"Mōshiwakearimasen, watashi no ai"
Mitha menatap enggan pada Karina, Building Facility Manager sekaligus sepupunya. Demen banget sama penjajah, embusan napas kasar keluar seiring gelengan kepala Pramitha. Lebih baik mengabaikan wanita itu dan kembali fokus meninjau kamar hasil dekorasi Karina.
"Watashi wa kono ato ni ikudarou"
Karina menatap sinis sepupu cantiknya yang kini berdiri angkuh. Mata cantik wanita itu memicing pada sang sepupu yang tengah mengedarkan pandangan jeli, menilai hasil kerja kerasnya seminggu ini. Demi Hageshī josei kesayangan Aunty Liliana, eh enggak! Demi Om Hermawan, Gue bela-belain gak kencan semingguan!
"Yūshoku ni aimashō, Watashi wa anata o aishiteimasu, koibito"
Manis, lembut, dan penuh kemesraan. Suara Karina, sungguh mengindikasikan pasangan harmonis penuh cinta yang kini dilanda rindu tak terperi, akibat proyek Roro Jonggrang cetusan Hermawan Sutanto dan Dokter anak pengganti itu.
Bagus, Mitha mengangguk samar. Gak sia-sia dia dilepas lima tahun di kebun sakura sana, kini Mitha kembali melirik sepupunya yang masih saja sibuk dengan ponsel. Mitha menggeleng samar lagi. Bisa ya pacaran disela kunjungan kerja. Mencoba tak peduli, Mitha kembali melangkahkan kaki meyusuri sepanjang koridor bangsal anak.
"Bye, Kenji-san" Karina menutup percakapan ponselnya dan bergegas menyusul Mitha yang ternyata sudah melangkah lebih jauh dari yang ia sadar. "Tunggu, sih, Mith!" Ucap Karina sedikit keras.
Mitha hanya menoleh sepintas dan tak menggubris ucapan sepupunya. Ia tengah melongok pada satu kamar yang menurutnya paling beda dari semua kamar yang Karina dekorasi.
"Kagum ya? Karina gitu loh..." Kini wanita seumuran Mitha itu menepuk dadanya kencang, seraya tersenyum riang dan bangga pada sepupu yang menjadi atasannya itu.
"Kenapa yang ini beda?"
"Owh.. Dokter Bima yang request. Katanya, pasien anak dengan kasus khusus bisa ditaro disini dan dua kamar lain yang kita desain dengan konsep agak beda"
Mitha mengangguk,
"Dan gue.., mau kencan sama Kenji malam ini, setelah lu siksa seminggu penuh dengan permintaan simsalabim bokap lu."
"Terserah"
Karina mengangguk, "Well, good then." Karina memutar badan, hendak pergi meninggalkan atasannya untuk segera bergegas pulang. Si sipit langsat tercintanya sudah menunggu untuk makan malam menyenangkan setelah ini.
"Kar.." dan gerak Karina terhenti. Kembali menoleh pada supupunya yang tampak tegas dengan kacamata dan rambut kuncir kudanya. "Si Dokter Anak itu memangnya bilang apa aja selama proyek ini jalan?"
Karina tampak berfikir, "Gak ngomong banyak sih, Dia. Cuma beberapa kali Dia kasih saran via conference call sama Om Hermawan, saat gue lagi konsepin desain aja. Kenapa?"
"Dia sering telepon elu?"
"Enggak." Karina menggeleng. "Gue yang tepatnya sering telepon dia," lanjutnya seraya tertawa, "Habis dia orangnya lucu sih! Humoris. Terus kayak paham banget dunia anak. Dia bisa bikin gue membayangkan dengan baik, bagaimana perasaan anak-anak kala mendapat suasana ceria, positif, dan optimis ditengah rasa sakit mereka."
Mitha menatap Karina datar, tanpa ekspresi. Memilih fokus pada setiap intisari informasi yang Karina lontarkan.
"Terus, kan gue harus pilah pilih warna dong, untuk tau cara bikin bangsal ini biar jadi cute binti imut. Nah, Dokter Bima tuh kalo gue ajak diskusi, dia asyik! Kasih gue gambaran warna yang anak-anak banget kayak gimana. Makanya gue bisa selesaikan projek 'jadi apa prok prok prok' ini dengan cepat dan baik!" Tukas Karina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pramitha's Make Up ( Sudah Terbit )
RomansaSudah terbit dan dihapur sebagian. Dapatkan versi cetak Pramitha's Make Up di Grassmedia Grup atau Lotus Publisher. Pramitha geram kala dirinya selalu diejek dan diragukan kemampuannya dalam bekerja oleh Dokter Pengganti di Rumah Sakitnya, hanya k...