1- Arensha

408 104 35
                                    

Suara guyuran hujan terdengar sangat jelas, di tambah angin yang berembus menambah suhu dingin. Tapi anak-anak lain terlihat tidak peduli mereka lebih suka membicarakan gosip terbaru dari pada mengomel tentang hujan hari ini. Gosip itu menyebar ke seantero sekolah nama perempuan yang menjadi perbincangan itu sering kali menjadi buah bibir SMA NUSA, namanya Arensha Frinsa. Entah apa ulah nya kali ini, di panggil keruang BK di semester baru membuat anak yang lain geleng-geleng kepala. Arensha sering dipanggil Aren atau Ren, wataknya yang dingin membuat orang orang menjauh sekaligus ingin dekat dengan Arensha karena kepintarannya yang selalu mendapat juara pararel.

Arensha terlihat duduk diatap sekolah, genteng atap untung nya melindungi Arensha dari percikkan hujan yang tak kunjung berhenti bahkan terlihat akan semakin deras. Arensha mengangkat sebelah tangan kanannya agar dapat menyentuh air hujan, sambil mendongkak menatap langit yang berawan abu pekat, tapi bibir nya terlihat bersenandung tanpa ekspresi.

Mendengar suara ketukan sepatu yang mendekat Arensha berhenti bersenandung.

"Lo ngapain lagi sampai satu sekolahan heboh kayak gini?" teriak seseorang, Ren hapal betul pemilik suara yang memanggilnya barusan. Ren hanya menatap langit tanpa menghiraukan teriakan temannya itu.

"Erin" panggil Ren datar. Merinsya kemudian duduk disebelah Ren sambil menatap nya.

"Suruh hujan berhenti!" ujar Arensha masih dengan ekspresi yang sama. Merinsya berdecak sebal mendengar kalimat yang terlontar dari teman nya. Setidaknya kalimat yang terlontar sekarang tidak terlalu aneh, biasanya Arensha melontarkan kalimat dan kelakuan yang lebih aneh dari itu seperti, Arensha yang membuang tas bermerek terkenal ke tengah jalan karena ia bilang tas nya berat.

"Gue gak bisa lo pun gak bisa, omongan lo ngaco!" jawab Merinsya sinis, sambil mengikuti arah yang Ren tatap. Arensha memang membenci hujan, suara hujan bahkan ketika Arensha mencium bau reaksi hujan dan tanah yang sering di sebut Petichtor, ia akan terbatuk tiba-tiba.

"Gue denger lo buat masalah di luar sekolah. Tapi tenang aja gue udah urus dan masalah cowok itu-" Merinsya berhenti saat mendengar helaan nafas dari mulut orang yang berada di sebelahnya.

"seperti biasa, lo melakukan nya dengan baik" ujar Arensha datar. Merinsya mengerucutkan bibir tanda kesal. " tapi lo tau gak Erin, kalo masalah orang lain gak selamaya bisa lo urus sendiri, kadang-kadang lo harus nyerahin urusan itu ke orangnya langsung"

"Lo lagi nyindir gue?" tebak Merinsya sinis, raut wajahnya terlihat tidak suka dengan ucapan Arensha.

"Bisa jadi kalau lo mikir nya kayak gitu"

"Gue tau" ujar Merinsya sambil mengela nafas.

"Ren, bokap lo katanya pulang hari ini" ujar Merinsya hati hati ia takut jika ucapan nya akan mengusik Arensha terlebih ia pernah mendapat amukan untungnya bukan tonjokan teakwondo jika membahas tentang ayah kandungnya.

Arensha terlihat memutar bola matanya malas kemudian menarik tangan nya yang keriput dari tetes hujan karena terlalu lama menyentuh air.

"Terserah, ayo kebawah!" ajak Ren dingin, Arensha berdiri dan melangkah pergi berjalan melalui tangga rooptoof, tanpa menunggu Merinsya yang menghebuskan nafas nya sekilas dan memilih melangkah agar dapat menyeimbangi langkah Arensha.

Anak-anak sebenarnya beramsumsi yang tidak tidak tentang Merinsya, mereka berpikir Merinsya seperti bawahan dari sosok Arensha yang notabenya murid terkenal disekolah Nusa dan mungkin sekolah lain nya. Tapi untung nya Merinsya menanggap acuh perkataan mereka karena menurut Erin, Ren adalah sahabat yang istimewa bahkan Erin lebih menyayangi Ren dari pada dirinya sendiri, karna kenyataan nya Ren berbeda.

Story Red Eyes: Playing Eyes (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang