Setelah kejadian lapangan tadi, Ren memutuskan bolos sekolah. Erin masih di sekolah jika Erin tau dirinya pergi begitu saja dari sekolah Erin akan langsung menarik Ren agar mengkuti langakah nya menuju kelas. Ren menghentikan sebuah taxi setelah berhasil keluar dari gerbang sekolah, Ren menyebutkan alamat yang hendak ia tuju ke supir Taxi setelah masuk. Menyederkan tubuhnya ke jok penumpang, Ren menghidupkan benda pipih itu, pukul 12:48.
Sekitar satu jam kurang, Taxi yang ditumpangi Ren berhenti di sebuah gedung pencakar langit, Ren keluar dan berjalan mendekati bangunan megah yang terlihat seperti museum. Ren masuk melalui pintu kaca.
Baru beberapa langkah, Ren telihat mundur beberapa langkah saat seseorang menabrak bahunya keras, laki laki yang menabrak Ren terlihat terburu-buru sambil menarik topi hitam yang dipakai sampai sebagian wajah nya tertutupi. Ren mendengus kesal dan berjongkok mengambil sesuatu yang dijatuhkan oleh cowok tadi. Sebuah chip kecil berwarna hitam, Ren menilik-nilik chip tersebut.
Ren hendak mengejar cowok tadi, tapi seseorang lebih dulu menepuk bahu kanan nya, Ren berbalik, dan mendapati wajah seseorang yang tak asing bagi Ren.
"Gak langsung naik?" tanya Kak Jean dengan suara husky nya.
Ren menatap pakaian casual yang Kak Jean pakai, terlihat hendak keluar.
"Baru aja mau ke atas, Kak Jean mau kemana?" tanya Ren sambil memasukan chip tadi kesaku rok sekolahnya. Kak Jean menampilkan senyum ramah tangan kanannya menyentuh puncuk kepala Ren dan mengusap nya pelan.
"Tadinya mau ke cafe sebelah" jawab Kak Jean
Ren mengangguk mengerti, "Yaudah ke cafe aja Kak, sekalian Ren belum makan siang" usul Ren yang memang sejak tadi perutnya terasa kosong, sejak berakhir di lapangan Ren hanya meminum air putih saja dan harus naik ke ruangan Kak Jean terlalu jauh, ruangan Kak Jean dilantai paling atas.
Kak Jean merangkul Ren sambil tersenyum membawa Ren keluar dari pintu kaca itu, "Pasti bolos lagi nya"
Ren mendengus saat ia harus mengingat kejadian di lapangan tadi, tiba-tiba saja Ren menjadi kesal. "Tau males aja" jawab Ren acuh.
Kak Jean mengangguk, melihat dari raut wajah Ren yang terlihat sebal pasti di ada kejadian yang membuatnya pergi dari sekolah, setelah kasus pembunuhan di sekolahnya yang di tutup rapat-rapat tanpa sedikitpun bocor ke media, Kak Jean sebenarnya penasaran apa yang di lihat Ren oleh mata nya, tapi sepertinya bertanya adalah pilihan buruk, melihat kondisi mental Ren saja Kak Jean harus merayu Ren untuk melakukan pengobatan.
Setelah menyebrang jalan, Ren lansung mendorong gagang pintu setelah tepat berdiri di depan cafe dan memilih tempat duduk di dekat jendela. Ren lebih dulu duduk sambil tersenyum kecil, Kak Jean mendengus kemudian mendekati tempat memesan makanan.
"Chessecake, Apple pie, iced late 2" seru kak Jean memesan.
Ren dari tempat duduk nya terlihat sibuk memainkan ponsel, setelah melihat panggilan masuk dari Merinsya, Ren memilih mematikan ponsel nya. Ia malas untuk berdebat dengan Merinsya sekarang.
Kak Jean terlihat mendekati Ren sambil membawa nampan berisi makanan, menaruh di atas meja dan duduk berhadapan dengan Ren. Ren mengambil chesecake dan mulai memakan nya.
"Kak Jean", Ren menatap Kak Jean ragu-ragu.
Kak Jean mengeryit, menyimpan satu sendok berisi apple pie kembali. Sambil menampilkan ekspresi 'apa'.
"Sebenarnya Ren pengen berhenti konsultasi" ujar Ren sambil menelan salvia nya gugup. Masalah konsultasi mental termasuk pekerjaan nya bisa berubah-rubah setiap waktunya, pertama kali mereka bertemu di sala satu konsprensi pres terbesar waktu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Red Eyes: Playing Eyes (END)
Mystery / ThrillerArensha Frinsa, gadis ber kepribadian dingin, ketus dan tajam itu memiliki rahasia, rahasia yang membawa nya dengan kenyataan pahit bahwa diri nya berbeda. Hanya teman nya -Merinsya- yang tau satu rahasia itu. Dunia nya memang tidak lengkap seperti...