitu dibilang kece sih,"

Mila menatap sahabatnya jengah, sudahlah, tidak ada guna berbicara seperti itu pada makhluk macam Dinda. Mila akhirnya menyusul Dinda yang sudah berada di salah satu stand yang menyediakan eksrim.

Disisi lain, tanpa sepengetahuan mereka berdua. Sekumpulan cowok di pojok kantin juga rupanya sedang membicarakan keduanya.

"Itukan Dinda ya?  Yang tadi kena bola lo,tang?" tanya Angga.

"Hm,"

"kuat juga dia, udah keliling-keliling mana ketawa - ketawa lagi,"

"Hm,"

"Bukannya tadi mimisan banyak ya?"

"Hm,"

"Ah gaasik lo, jawab cuma ham hem ham hem doang, berasa ngobrol sama sapi gue!" gemas Angga.

"Sapi itu mooo goblok! Lo udah kelas dua SMA masih gatau suara sapi" kata Ali sambil menoyor kepala Angga.

"Dia aneh, ngaco ngomongnya," Lintang mulai bicara.

"Tapi menurut gue dia lucu, liat deh dia selalu senyum, manis, cantik dan bodynya goals, seksi juga" kata Angga.

Sementara Bayu? Cowok itu tidak ikut nimbrung karena sedang fokus by one PUBG. meski raganya bersama Lintang dkk, jiwanya berada dalam permainan itu.

"Iya, gue denger dia pinter, terus polos banget, belum pernah pacaran. Ngomongnya aku - kamu, imut gitu," tambah Ali.

Mendengar kata - kata temannya membuat Lintang secara tak sadar memfokuskan pandangannya ke cewek yang sedang memakan eskrim sambil tertawa. Benar, Dinda manis.

Lintang buru - buru menggelengkan kepalanya menghilangkan pikiran yang baru saja hinggap di otaknya. Ia mencoba mencari fokus lain tapi gagal, perhatian lagi - lagi tertuju pada Dinda.

SavorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang