Sesuai janji Lano menjemput Ren jam tujuh malam. Erin sempat heran kenapa Ren mau saja jalan berdua dengan Lano. Tapi Ren menjawab nya karena ia merasa bosan dan kebetulan Lano menawarkan jalan-jalan alias kencan. Ren menyetujui nya dan jadi nya seperti ini. Erin akhirnya hanya membiarakan mereka dengan pasrah. Sekarang mereka tengah berada di dalam mobil milik Lano. Ren menatap jalanan yang basah akibat hujan gerimis yang menguyur bumi.
Tidak ada percakapan. Ren fokus dengan pikirannya dan Lano fokus dengan jalanan. Mobil yang mereka naiki berhenti tepat di sebuah restorant, Lano keluar memutar langkah dan membuka kan pintu mobil untuk Ren. Mereka duduk di meja dekat jendela, Lano sudah mereservasi tempat duduk terlebih dahulu. Seorang pelayan mendekat dengan sebuah menu dan memberikan menu yang ada dengan sopan. Lano mulai memilih makanan untuk dirinya dan juga Ren.
"Gue mesenin lo katsu, fizza keju sama jus alfukat" ujar Lano setelah pelayan itu pergi.
Ren mengangguk toh ia memang menyukai dua jenis makanan yang di sebutkan Lano.
"Lo tau kan gue suka sama lo" Lano memulai pembicaran. "gue jatuh cinta pandangan pertama sama lo waktu lo SMP kelas 8"
"Senyuman lo cantik dan jantung gue berdebar. Mungkin menurut lo ini pertemuan kedua kita. Tapi gue enggak gue udah sering merhatiin lo waktu lo main ke rumah Erin atau mungkin gue sengaja ngikutin lo waktu ke sekolah sendirian waktu SMP"
Ren terkejut mendengar pernyataan jujur Lano.
"Lo waktu itu kayak bunga matahari" Lano mentap Ren dengan senyuman, mata nya jelas memancarkan ketulusan seketika perasaan Ren campur aduk. Ada seseorang yang menyadari kehidupan nya yang dulu dengan sekarang.
"Tapi sekarang lo persis kaya bunga Edelweiss yang berusaha hidup di dataran tinggi. Gue gak tau apa yang udah lo alami sampai saat ini, gue juga gak tau seberapa berat waktu itu buat lo"
Tapi senyuman cerah lo, tawa lo waktu itu buat gue merasakan jatuh cinta untuk pertama kali. Lo tau kan gue suka sama lo?"
"Gue tau. Tapi gue gak tau lo suka sama gue selama itu" jawab Ren jujur. Mendengar nya saja membuat Ren tersadar dengan apa yang telah ia alami selama ini. Awal nya bunga matahari sekarang seperti bunga yang hidup di pegunungan yang tinggi.
"Tapi mau lo bunga matahari atau Edelweiss sekalian. Lo tetep bunga di mata gue, bunga yang gue suka"
Ren tersenyum tulus, menanggapi ucapan Lano. "Makasih No"
Setelah itu pesanan mereka sampai membuat suasana hening kembali. Tapi suasana hening ini lebih hangat menurut Ren. Entah kenapa Ren bersyukur, hati nya pun merasa lega. Entahlah rasa di cintai ternyata semenangkan ini.
Setelah selesai dengan makanan nya masing-masing. Lano dan Ren memilih berjalan-jalan sebentar dengan mobil. Sampai di tempat balapan, orang-orang terlihat berkumpul menikmati tontonan di depan mereka.
"Lo mau lihat balapan bentar gak?" Tawar Lano
Ren mengangguk, seolah tidak ada alasan untuk menolak. Berjalan-jalan dengan Lano ternyata tidak seburuk yang Ren banyangkan. Di luar dugaan juga Lano lebih kalem dari perkiraan Ren.
Akhirnya mereka berdua memilih turun dari mobil setelah memarkirkan mobil. Bergabuang dengan penonton yang lain. Ren mengikuti langkah Lano yang mendekat ke depan garis penonton agar melihat pertandingan dengan jelas. Ren berdiri di dekat Lano.
Ren memincingkan mata nya, bukan nya itu Rendy dan satu nya lagi Rega. Akhirnya adik kakak itu bertemu tapi kenapa lagi dengan mereka. Mereka sekarang terlihat hendak adu balapan. Mereka terlihat beradu mulut, Ren memeperhatikan mereka berdua. Tatapan Ren dan Rendy bertemu, senyum smirk terlihat jelas dari wajah Rendy. Merasa punya firasat buruk Ren memanggil Lano.
Namun sia-sia saat Rendy mendekat ke arah nya, Ren akhirnya memilih pasrah. Entah apa yang akan terjadi dengan diri nya antara perkelahian adik kakak itu.
"Lo ngapain di sini" tanya Rendy heran melihat Lano.
Ah iya, Ren hampir lupa mereka satu sekolah. Jadi tidak heran jika mereka saling kenal.
"Kebetulan gue lewat" jawab Lano acuh.
"Lo kenal sama ini cewek?" tanya Rendy lagi setelah melirik nya sekilas.
"Kenal"
"Boleh gue pinjem bentar"
Lano memasang wajah tidak suka tapi tetap menatap Ren.
"Oke. Gue ikut sama lo" ujar Ren akhirnya. Toh ia juga punya masalah yang harus ia selesaikan dengan Rendy dan juga Rega.
Lano mengangguk dan membiarkan Ren mengikuti Rendy ke arena balapan. Rega masih memasang wajah datar tapi terlihat meski pun remeng-remeng pupil mata nya membesar.
"Gue bawa orang buat jadi penumpang" ujar Rendy ke arah beberapa orang yang berada di sana. "Gak masalah kan?" tanya Rendy memastikan.
"Kalo dia fine-fine aja, kita juga gak masalah" seru cowok yang berbadan tinggi menyahut.
Rendy tersenyum puas sambil melirik kakaknya. Melihat reaksi kakak nya.
"Lo bawa Ren " tanya Rega dingin.
"Kenapa lo keberatan" ujar Rendy mencibir.
"Lo jangan bawa-bawa Ren" seru Rega jelas tidak suka seketika aura di sekitar nya menjadi tidak enak.
"Akhirnya lo sadar juga Ga. Lo pikir dengan cara lo liatin dia dari jauh tanpa berbuat apa-apa dia baik-baik aja" tanya Rendy ketus, "Enggak anjing. Lo yang goblok" teriak Rendy marah.
"Dengan lo sembunyi aja gak cukup. Bangsat" terus Rendy.
Ren menghela nafas, kenapa ia harus berada di sini, kalo saja ia tidak menyetujui ajakan Lano untuk melihat balapan. Sekarang pasti ia sudah ada di perjalan menuju rumah.
"Lo ngomong yang bener" seru Rega dingin.
"Rega" akhirnya Ren menyerah lebih memilih menyelesaikan nya dengan Rega baik-baik. "Bisa kita bicara bentar"
Rega menatap Ren diam, wajah tetap sama datar.
"Gue tunggu lo di rumah. Lo harus pulang Ga" Seru Rendy terakhir kali nya sebelum ia masuk kedalam mobil. Dan melesat pergi meninggalkan arena balapan.
Balapan ini akirnya di bubarkan. Setelah meilhat mobil Rendy yang meleset pergi, helaan tidak bersemangat keluar dari penonton yang sudah berpencar meninglakn jalan yang mulai lenglang. Lano masih di sana menatap Ren dari garis penonton.
Lano membuat gerakan tangan bahwa ia akan menunggu nya di dalam mobil. Ren bersyukur karena Lano tidak bertanya atau bertindak macam-macam. Ren kali ini menatap Rega kembali.
Mata mereka bertemu. Mereka memilih menepi dan duduk di pembatas terotoar dan jalan.
"Sorry Ga" Ren menatap beberapa mobil dan motor yang melaju di depan mereka. "Gue gak tau kalo bakal kayak gini, karena itu gue mohon biarin kali ini gue minta maaf dengan benar"
Rega setia mendengarkan, tanpa bisa menebak isi pikiran dan raut wajah yang di miliki Rega.
"Gue minta maaf. Meski maaf aja gak cukup tapi gue cuma bisa ucapin itu. Lo bisa maki-maki gue, marah sama gue" jeda sebentar "Karena gue penyebab nya"
Seharusnya Akbar masih bisa sama lo tapi gara-gara gue di pergi lebih cepet. Maaf, kali ini biarin gue buat nebus semuanya"
Ren berdiri dan menatap Rega yang masih dalam posisi nya.
"Gue pergi"
Setelah itu Ren menyebrang setelah lampu mereh berhenti, meningglakan Rega sendirian dengan kepala menunduk.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Jika suatu hari nanti ada waktu untuk menebus segalanya, aku Ingin.
-Arensha Frinsa-
Revisi
Selasa, 03 Agustus 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Red Eyes: Playing Eyes (END)
Mystère / ThrillerArensha Frinsa, gadis ber kepribadian dingin, ketus dan tajam itu memiliki rahasia, rahasia yang membawa nya dengan kenyataan pahit bahwa diri nya berbeda. Hanya teman nya -Merinsya- yang tau satu rahasia itu. Dunia nya memang tidak lengkap seperti...