• Delapan

14 6 0
                                    

Author POV

"Kak? Peserta lomba solo vokal ya? Segera siap - siap ya kak, bentar lagi dimulai"

Dinda mengangguk dan tersenyum pada adik kelas yang ternyata panitia lomba tersebut. Ia masih mengenakan seragam, Mila belum datang, ia jadi tidak tahu harus berbuat apa.

Syukurlah, balum sampai lima menit, Mila datang sambil terengah, sepertinya cewek itu habis berlari.

"Cepet ganti,"

Dinda mengangguk dan langsung menuju kamar mandi. Selesai berganti, Mila menyeretnya ke kelas untuk dipokes beberapa make up. Dinda yang tidak pernah memakai make up cukup risih saat Mila memakaikan benda itu ke wajahnya.

"Mila itu apaan sih? Jangan macem - macem ah,"

"Udah ngga usah protes, ini cuma blush on"

Dinda hanya pasrah menunggu Mila selesai me make overnya. Selesai dengan wajah, Mila merapikan rambutnya. Rambutnya dibiarkan terurai. Sangat cantik, rambut Dinda panjang dan berwarna coklat creamy, bukan karena kepanasan apalagi di cat. Ini warna rambut aslinya.

"Sumpah lo cantik banget," Dinda belum membuka matanya, ia tak berani menatap dirinya sendiri di cermin karena yang ada di pikirannya ia akan terlihat aneh.

"Wow anjir si Dinda cantik banget! Sumpah pangling gue, padahal cuma make up dikit," kata Sisi.

"Iya, inimah lebih dari Miss Indonesia atuh," Tambah Dino.

Seketika teman sekelasnya mengerumuninya. Melontarkan pujian atas kecantikannya. Pipi Dinda memerah menerima semua pujian itu. Kalau begini caranya ia bisa terbang sebelum berjuang.

"Udah ya kalian, makasih pujiannya tapi aku ngga mau nanti jadi baper terus ngga jadi lomba," ucapnya.

"Iya nih, okedeh pokoknya semangat ya!"

Dinda tersenyum. Saat itu adik kelas yang tadi sempat bertanya padanya datang lagi dan memberi tahu kalau Dinda harus sudah stay di belakang panggung. Dinda mengikuti adik kelas itu dibelakang dengan gugup. Selama perjalanan, perhatian tertuju padanya, ia bisa mendengar orang berbisik tentang dirinya.

"Oke, langsung aja selanjutnya akan ada penampilan dari perwakilan kelas sebelas IPA dua, untuk peserta silahkan naik ke atas panggung,"

Dinda yang sudah berada di pinggir panggung sebelumnya melihat keberadaan Mila dan teman sekelasnya yang berada di barisan terdepan. Di salah satu sisi lapangan Angga bersama Lintang, Bayu dan Ali sedang menonton juga. Walau kadang buat masalah, kalau tentang event sekolah mereka akan tetap hadir dan menikmati.

Dinda naik ke atas panggung dengan gugup, ia masih menundukan kepalanya hingga ia sudah memegang mike , ia mengangkat kepalanya dan tersenyum manis.

"Eh! Itu si Dinda kan? Sumpah cantik banget, kenapa gak dari dulu gue kenal dia, tau gitu udah gue pacarin dari lama," celoteh Angga. Lintang yang merasa risih langsung menatao tajam Angga yang membuat cowok itu diam sambil cengengesan.

"Halo, nama saya Karin Adinda dari kelas sebelas ipa dua. Saya akan membawakan dua buah lagu, pertama nyiur hijau untuk lagu wajib nasional dan teman bahagia,"

Semua orang bersorak menjawab Dinda. Juri yang duduk di pinggir panggung pun mengangguk mempersilahkan Dinda untuk bernyanyi. Ia mulai mengambil gitar akustik di sisi panggung dan duduk lalu mendekap gitar tersebut. Memetik akor dan menghasilkan nada intro lagu nyiur hijau yang ia buat sendiri. Ia mulai menyanyi dan membuat semua orang terpana.

Lintang tak bisa mengalihkan perhatiannya dari gadis yang kita sedang bernyanyi di atas panggung. Dinda terus melanjutkan bernyanyinya sampai lagu pertama selesai.

"Nah, ini lagu kedua"

Tidak diragukan, permainan gitarnya sangat baik. Lagi, ia membuka lagu dengan intro yang sangat menyentuh. Dinda mulai bernyayi, kali ini ia banyak tersenyum, rasa gugupnya perlahan hilang seiring kenyamanannya bermain alat musik. Matanya menyapu seluruh penonton sambik terus tersenyum, hingga ia menemukan seseorang di ujung lapangan yang sedang menatapnya juga. Dia, Lintang. Seakan magnet yang sangat kuat, Dinda juga tak bisa mengalihkan pandangan dari cowok itu.

Lagu selesai, Dinda berhasil membawakannya dengan sangat baik. Bahkan penonton meminta ia untuk bernyanyi lagi tapi karena durasi waktu, jadi tidak diizinkan.

Saat masuk ke kelas, ia disambut meriah oleh teman - temannya. Mereka puas dengan penampilan sahabat mereka.

"Lo terbaik Din,"

"Best banget Dinda! Fingerlove buat lo," dan masih banyak lagi kata - kata yang lain. Dinda hanya menanggapinya dengan senyum. Ia lelah, kepalanya mulai pening. Penyakitnya pasti mulai kambuh, perlahan ia mengendap keluar dari kelasnya.

Namun sampai di luar kelas ternyata disana ada Sherly dan teman - temannya yang sepertinya sudah sengaja menjemputnya.

"Kebetulan lo diluar, langsung aja ya. Gue nggak suka sama lo!  Sama sikap lo yang sok imut dan sok cantik. Apalagi tadi, pake segala ikut lomba nyanyi, mending suara lo bagus! Ngaca dulu!"

Dinda meringis, apa apaan sih cewek satu ini, datang - datang langsung marah - marah. Seperti tidak ada kerjaan yang lebih berguna saja. Dinda memegangi kepalanya yang mulai berat. Mendengar ocehan Sherly barusan membuat kepalanya semakin sakit. Ia sudah mengira kalau sebentar lagi darah akan mengalir dari hidungnya, dan benar saja, ia langsung merasakan sesuatu keluar dari hidungnya.

"Eh, eh?  Lo gak usah pura - pura mimisan!"

"Tapi Sher, dia kayaknya nggak pura - pura deh, mana ada mimisan di buat - buat. Mending kita cabut aja yuk daripada ntar dia kenapa - napa kita yang disalahin"

Sherly dan yang lainnya mengangguk dan meninggalkan Dinda begitu saja. Dinda yang sudah tidak kuat dengan sakit kepalanya mulai kehilangan keseimbangan dan jatuh, tapi ia jatuh kepelukan seseorang. Dinda tidak tahu siapa orang itu, yang pasti ia tahu orang itu memiliki dada bidang yang sangat nyaman.

SavorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang