"Jadi Dok, saya bingung dan lelah! Setiap menu yang kami buat untuk Chico, gak pernah habis dilahap!"
Abimana tersenyum dan tetap mendengarkan keluhan ibu-ibu muda cantik yang pusing memikirkan tumbuh kembang anaknya yang susah makan.
"Apa ada imunisasi yang isinya penambah nafsu makan?" tanya Ibu itu serius.
Abimana tersenyum manis seraya menggeleng, "Tidak ada imunisasi untuk nafsu makan, dan Mami tidak perlu khawatir. Tiap anak kadang memiliki mood dan nafsu makanya masing-masing." jelas Bima lembut dan meyakinkan, "Saya resepkan vitamin penambah nafsu makan, dan untuk sementara susunya boleh diganti dengan susu gain and grow sebagai pendukung kebutuhan nutrisinya."
"Yakin ya Dok, anak saya baik-baik saja?" tanya si Ibu dengan wajah khawatir berlebihan.
Abimana tersenyum yang entah mengapa, secara magis mampu menenangkan rasa khawatir sang Ibu yang takut anaknya menderita malnutrisi.
"Sebenarnya boleh-boleh saja makan fast food atau frozen food, asal tidak berlebihan dan diimbangi dengan sayur dan buah," jelas Bima sambil menuliskan resep untuk si Ibu muda.
"Saya hanya takut pertumbuhan Chico lambat nantinya," keluh sang Ibu lirih.
"Semoga tidak. Karena sejauh ini, semua hasil test Chico masih normal. Hanya berat badannya saja yang cenderung dibawah rata-rata. Kita coba dengan vitamin dan susu gain and grow ini, bulan depan boleh kontrol lagi dan kita lihat perkembangannya ya, Mami." Bima menyodorkan kertas kecil untuk diberikan kepada petugas apotek di lantai bawah GoldenHospital.
"Terimakasih ya Dok. Enak kali ya punya suami Dokter Anak, kita gak perlu pusing seratus persen mikirin tumbuh kembang anak kita. Suami saya itu IT Manager, Dok. Lembur terus dan jarang menemani kami tidur. Saya lelah juga," keluhnya seraya memasukkan buku tumbuh kembang milik anaknya kedalam tas.
Bima hanya tersenyum menanggapi keluhan pasiennya kali ini.
"Chico, udah ya nonton youtube-nya! Udah waktunya pulang. Dua jam lagi kamu harus les gambar sayang," ucap sang Ibu seraya merampas ponsel yang dipegang anaknya. "Mari Dok, kami pamit," lanjutnya.
"Baik Mami, hati-hati. Bye Chico! Makan yang banyak ya! Biar jadi jagoan." Bima melambaikan tangannya saat Ibu dan anak itu berjalan meninggalkan ruangannya.
Bima menghela nafas lalu menjatuhkan tubuhnya di kursi kerja. Ini menyebalkan!
Seharian ini fokusnya terpecah. Ia memijat pelipisnya pelan seraya memejamkan mata. Ingatan tentang Pramitha yang tidak menjawab pertanyaanya dan meninggalkan dirinya di kantin karyawan siang tadi membuat kepercayaan dirinya runtuh.
Apakah ketujuh anak asuhnya itu adalah alasan utama wanita pecinta make up itu enggan mendekati dirinya? Jika memang itu adalah alasannya, Bima rela sekali lagi gagal membina sebuah hubungan dengan seorang wanita. Namun dosakah jika Bima mengharapkan Pramitha mau menjadi teman dekat atau sahabatnya? Hanya teman dekat, tidak lebih.
Bima melirik angka yang tertera pada jam tangannya. Pukul lima sore hari. Seharusnya Poli Pediatrik-nya sudah tutup. Seorang perawat membuka pintu ruang prakteknya dan mengatakan bahwa Ia sudah tak memiliki pasien lagi untuk hari ini.
"Saya visit pasien setengah jam lagi ya, Sus," ucap Bima pada perawat yang disetujui sebelum wanita muda itu beranjak pergi.
Setengah jam Bima rasa cukup untuk menaikkan mood-nya lagi. Sungguh, melihat Pramitha dengan dress floral kuningnya siang tadi membuat jantungnya jumpalitan. Namun jantung itu harus rela berhenti berdetak beberapa saat saat Pramitha justru memilih meninggalkannya setelah rangkaian cerita yang menurut Pungki mengandung terlalu banyak tokoh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pramitha's Make Up ( Sudah Terbit )
Storie d'amoreSudah terbit dan dihapur sebagian. Dapatkan versi cetak Pramitha's Make Up di Grassmedia Grup atau Lotus Publisher. Pramitha geram kala dirinya selalu diejek dan diragukan kemampuannya dalam bekerja oleh Dokter Pengganti di Rumah Sakitnya, hanya k...