• Duapuluh

8 4 0
                                    


Lintang membuka kotak bekal yang diberikan Dinda padanya tadi. Mengingat ekspresi lucu cewek itu tadi membuat Lintang tersenyum tanpa ia sadari. Angga yang baru datang langsung memfokuskan dari pada Lintang yang akan memakan bekal makanannya.

"Wadaw, tumben amat bawa bekal, bagi dong!" Angga sudah bersiap mengambil satu sandwich namun Lintang dengan sigap menjauhkan kotak bekal tersebut.

"Ih pelit lo, bagi satu doang ampun. Gue juga belum sarapan," pinta Angga

"Beli aja di kantin sana!" Jawab Lintang

"Ada apaan sih?" Tanya Ali

"Tumben banget lo makan bekal dari fans lo, biasanya juga dikasih ke kita - kita," tambah Bayu.

"Jatah lo semua ada di loker, yang ini khusus gue dari cewek gue," kata Lintang.

Angga, Ali dan Bayu langsung melongo mendengar perkataan Lintang. Mereka memang tahu kalau selama ini temannya itu mendekati Dinda, tapi mereka belum tahu kalau keduanya sudah berpacaran.

"Dinda? Sejak kapan?" Tanya Angga tak percaya.

"Kemarin,"

Ketiganya langsung bertepuk tangan dan membuat mereka menjadi pusat perhatian. Lintang mengernyit tak mengerti dengab tingkah aneh para sahabatnya. Setelah itu mereka memberikan selamat secara bergantian pada Lintang yang membuat mereka semakin aneh di mata orang - orang.

~♥~

Sekarang adalah jam pelajaran olahraga. Dinda yakin sudah meminum obatnya tadi pagi, tapi entah kenapa kepalanya terasa sedikit pusinh. Ia menggelengkan kepalanya mencoba menghilangkan pusing di kepalanya.

Sesudah berganti baju, ia dan teman - teman sekelasnya menuju lapangan. Materi hari ini cukup berat, Voli. Dinda suka Voli, tapi tubuhnya tak mendukung untuk melakukan itu.

Setelah pemanasan, semua siswa diberikan latihan untuk selanjutnya di arahkan dalam permainan tim. Dinda mencoba memasang senyum secerah mungkin. Mila sudah mulai asik dengan passingnya. Semua anak mulai mencoba teknik dasar bola tersebut.

Rangga yang sedang men-service bola tak sengaja membuat bola tersebut mengenai kaki Bela yang sedang berdiri di pinggir lapangan dengan cukup keras hingga membuatnya meringis.

"Aduh - aduh maap, gue nggak sengaja sumpah," kata Rangga meminta maaf tapi ia tertawa geli melihat ekspresi Bela.

Rupanya baik Mila maupun Rangga sama - sama tak menyukai Bela. Entah karena apa, bagi Lintang melihat ekspresi kesal Bela adalah kesenangan tersendiri seperti sekarang ini.

"Ish! Lo tuh bisa nggak sih ngelakuin sesuatu dengan bener!"

"Iya - iya maap kan gue nggak sengaja kali," jawabnya.

"Rese lo!"

Bukanya merasa bersalah Rangga justru makin terkikik bersama Udin.

Matahari cukup terik untuk berolahraga di jam seperti ini. Hal itu membuat kepala Dinda semakin berat. Untuk sekarang ia masih bisa mengontrolnya. Ia sedikit memijat pelipisnya.

Rangga memperhatikan gerak - geriknya dari kejauhan. Ia berniat memberi Dinda minum dan menghampiri cewek itu.

"Nih minum," kata Rangga sambil menyodorkan botol berisi air mineral.

"Makasih," Senyum Dinda terlihat lemah, wajahnya juga pucat. Dinda meminum seteguk air tersebut dan hendak mengambil bola yang menggelinding ke arahnya.

"Lo sakit?" Tanya Rangga.

"Ha? Engga kok, cuma agak pusing. Tapi nggak apa - apa bentar lagi juga ilang," jawab Dinda.

Tepat saat selasai mengucapkan itu, darah mengalir dari hidungnya. Dinda merasakan itu dan cepat - cepat menyekanya. Sayang, Rangga tahu kalau Dinda mimisan. Dinda berlari ke kamar mandi perempuan untuk membersihkan hidungnya.

Rangga mengikuti cewek itu dari belakang, siswa lain masih belum menyadari apa yang terjadi termasuk Mila. Rangga menunggu Dinda di depan toliet wanita dengan cemas. Baru kali ini ia melihat orang mimisan secara langsung di depan matanya. Jujur, ia cukup takut melihat darah.

Dinda masih menyeka darah yang keluar dari hidungnya. Darahnya tak berhenti mengalir hingga membuat ia sedikit kesulitan, sementara itu kepalanya semakin terasa berat. Tak lama kemudian ia tak mampu menahan sakit di kepalanya dan jatuh di depan westafel. Untung saja jatuhnya tak membenturkan kepalanya langsung.

Rangga yang mendengar suara dari dalam langsung masuk kedalam toilet, beruntung di dalam tidak ada siswi lain. Rangga cukup terkejut melihat Dinda sudah terjatuh di lantai seperti itu. Dengan sigap, ia menggendong tubuh Dinda dan membawanya segera ke uks. Mila yang menyadari ketidak beradaan sahabatnya langsung panik.

"Kalian, liat Dinda nggak?" tanyanya.

"Loh, tadi kan ada disitu" jawab Putri

"Iya tadi ada,"

"Si Rangga kemana ya?" Tanya Dino

"Kalo dia gue nggak tau," Kata Putri

Mila mulai cemas, kalau sudah pelajaran olahraga seperti ini, Dinda pasti kambuh. Ia meminta izin kepada Rizal untuk mencari Dinda sekaligus Rangga.

Mila berlari ke kamar mandi dan tak menemukan apapun di sana, kecuali noda darah di westafel dan lantai. Lalu ia mempercepat langkahnya menuju uks.

Rangga yang sudah sampai di uks langsung heboh sendiri. Beruntung ada Frau Helen dan beberapa siswa pmr yang sedang berjaga di ruangan tersebut.

"Bu, Bu tolongin ini temen saya tiba - tiba pingsan terus berdarah - darah hidungnya bu. Yaampun bu, tolongin bu cepetan,"

Frau Helen langsung menyuruh Rangga menaruh Dinda di salah satu kasur uks dan memeriksa keadaan cewek tersebut. Sementara itu Rangga terus bolak - balik membuat siswi pmr risih.

"Kak, duduk kali. Santai aja, kak Dinda udah biasa kaya gitu, dia nggak akan kenapa - napa," katanya.

"Udah biasa?" tanya Rangga

Siswi itu mengangguk, belum sempat Rangga menanyakan lebih jauh. Mila datang dengan terengah - engah. Ia melihat Rangga disana, sudah pasti Rangga yang membawa Dinda. Tanpa harus diberi tahu, Mila langsung berlari ke kelasnya mengambil obat dari tas sahabatnya.

SavorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang