• Tujuh

7 4 0
                                    

Author POV

Kegiatan jeda semester pun dimulai, semua murid SMA 7 sangat senang dan riang berbeda dengan panitia osis yang sedikit kewalahan mengurusi persiapan kegiatan yang sudah ditunggu - tunggu. Dinda melihat Rendi si ketua osis yang sedang duduk di pinggir lapangan, wajahnya kelihatan sangat lelah. Tanpa ragu ia menghampiri Rendi dengan senyum ceria seperti biasanya.

"Rendi!"

Rendi menoleh dan tersenyum, Dinda dan Rendi itu teman smp jadi mereka sudah mengenal satu sama lain. Dinda duduk di sebelah Rendi.

"Pasti capek ya ngurusin ini itu?"

"Iya, tapi nggak apa. Udah tanggung jawab aku,"

Ya, Rendi memang cowok berkharisma dan berwibawa, jadinya ia bisa terpilih jadi ketua osis seperti sekarang. Ia juga salah satu siswa kebanggaan dan populer di sma 7. Bedanya dengan Lintang, Rendi populer karena prestasi, bukan masalah.

"Rendi keren banget sih, semangat ya!  Aku ke kelas dulu. Dah" Rendi balik membalas lambaian tangan Dinda.

Dinda memang seperti itu, ramah pada semua orang. Bahkan pada yang tidak ia kenal sekalipun.

Lomba pertama bulan bahasa adalah cipta puisi. Semua perwakilan masing - masing kelas sudah berada di ruangan yang sudah ditentukan. Untuk lomba sejenis nyanyi akan dilakukan besok. Dinda gugup bukan main, bohong kalau ia tidak memikirkan bagaimana permformance-nya besok.

"Gugup kenapa?" Mila memang paling mengerti Dinda. Ia bisa menebak dari sikap cewek itu. Ia akan menggigit bibir bawahnya sambil mencabuti daun tanaman di depannya.

"Besok gimana?"

"Nggak gimana - gimana. Gue tau lo bisa Din, jangan sembunyiin bakat lo. Tunjukin,"

Dinda tersenyum. Antara senyum senang dan getir. Ia sudah bertanya pada Mila apakah lebih baik dia bernyanyi saja atau sambil bermain piano. Dan Mila bilang kalau ia lebih baik nyanyi sambil main piano karena mungkin bisa jadi nilai tambah. tapi setelah di konfirmasi ke Rendi, ternyata untuk lomba itu tidak bisa menggunakan piano, karena memindahkan grand piano dari ruang musik ke lapangan cukup sulit. Ya, lombanya akan dilaksanakan di lapangan dan disaksikan langsung oleh siswa sma tujuh.

"Nyanyinya dua lagu ya? Wajib nasional sama bebas?" Dinda mengangguk. "lo mau nyanyi apa?"

"Bagusnya apa?"

"Kalo menurut gue, semua lagu yang lo nyanyiin enak didengar,"

Dinda tersenyum penuh arti. Tentu saja ia tersanjung dengan pengakuan sahabatnya, pasalnya, Mila jarang sekali memujinya. Ia langsung mencolek bahu Mila sambil terkekeh.

"Aw, Makasih Milaku"

"Jijik najis, jangan kaya lgbt!"

"Iya ampun. Tapi aku sih udah kepikiran mau nyanyi Nyiur hijau sama teman bahagia aja apa ya?"

Mila terlihat menimbang lagu pikihan Dinda dan mengangguk setelah yakin dengan pemikirannya. Ia pikir akan bagus jika cewek itu menyanyikan lagu sedih seperti teman bahagia.

"Iya bagus, hari ini gue ke rumah lo ya? Kita perlu persiapan untuk besok, pokoknya lo gaboleh ngecewain kita,"

Tentu saja perkataan Mila menjadi beban untuk Dinda. Tapi sebisa mungkin ia juga akan berjuang untuk tidak mengecewakan orang-orang yang mempercayainya.

~♥~

Mereka sudah berada di apartemen Dinda. Seperti biasa, Mila langsung mengecek isi kulkas, memastikan bahwa sahabatnya punya bahan makanan yang cukup. Ia bernafas lega saat melihat isi kulkas masih cukup memadai. Ia khawatir, tentu saja. Ia tahu cerita Dinda, tentang ibunya yang meninggal dan sahabatnya yang tidak pernah bertemu ayahnya.

"Aku makan dengan baik, Mila gausah khawatir,"

Mila tersenyum sedih, jujur saja, setiap kali melihat Dinda ia selalu bersyukur karena masih diberi keluarga yang lengkap dan memberi kasih sayang padanya. Berbeda dengan gadis di depannya ini, dia masih remaja tapi sudah sangat merasakan pahitnya hidup tapi selalu berhasil ia tutupi dengan senyumnya.

"Yaudah. Jadi, lo ada baju untuk besok?"

Dinda menggeleng, ia tidak memikirkan tentang itu. Ia pikir saat lomba akan memakai seragam, jadi tidak perlu ribet menyiapkan apa - apa.

"Aku nggak tahu kalau pake baju biasa,"

Mila berdecak, pasti saja. Ia mulai membukan lemari sahabatnya dan menemukan beberapa dress dengan warna yang bagus. Ia tersenyum senang dan mulai mencocokan baju itu dengan Dinda.

"walau cuma lomba kaya gini, seenggaknya sahabat gue harus kelihatan lebih cantik, soalnya kata Tasya penampilan jadi penilaian juga,"

Dinda hanya diam memperhatikan Mila yang sedang memilih baju yang cocok dengannya. Itu semua baju miliknya, ibunya selalu senang membelikannya baju dress atau gaun. Ia bilang, Dinda akan terlihat cantik saat memakai baju seperti putri.

Pilihan Mila jatuh pada dress selutut berwarna peach dengan motif simple dan sopan. Ia menyuruh Dinda memakai baju itu dan saat selesai, baju itu terlihat sangat cocok untuknya. Dinda terlihat sangat cantik.

"Wow, liat siapa ini?"

"Nggak usah berlebihan, aku jadi malu, tapi emang sih aku kelihatan beda,"

Mila tersenyum puas. Tak sabar ia menunggu besok, ia akan memperlihatkan kelebihan sahabatnya. Berbeda dengan Dinda yang seolah tak ingin ada hari esok. Besok pertama kalinya ia akan bernyanyi di depan orang banyak.

SavorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang