Author POV
"halo Tante?"
"Kenapa Din?"
"Tante doain aku besok olimpiade kimia," terdengar nada senang dan gugup dari suaranya.
"Iya, tante doain semoga olimpiade kamu lancar, kalo gitu tante tutup dulu ya soalnya lagi banyak kerjaan, dah Dinda, jangan lupa makan,"
Lalu sambungan berakhir, Dinda tersenyum lega setelah memberi tahu Tantenya. Setidaknya ada doa dari orang tua sekarang.
Mila sedang remedial kimia bersama semua teman sekelasnya, Ia menghela nafas panjang merasa sangat bosan di luar kelas sendirian. Rasanya bukan seperti dia seorang yang tidak remedial tapi ini terasa seperti hukuman di keluarkan dari kelas.
Sisa jam remedial masih ada empat puluh lima menit. Dinda celingukan, sekolah sangat sepi, semua siswa pasti sedang dikelas sekarang. Ia berdiri dan melangkahkan kakinya ke taman sekolah dekat kantin, paling tidak, disana ia bisa menyejukan jiwa dan raga dibawah pohon yang rindang.
Dinda memasang earphonenya dan mulai menutup mata, merasakan semilir angin yang menerpa wajahnya. Awalnya cuma terpejam akhirnya Dinda tertidur sambil duduk.
Lintang sengaja bolos pelajaran bersama tiga sahabatnya, sementara teman - temannya ke kantin. Ia memilih mencari udara segar di taman belakang. Begitu sampai, ia melihat seorang gadis di bangku di bawah pohong. Kepalanya sudah menunduk dan akan jatuh dalam beberapa saat hingga Lintang berlari dan menangkap cewek tersebut. Kepala Dinda ia sandarkan ke bahunya.
"Cewek bego, tidur dimana aja,"
Lintang melepas satu earphone Dinda dan memasangnya di telinganya. Mencoba ikut menikmati iringan musik dan angin yang berhembus memberi kesejukan.
Kepala Dinda masih ada di bahu nya. Nyaman, itu yang mereka berdua rasakan sekarang. Tanpa sadar, Lintang pun ikut tertidur dengan kepala bertumpu di atas kepala Dinda.
Bulu lembut yang menyentuh kakinya membuat Dinda terbangun, tapi tidak dengan Lintang. Dinda menegakkan kepalanya perlahan tapi kepala Lintang malah jatuh di pahanya. Ia terkejut saat Lintang justru memposisikan dirinya dengan nyaman.
Dinda tidak tahu harus berbuat apa. Ia hanya diam melihat wajah Lintang yang begitu damai saat tidur seperti ini. Ia mengibaskan tangannya di depan wajah Lintang tapi ternyata Lintang tidur dengan nyenyak.
"Kenapa dia bisa disini sih?" gerutunya.
Keadaannya tetap seperti itu. Dinda diam dan Lintang yang tertidur di pahanya. Bel berbunyi memekakkan telinga Lintang yang membuatnya harus bangun. Lintang membuka matanya dan mendapati Dinda sedang menatapnya juga. Segera ia mendudukan badannya dan menatap Dinda dingin.
"Kalo tidur jangan sembarangan," katanya lalu melenggang pergi.
Dinda mengernyit tak mengerti.
"Loh kok aku sih? Orang dia yang tidur di sini, gajelas nih Lintang,"
Dinda juga ikut berdiri dan melangkah menuju kelasnya. Bu Teti sudah keluar dan kelasnya kembali ramai.
"Kalian, minta perhatiannya sebentar," ucap Rizal.
"Iya A Ijal ini Adinda perhatiin," goda Dinda.
Rizal hanya tersenyum menanggapi Dinda. Ia sudah bebal di goda cewek itu. Sejak kelas sepuluh dulu, hampir semua cowok di kelasnya pernah kena gombal gaje dari Dinda. Tentu saja itu cuma iseng dan bercanda.
Tapi rupanya tak semua menganggap sikap dinda itu candaan, ada beberapa teman kelasnya yang baper karena sikap Dinda tersebut. Setelah digombalin receh dan diberi sikap sok perhatian Dinda, malamnya ia langsung men-chat Dinda dan berbasa - basi. Awalnya masih Dinda balas, tapi semakin lama ia jadi tidak nyaman.
Rizal salah satunya, dulu ia pernah suka dengan Dinda, bahkan sekarang pun Rizal masih ada rasa. Dinda tahu, terlihat jelas dari perlakuan Rizal terhadapnya, cewek itu hanya pura - pura tak tahu dan bersikap biasa saja untuk menghindari suasana canggung nantinya.
"Jadi, tadi gue baru aja dikasih info kalau buat kegiatan jeda semester akan diadain lomba sekaligus sama acara bulan bahasa, dan lombanya macem - macem tuh udah ada di mading kelas, semua diharap partisipasinya, soalnya kalo gak ikut bakal di denda dan kena poin,"
"Yeay asik FreeClass! Yuhuuu.. " semua murid berteriak senang mendengar kabar dari Rizal.
"Eh liat yuk lombanya, siapa tahu ada yang cocok," ajak Mila. Dinda hanya mengangguk dan langsung mendekat ke mading.
"Cipta puisi, poster digital, debat, padusa kelas, solo vokal, modern dance... Ah aku gak tertarik, ngga ada yang cocok Mil," kata Dinda.
"Ah gue mau ikut debat, udah lama gak adu bacot, hahaha," pasti saja Mila.
Dinda hanya mengangguk menyetujui Mila. Kalau sudah urusan debat, tak perlu diragukan, Mila pasti menang. Dia cewek yang keras kepala dan pasti akan mempertahankan pendapatnya.
"Oke, jadi yang ikut cipta puisi Angel, yang poster digital Widia, yang debat Mila, Sela sama Putri, padusa kelas udah ada grup kan? Delapan orang. Modern dance juga udah ada tujuh orang, buat olahraganya serahin aja sama cowonya dan satu lagi, solo vokal, siapa yang mau? Atau yang belum kebagian lomba,"
Dinda sadar, ia belum ikut lomba apapun, ia berusaha menghindari kontak dengan siapapun dan menyibukkan diri. Jujur, Dinda sama sekali tidak tertarik dengan kegiatan seperti itu.
"Zal, Dinda belum ikut lomba apapun," kata Mila keras.
"Ish, Dasar Mila! Akukan nggak mau ikut!"
"Jangan gitulah Din, inikan buat kelas," bujuk Rangga.
"Tapikan aku gak bisa kaya gituan,"
"Yaudah, Dinda ikut Lomba solo vokal ya?" tanya Rizal.
"Eh, aku ngga bisa nyanyi. Suara aku jelek tuh denger," bohongnya.
"Bohong, Dinda suaranya bagus banget, gue sering denger dia nyanyi. Pokoknya udah dia aja," paksa Mila.
Baru saja Dinda ingin membalas dan protes. Ia kemudian memutar badannya dan melihat ekspresi memelas teman - temannya. Bukan karena takut denda, mereka takut kena poin. Akhirnya dengan berat hati ia mengangguk mengiyakan. Teman - temannya bersorak dan berterimakasih padanya.
"Tapi gak janji menang ya?" kata Dinda.
"Iya, asal lo ikut. Itu udah nyelamatin kita dari poin," kata Yuli. Lagi Dinda hanya tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Savor
Teen FictionKamu datang dan lengkapi cerita penuh senyuman. Tapi apa, nyatanya kamu tega hancurin hati yang rapuh. -Karin Adinda. Maaf, dari awal bukan seperti itu maksudku. Tunggu sebentar, sampai aku bisa perbaiki keadaanya.