Singto pikir keluarga Kay sangat sombong seperti keluarga kaya kebanyakan. Tapi pikiran itu harus dipatahkannya setelah melihat sambutan hangat keluarga Kay terhadapnya. Mereka seolah tidak mempermasalahkan 'kasta' antara Kay dan dirinya. Singto patut bersyukur karena hal itu. Keluarga Kay bahkan meminta Singto tinggal sementara dirumah megah bak istana mereka.
Melihat rumah Kay, Singto merasa semakin kecil. Ia tak punya hal-hal sehebat ini. Rumahnya sangat sederhana, sempit khas rumah amerika. Walaupun nyatanya Singto juga memiliki darah asli Thailand.
"Ayo dimakan." Nyonya Sangpotirat dengan anggun mengambilkan ayam bakar madu dan meletakkannya diatas piring Singto. Senyumnya begitu lembut. Menandakan bahwa Nyonya Sangporirat sudah dididik sejak kecil layaknya putri kerajaan.
"Terima kasih." Singto berucap lirih.
"Kau juga, makan Krist." Krist mengalihkan perhatiannya dari Singto. Ia mengangguk, memakan saladnya.
Singto merasa aneh dengan makanan yang dimakan Krist.
"Ah, P'Kit itu vegetarian." Kay mengerti arti tatapan Singto. Krist memandang Singto yang duduk dihadapannya, menyeringai lebar.
Ugh, apakah kakak kembar kekasihnya ini hobi mengintimidasi oranglain?
Dimulai sejak dimobil Krist memaksa Singto duduk disampingnya. Kay merasa terheran-heran, namun gadis itu mencoba berpikir bahwa Krist ingin lebih dekat dengan calon adik iparnya. Baguslah kalau begitu.
"Kenapa? Kau ingin mencobanya?"
Singto menggeleng sopan. "Tidak, terima kasih."
"Oh ya Singto. Kami sudah membersihkan kamar tamu, kau akan-"
Krist memotong cepat ucapan ibunya. "Kenapa dia tak sekamar denganku saja?" Pemuda itu menopang dagu, menusuk irisan tomatnya dengan garpu.
Off tersedak hebat. Merasa bahwa ia salah dengar.
"Krist?" Nyonya Sangpotirat tidak dapat menyembunyikan kekagetannya. Ia jelas mengenal Krist, putra sulungnya itu lebih suka sendirian.
"Anggap saja aku sedang mencoba mendekatkan diri dengan 'calon adik iparku'." Krist tersenyum samar.
Kay tertawa canggung.
"Haha! Baguslah P'Kit. Bagaimana Singto?" Kay meminta pendapat. Singto terdiam. Jika ia menolak maka dirinya akan dicap tidak sopan, tapi jika menerimanya Singto sejujurnya tidak nyaman dengan eksistensi Krist yang lebih suka menyeringai itu.
"Uhm, ide bagus." Singto berucap dengan kaku.
"Jadi sudah diputuskan, dia akan sekamar denganku."
.
.
Singto memasuki kamar Krist yang sangat luas. Benda-benda elektronik yang canggih dan mahal menghiasi kamar bercat putih bersih itu. Singto bisa melihat rak-rak berisi botol anggur dan rak yang dijejali buku.Aroma pinus menyambutnya. Seorang pelayan meletakkan koper Singto dengan sopan setelahnya ia pamit undur.
Krist duduk diatas ranjang dengan santai. Singto merasa canggung disituasi ini.
"Disana letak kamar mandinya." Krist menunjuk sudut ruangan yang terdapat pintu cokelat. Singto mengangguk. Ia sedang bingung mencari topik pembicaraan dengan kakak kembar kekasihnya ini.
"Uhm, anda suka anggur?" Singto akhirnya mengajukan pertanyaan. Krist mengangguk. Ia bangkit, mengambil dua gelas kecil diatas nakas. Lantas mengambil satu botol anggur, menuangkan isinya kedalam dua gelas kecil tersebut. Krist menyodorkan salah satunya pada Singto.
"Minumlah." Singto menerimanya. "Anggur itu simbol kedewasaan."
"Ah, kau benar." Singto mengiyakan. Meminum anggurnya dengan hati-hati. Krist memandang sosok dihadapannya dengan intens.
KAMU SEDANG MEMBACA
YES OR YES? [SingtoxKrist]
FanfictionSejak kecil Krist selalu mendapatkan apapun yang ia mau. Apapun itu. Tinggal tunjuk maka ia akan memilikinya. Tidak ada yang sanggup membantah Krist dengan sifat arogansinya yang sudah mendarah daging. Tidak ada satupun yang bisa mematahkan egoismen...