29- Bilbarry

21 11 1
                                    

Setelah membuat janji dengan Hintar. Ren memutuskan pulang kerumah nya dengan alasan ada barang yang di tinggal. Om Aldo dan Tante Ilda masih sibuk dengan perkerjaan nya sedangkan Erin memilih mengahbisakan hari libur nya dengan tidur setelah tawaran mengantar nya di tolak Ren.

Sekarang mereka sedang berada di ruang tamu, dengan beberapa kertas yang berada di atas meja. Hasil autopsi dan beberapafakta baru yang baru saja Hintar pecahkan.

"Hari ini pembunuhan selanjut nya terjadi, tapi kita gak tau pasti jam berapa pasti nya. Dari pembunuhan sebelum nya, dua korban di di bunuh pagi-pagi dan satu lagi di bunuh malam hari" seru Hintar menjelaskan. Tangan nya menarik leptop dan menampilkan halaman rumah Dendi. "Gue sama detektif yang lain sengaja masang cctv di beberapa sudut tempat di mana kemungkinan terjadi"

"Beberapa detektif juga memantau langsung di rumah Dendi. Usaha kita gak tau bakal berhasil atau enggak tapi setidak nya kita berusaha mengurangi reskio"

Ren mengangguk sambil menatap layar laptop serius. "Dendi bakal aman-aman aja kalo dia gak keluar dari rumah. Tapi melihat kemungkinan yang ada dia bukan anak ruamhan kan" Ren mengambil kertas yang berada di dekat leptop dan membaca nya. "Kita butuh beberapa orang buat ngikutin si Dendi"

Hintar mengangguk. "Bentar lagi gue bakal ke rumah si Dendi"

Ren mengangguk mengerti. Suara bel rumah yang berbunyi membuat Ren langsung melihat jam dinding di rumah nya. Ren mendekati pintu rumah.

Saat membuka pintu dan menengok ke sana ke mari, ia tak menemukan satu orang pun. Ren akhirnya menyerah hendak menutup pintu namuan sebuah kotak menghalangi pintu. Ren berjongkok sambil mengambil kotak kecil itu. Menatap sekitar sekali lagi setelah itu menutup pintu , melangkah menuju ruang tamu kembali.

"Siapa Ren?" tanya Hintar saat Ren sudah duduk di sofa.

Ren tak menggubris pertanyaan Hintar. Ia lebih memilih membuak kotak kecil itu penasaran. Pupil mata nya membesar melihat ponsel milik Ren ada di dalam kotak tersebut berserta secair kertas.

Kenapa ponsel nya ada di dalam kotak. Padahal Ren yakin ponsel nya ada di dalam tas nya. Tangan Ren mulai mencari cari ke dalam tas memastikan. Setelah ingat ia sepertinya meninggalkan ponsel nya di cafe saat mampir sebentar. Kenapa ia bisa lalai seperti itu. Apalagi rencana- rencana yang Hintar buat ada di email nya.

"kayak nya gue buat kesalahan" gumam Ren setelah mengambil secair kertas dan membaca nya, ia memaki kecerobohannya.

Hintar mengambil alih secair kertas dan giliran nya yang membaca.

"Bilbarry" gumam Hintar setelah melihat gambar bunga di sana.

Kali ini Ren membuka ponsel nya melihat ada satu video hitam di galeri nya dengan tangan gemetar Ren menyalakan video. Hintar terdiam begitu juga Ren sambil melihat layar ponsel yang masih menyala.

Perlahan video hitam itu mulai menampilan seluit, sosok laki-laki yang Ren kenal dalam keadaan yang mengenaskan. Darah itu tetap mengucur dari pelipis, wajah nya penuh lebam dan jika di perhatikan jari-jari tangan nya sudah menghilang entah kemana. Pencahayaan nya tidak terlalu bagus, entah di mana vidio ini di buat. Yang pasti Ren mengenali laki laki yang di ikat di kursi kayu itu. Matanya menujukan bahwa kesadaran nya di ambang-ambang.

Kali ini suara derap langkah terdengar dari video, sesuatu yang di seret pun bergesekan dengan lantai. Menampilkan sosok tegap berbaju hitam membelakangi camera cctv yang di pasang sengaja oleh si pelaku, sulit unutuk mengenali wajah nya karena ia memakai topi dan masker hitam. Awalnya seseorang yang memakai baju hitam itu melemparkan setiap barang yang berada di sana ke tubuh Dendy, darah lagi-lagi menyeruak dari sekujur tubuh Dendi dan keadaan nya lebih mengerikan dari tadi.

Story Red Eyes: Playing Eyes (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang